Sekalipun keturunan orang Jawa tulen, baru sekali ini saya mengikuti upacara mitoni. Kesempatan itu datang ketika saya menerima undangan untuk menghadiri ritual tersebut dari seorang teman, Murti Sari Dewi.
bagi Anda yang sudah remaja atau malah dewasa pada era ’80-an mengenal sosok ini. Dialah pemeran Lasmini si Kembang Gunung Lawu dalam sekuel film kolosal ”Saur Sepuh” dan sekuel film "Tutur Tinular". Murti Sari ”Lasmini” ini tahun 2010 menikah dengan pengusaha Solo, Didik Riyanto. Saat ini mereka tengah menanrtikan kehadiran anak petrtama. Mereka menggelar ritual mitoni ini pada Sabtu (5/3/2011).
Ritual mitoni berasal dari kata ”pitu”, adalah ritual selamatan bagi seorang wanita yang hamil untuk kali pertama, tepat atau beberapa hari setelah bulan ketujuh kehamilannya. Ritual mitonidiadakan dengan maksud memohon berkah Tuhan bagi keselamatan calon orang tua dan anaknya, agar bayi lahir pada masanya dengan sehat. Demikian pula ibunya melahirkan dengan lancar, sehat dan selamat. Selanjutnya diharapkan seluruh keluarga hidup bahagia.
Ketika tamu sudah duduk dikursi, tak lama kemudian Mbak Murti hadir dengan cara dikirab kecil-kecilan, dan duduk di kursi mirip pelaminan dalam resepsi pernikahan. Tak lama kemudian, dilakukan upacara sungkeman kepada calon nenek dan kakek bayi.
[caption id="attachment_94671" align="alignleft" width="300" caption="Sungkem kepada calon nenek. "]

Acara selanjutnya adalah siraman. Siraman diadakan di halaman samping rumah yang bias dilihat oleh para tamu. Siraman dari kata siram, artinya mandi, maksudnya sebagai sarana penyucian lahir batin bagi calon ibu/orang tua beserta bayi dalam kandungan. Konon bak air telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber air yang dicampur dengan bunga siraman, yang terdiri dari mawar,melati, kenanga dan kantil.
[caption id="attachment_94673" align="alignright" width="300" caption="Siraman."]

Di pagi yang cerah itu, alunan suara gamelan kalau tidak salah ”Kodok Ngorek ”, mengiringi pelaksaan siraman. Calon ayah, calon kakek, calon nenek dan handai tolan menyiramkan ikut memandikan Mbak Murti. Mereka semua berpakaian seragam tradisional Jawa jenis jumputan. Suasana selama pelaksanaan siraman adalah sakral namun riang. Apalagi acara dipandu MC yang lucu dari Jawa Timur, siapa lagi kalau bukan pelawak Kirun.
Sesudah selesai siraman, dilakukan upacara membelah kelapa muda (degan) gading oleh calon ayah. Degan dipecah dengan menggunakan golok. Saya tidak begitu mengerti kenapa saat itu beberapa ibu menjerit, menebak bahwa bayi yang dikandung besar kemungkinan perempuan! Hehe maklum... saya gak begitu paham upacara adat Jawa yang satu ini.
[caption id="attachment_94674" align="alignright" width="300" caption="MC-nya Kirun"]

Selesai acara tersebut, sang ibu hamil masuk ke dalam rumah untuk berganti baju kering, lalu sebentar kemudian keluar lagi. Di depan para tamu, telah disiapkan upacara pendandanan. Beberapa ibu disaksikan hadirin, mendandani calon ibu dengan beberapa motif kain batik dan lurik. Ada enam motif kain batik antara lain motif kesatrian, melambangkan sikap satria; wahyu tumurun, yaitu wahyu yang menurunkan kehidupan mulia, sidomukti, maksudnya hidup makmur, sidoluhur-berbudi luhur dan sebagainya. Satu per satu kain batik itu dikenakan, lalu tamu dimintai pendapatnya. Tetapi hanya kain yang terakhir yang menurut tamu pantas dikenakan, yaitu kain lurik. Lurik adalah lambang kesederhanaan sekaligus kekuatan, dimaksudkan agar bayi dan keluarganya selalu bersikap sederhana, dan kuat.
[caption id="attachment_94676" align="aligncenter" width="300" caption="Mematut kain."]

[caption id="attachment_94678" align="alignleft" width="300" caption="Bakul rujak."]

Asal muasal
Ritual mitoni atau tingkeban konon telah ada sejak zaman dahulu kala. Suatu ketika, orang bernama Ki Sedya dan Niken Satingkeb, pernah punya anak sembilan kali, tetapi semuanya tidak berumur panjang. Mereka meminta bantuan banyak orang pintar, dukun, tetapi tidak berhasil. Kedua suami istri itu memberanikan diri memohon pertolongan dari Jayabaya, sang ratu yang terkenal sakti dan bijak.
Raja Jayabaya yang bijak menasihati kedua suami istri, dinasihati supaya melakukan ritual. Caranya mereka harus rajin berdoa kepada Tuhan, selalu berbuat yang baik dan suka menolong dan welas asih kepada sesama. Berdoa dengan khusyuk, memohon kepada Tuhan.
Mereka harus menyucikan diri, dengan cara mandi air yang berasal dari tujuh sumber. Kemudian berpasrah diri lahir batin. Sesudah itu memohon kepada Tuhan,apa yang menjadi kehendak mereka, terutama untuk kesehatan dan kesejahteraan si bayi.Dalam ritual itu disediakan sesaji untuk penguat doa dan penolak bala, supaya mendapat berkah Tuhan. Singkat cerita, Tuhan memperkenankan permohonan Ki Sedya dan Niken Satingkeb. Merekapun mendapatkan momongan yang sehat dan berumur panjang.Untuk mengingat Niken Satingkeb, upacara mitoni juga disebut tingkeban.
Sumber bacaan: Jagatkejawen.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI