Mohon tunggu...
Nikmat Jujur
Nikmat Jujur Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Hanya Selingan

Anak jalanan tak pernah ngecap Pendidikan.... masih belajar nulis.... sekalipun banyak Cercaan mungkinnya ... tapi aku pingin nulis selalu.... tanpa ragu.... Putera Timur Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok, FPI, MUI, Partai Sekutu vs Presiden, Gus Mus, Panglima TNI, dan Kapolri

17 Oktober 2016   04:02 Diperbarui: 17 Oktober 2016   07:37 6411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demo kelompok FPI pimpinan Habib Riziq (Keturunan Nabi berdarah Arab) agar Ahok diproses secara hukum soal penistaan agama surat Almaidah 51 dapat dikatakan lucu dan tak pantas distrategikan sebagai kambing hitam serta alat pemenangan PILKADA DKI yang jelas jangan mainkan strategi SARA. Anak kecilpun telah tahu jika banyak aktor di belakang layar sengaja lempar batu sembunyi tangan. Ingin melempar itu siapa? Jelas partai politik berkepentingan (Partai Sekutu) bersama pasangan diusung. Tangannya itu siapa di sini? Siapa lagi kalau bukan FPI dan MUI dijadikan tangan atau perantara lancarnya politik praktis. Batu itu apa yang digunakan untuk melempar? Apa lagi kalau bukan batu itu batu penistaan agama. Lebih lanjut siapa yang jadi sasaran baik subjek maupun Objek hendak dilempar? Apa lagi kalau bukan partai dan oknum lain yang berbeda atau berseberangan kepentingan dalam hal ini Ahok dan partai pendukung.

Memperhatikan fenomena politik terselubung yang sementara hangat ini seperti ada konteks ketidakaadilan di negeri ini yang butuh ketegasan dalam hal penegakan hukum. Kasus HR berkoar polisikan Ahok dengan kasus Surat Al Maidah 51, jelas adalah hak MUI dan FPI serta kelompoknya. Pertanyaan  muncul Lantas bagaimana dengan “Sampurasum”? masih ingatkah MUI dan FPI “SAMPURASUM” ini? Kalau demikian pernah ada dan telah dilewati begitu saja, siapa sekiranya yang lebih dulu harus dipolisikan sebenarnya? Tapi lantas bagai tak pernah ada masalah sedikitpun dengan Nabi HR, hal ini memang luar biasa Habib kita yang mulia (keturunan Nabi dari Arab). 

Tak salah sebenarnya jika Gus Mus sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, dengan nama asli Ahmad Mustofa Bisri, mempertanyakan keberadaan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam pengajian dalam rangka ulang tahun unit kegiatan mahasiswa di kampus III Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Senin malam, 30 Maret 2015 lalu. Dengan mengatakan MUI itu mahkluk Apa? Sehingga tiba-tiba dijadikan Lembaga Fatwa, ini sindiran halus memalukan bagi MUI sebenarnya jika hingga sekarang MUI masih juga demikian prilaku keorganisasiannya dengan mengikuti FPI.

Kalau Habib berdarah Arab tak di polisikan karena “Sampurasum” konteks dan konsep berbeda tapi boleh kata alamat sama, dapat dikatakan Ahok pun berdarah Tionghoa juga harus diberlakukan adil di negeri ini! Karena Ahok telah meminta maaf atas kesalahannya lantas dibawa kemana keadilan itu di mata MUI dan FPI? Jangan mentang mentang dengan label sekadar menakutkan sesame umat muslim keturunan Nabi lantas diberikan perlakukan khusus seperti Nabi. Bagaimana seandai/semisalnya Ahok pun dikelompokkan keturunan Laksamana Cengho yang juga punya jasa besar untuk penyebaran muslim di Indonesia? Negara dan pemerintah telah jelas akan mempertimbang masalah ini dalam konteks sederhana keadilan, yakni adil tidak? 

Sekiranya HR tidak di polisikan dan Ahok di polisikan untuk masalah yang sebenarnya bisa ada jalan penyelesaian yang sifatnya positif think. Kalau benarnya adalah  kedua oknum, baik Ahok maupun HR di polisikan, bahkan bila perlu dihukum gantung atau pancung kepala mereka, yang demikian mungkinnya barulah adil namanya! Seperti sistem hukum yang berlaku pada Negara asal HR (Arab). Yakin seyakin-yakinnya jika demikian solusi tersebut yang diambil bangsa dan Negara ini, maka telah dipastikan HR bakal terbirit-birit ketakutan bahkan mungkin menyingkir ke negeri asal keturunannya Arab. Lantas bagaimana dengan Ahok? Ahok jelas tidaklah demikian karena dirinya adalah pemberani dan penegak kebenaran dan keadilan karena komitmen kebangsaan yang tinggi, bukan komitmen bernuansa negative keagamaan berbuntut pemecah belah semangat kebangsaan.

