Mohon tunggu...
Niena suartika
Niena suartika Mohon Tunggu... Freelancer - good people

pus Ilu

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Banjir 2007 dan 2002, Pelajaran bagi Semua

13 Desember 2017   12:26 Diperbarui: 13 Desember 2017   18:43 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengarkan kata banjir sebenarnya bukan hal yang asing buat saya, karena jika hujan turun sangat deras tanpa ada jeda sedikit pun maka jalanan rumah saya pasti akan terendam banjir. Bahkan, bisa juga masuk ke rumah.

Jadi ketika beberapa hari lalu saat Jakarta dilanda hujan dan menyebabkan banjir, saya hanya diam saja, tanpa ekspresi. Mungkin sedikit heran, karena itu hujan tidak terlalu besar tapi jalanan bisa sebegitunya kebanjiran.

Saya sih tidak melihat secara langsung tetapi melalui gambar-gambar yang tersebar dengan cepat di media sosial. Dan saya juga tidak berhak menyalahkan siapa-siapa soal banjir ini. Karena sudah beberapa kali BNPB juga menginformasikan mengenai kondisi cuaca yang buruk saat ini dan berpotensi menyebabkan banjir. 

Tapi sekali lagi saya katakan, banjir itu bukan fenomena asing buat saya. Karena saya tinggal tepat di pinggir kali. Bukannya bangga karena tinggal di pinggir kali, tapi apa daya dapat jatah punya rumah yah cuma bisa di pinggir kali.

Tetapi dari situ saya banyak belajar. Misalnya saja pada banjir tahun 2002 dan 2007 lalu, dimana daerah rumah saya semua penduduknya kemasukan air yang tidak pernah diundang sama sekali. Tidak hanya satu hari, bahkan sampai seminggu air masih betah di rumah. Beberapa penduduk ada yang sebagian mengungsi, tetapi ada juga yang masih betah tinggal di rumah demi menjaga harta bendanya yang masih bisa diselamatkan dari rendeman air banjir.

Pada saat itu, banyak relawan yang datang untuk sekedar memberi bantuan makanan dan obat-obatan bagi yang sakit. Tidak hanya pada saat banjir, setelah banjir surut pun mereka juga ikut membantu dengan memberikan perlengkapan untuk membersihkan lumpur seperti alat ngepel, dan lain-lain.

Ya, banjir 2002 dan 2007 lalu masih menjadi pelajaran berharga bagi saya dan warga di sekitar rumah saya. Karena saat ini kami sudah tidak pernah lagi mau membuang sampah di sungai dan juga memberdayakan sungai sebagai bagian dari kehidupan kami. Sebab sungai pun bisa membantu kami, misalnya saja, jika ada orang yang buang sampah ke kali maka sampahnya akan kita ambil dengan menggunakan serokan yang kita buat seadanya. Kita pilih-pilih sampah yang bisa dijual dan bisa didaur ulang. Sehingga selain kalinya bersih, kami juga bisa dapat uang.

Kemudian, kami juga mulai mengubah pola pikir kami dengan membuat kampung kami menjadi lebih indah. Karena banyak anggapan bahwa orang yang tinggal di pinggir kali itu jorok, tidak bersih dan miskin. Kami memang miskin secara harta, tapi kami tidak pernah miskin secara ide dan kreatifitas. Makanya kami buat kampung kami menjadi berwarna dengan menamakannya Kampung Warna Warni. Kami juga menanam pohon-pohon di pinggiran kali agar lebih terlihat asri serta menjadikan kampung kami menjadi sejuk. 

Jadi intinya, banjir memang tak akan bisa dibendung jika kondisi daerah tersebut memiliki saluran air yang kecil, kotor atau banyak sampah. Tetapi jika banjir sudah terjadi, kita bisa menghindarinya dengan mencari informasi lokasi mana saja yang rawan banjir. Karena saat ini banyak informasi yang dapat kita peroleh, bisa melalui BNPB, BMKG dan instansi lainnya yang terkait dengan kebencanaan. 

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun