Oh Tuhan... kucinta dia, kusayang dia rindu dia inginkan dia
Utuhkanlah.... rasa cinta di hatiku uuuuuu...Â
hanya padanya... untuk dia....
Alunan suara Anjie mengalun pelan dari kamar kos sebelah. Lagu itu membuat dia semakin galau dengan masalah yang dihadapinya. Aku harus bagaimana menghadapi persoalan ini? Cahya telah menemaniku menjalani kehidupan di kota gudek sejak masih semester 3, aku gak mungkin meninggalkan dia walau ayahnya sempat mengacaukan hubungan kami namun bukan salah Cahya. Resty sahabat yang baik, aku dan Cahya sudah mengenal mereka 2 tahun lebih. Resty semakin dalam memasuki kehidupanku karena keadaan yang tidak dikehendaki olehku, Cahya maupun Resty .Â
Dia lalu bergegas menuju tempat yang ditentukan Resty, tak lupa dia mengunci kamar kos dan mengambil motor vespa yang telah menjadi teman seperjalanan menempuh pendidikan di kota ini. Tang.. tang.. tang... suara khas vespa menderu menyusuri jalan hingga ke taman dekat kantor Resty. Dia lalu memarkir vespanya di pojok taman yang diperuntukkan sebagai lahan parkir di taman itu.Â
Resty mana ya? kok belum kelihatan?
Dia lalu menuju bangku taman di sebelah selatan taman, tempat yang cukup nyaman untuk ngobrol dan berbincang. Jauh dari keramaian dan tidak terganggu oleh suara kendaraan yang berlalu lalang. Dia duduk sambil sesekali melihat ke arah kantor Resty yang belum juga terlihat. Diambilnya telepon genggamnya, dia lalu menuliskan pesan singkat, Abang sudah di taman, and send..
Teng dung... tanda pesan singkat terbalas, dia lalu melihat pesan dari resty, iya bang, Resty kesana sekarang.
Tak berapa lama Resty sudah terlihat dari kejauhan berjalan sedikit gupuh, sesekali dia kebaskan rambutnya yang menutupi wajah. Dia begitu anggun di mataku, aku gak sanggup menyakitinya.
Maaf bang, tadi dipanggil bos, jadi gak langsung kesini
Gak apa2 Res, duduk yuk