Lepas dan tinggal pembicaraan konteks di atas, bicarakan lagi konteks hidup damai dalam Negara Republik kaya keberagamanan menjadi Negara ini Negara besar tapi belum besar dalam konsep rukun, damai, harmonis serta utuh tak terpecahkan dalam wadah NKRI. Apa yang sekira penting diperhatikan atau untuk dicontohi? Satu hal kecil bernilai besar dan luar biasa dahsyat misalnya yang cukup mempengaruhi warna dan nilai hidup berbangsa. Apalagi kalau bukan soal Presiden kita yang beberapa saat lalu semua mata mungkin telah memperhatikan saat pengambilan sumpah Menteri dan Wakil Menteri ESDM. 

Fokusnya pada pengambilan sumpah jabatan jelas yang tampak bukannya berdiri dua sosok dengan warna berbeda? Satu berjubah hitam memegang  Al-Quran dan yang berjubah putih memegah Alkitab. Lantas jika hal itu dipertanyakan, kira-kira ada apa di balik pemandangan tersebut terlepas dari apa kata Presiden “ini konteksnya manajemen” saat itu, hal ini yang sangat diharapkan MUI dan FPI dapat lebih dewasa dan matang berkomitmen kebangsaan bersama kelompoknya. Bagi MUI dan FPI diharapkan tolong jangan memandang hal yang dipertontonkan Presiden Jokowi itu atak ada makna dan tujuan tertentu yang mulia. Presiden kita benar-benar memiliki komitmen kebangsaan dan kebhinnekaan yang tinggi dan teguh banyak hal sebenar telah ditunjukkan oleh Presiden kita dalam periode kepemimpinan selain dari yang telah disebutkan terkait Menteri dan Wakil Menteri ESDM.

Lantas bagaimana tanggapan masyarakat melihat dan menilai keputusan Presiden Jokowi tersebut? Jelaslah jika masyarakat Indonesia akan sangatlah memuji Presidennya Jokowi yang dengan tepat memanfaatkan Prerogatifnya bernuansa Pancasilais hal tersebut sepatutnya diteladani oleh komponen bangsa lainnya seperti MUI juga FPI pula jangan bagai hidup di Republik tapi tak menyadari kita punya komitmen dasar sejak pendirian Negara yang di sepakati bersama Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Presiden kita ini memang luar biasa berhasil membuktikan kapasitas kecintaan dan kebanggaannya yang tinggi  terhadap tindakan mempertahankan dan memperjuangkan semangat komitmen kebangsaan yang telah ada sejak berates-ratus tahun sebelumnya sebelum bangsa China dan Arab hadir di Indonesia. Mengapa demikian karena bisa jadi Presiden kita cukup merasakan bahwa dirinya bangga memiliki bangsa Indonesia yang terbilang sarat keunikan melalui sejuta kekayaan dalam perbedaan baik suku, bahasa, adat istiadat dan Agama.

Hal seperti diungkap pada bahasan sebelumnya yang mungkin penting bagi MUI dan FPI agar harus banyak rekonstruksi komitmen bernegara kelompoknya. Jangan karena alasan egosentrisme maka bisa berakibat menenggelamkan semangat kebangsaan di dasar laut bahkan yang terlihat sekan diabaikan bagai tak pernak ada dan yang ada hanya MUI dan FPI.

MUI dan FPI tolong buka mata dan buka pikiran lebih luas dan sedikit moderat. Sebagai saran saja mungkinnya, kalau bisa MUI dan FPI  sebagai Ormas yang sementara disoroti tolong kalau bisa dan punya kesempatan. Belajarlah hal penting terkait komitmen berbangsa dan bernegara dari dua sosok anak bangsa pilihan Presiden Jokowi mendampingi dirinya! Siapa lagi kalau bukan dua sosok berbintang empat di negeri ini yang karena komitmen kebangsaannya dipercayakan Presiden Jokowi. Siapa mereka  yakni Tito Karnavian dan Gatot Nurmatio dalam kariernya pernah merasakan pahit manis hidup berbhinneka di Bumi Papua. 

Gatot Nurmantio mantan Dandim Merauke, Tito Karnavian yang pernah menjadi Kapolda Papua dimana keduanya sangat disenangi, disayangi, dihargai serta disegani karena sikap dan komitmen kebangsaannya yang tinggi saat melaksanakan pengabdian di negeri Cenderawasih Papua dengan tanpa pandang perbedaan sedikitpun. Bagi MUI dan FPI tolong perhatikan, apa benar ataukan tidak yang disampaikan ini? Dimana jika diperhatikan kapan saja dimana saja berdiri Jenderal bintang empat Tito pasti di belakangnya ada seorang Putera berambut keriting putera asli Papua, itu pembuka mata MUI dan FPI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun