Mohon tunggu...
Siti Kurniati
Siti Kurniati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

menulis, merupakan generasi qurani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ayah Ibu Wajib Dimuliakan

16 Desember 2018   14:00 Diperbarui: 16 Desember 2018   14:10 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menghadiri kajian keagamaan setiap Ahad pagi di sebuah majelis taklim merupakan rutinitas yang kami lakukan. Seperti pagi ini, seusai shalat shubuh, kami sekeluarga bergegas menuju salah satu majelis taklim umum yang ada  di kota Bandung. 
Menembus sejuknya udara pagi yang semalam diguyur hujan deras yang cukup awet turunnya, kami berharap beroleh ilmu untuk bekal pulang kampung bila saatnya tiba.
Tiba di lokasi tujuan, kami bersegera mencari tempat duduk yang nyaman. Kami mendapatkan tempat duduk yang sudah disiapkan oleh panitia. Tempat duduk yang dimaksud adalah tempat yang disediakan oleh panitia yang berupa hamparan kain terpal biru yang membentang di sebagian jalan Perintis Kemerdekaan Bandung. Dan, di atas jalan ini adalah sebuah jembatan rel kereta api, Viaduct Bandung, peninggalan masa kolonial Belanda.
Mengapa sebagian jalan tersebut digunakan? Hal ini dilakukan oleh pihak panitia masjid tersebut untuk menampung masyarakat yang ingin mengikuti kajian umum ini dan tidak kebagian tempat duduk di dalam masjid.
Ternyata, meskipun panitia sudah menyediakan fasilitas ini, para jamaah yang hadir, lebih membludak lagi hingga pelataran gedung perkantoran seperti bank BNI, Gedung Indonesia Menggugat, dan Dinas Sumber Daya Air Pemprov Jawa Barat, dijadikan tempat menyimak paparan dari penceramah. Kajian ilmu di masjid ini dilaksanakan selama 1,5 jam. 
Beberapa menit sebelum kajian dimulai, panitia masjid membagikan semacam buletin untuk para jamaah. Dan, penceramah Ahad pagi ini adalah Ustadz Uu Jalaluddin dari sebuah pesantren jalan Pajagalan Bandung.
Penceramah menyampaikan kajian tentang "Mengutamakan Orang Tua adakah Keniscayaan."
Beliau memulai dengan bab pendahuluan tentang bagaimana seharusnya sikap seorang anak kepada Ayah Ibu  ketika mereka masih bersamanya, Ayah Ibu  sudah lanjut usia, dan ketika mereka sudah tiada. 
Lalu, beberapa firman Allah dalam Al Qur'an, beliau sampaikan pula. Di antaranya adalah yang termaktub dalam QS. Al Isra: 13. Dalam ayat ini dibahas tentang posisi atau kedudukan orang tua di sisi Allah.
Dalam ayat ini, Allah menyuruh kita untuk menyembah selain-Nya, berbuat baik pada Ayah Ibu dengan segala kekuatan kita sebagai seorang anak, dan bila Ayah Ibu sudah lanjut usia, janganlah sekali-kali mengucapkan kata "ah" apalagi sampai membentak mereka. Namun, berkatalah yang lembut dengan kata-kata yang mulia.
Dalam QS. Luqman: 14, Allah telah menyuruh kita sebagai anaknya untuk berbuat baik pada keduanya, terutama Ibu, yang telah mengandung, melahirkan, dan merawat kita hingga kita bisa seperti saat  ini. Bila kita melakukan hal ini, kita akan digolongkan orang-orang yang bersyukur.
Selanjutnya, penceramah menyampaikan tentang bagaimana membalas jasa-jasa Ayah Ibu selama mereka masih berada dalam perawatan dan bimbingan keduanya. Hal tersebut termaktub dalam HR. Muslim IV: 218. Inti dari sabda Rasulullah saw tersebut adalah bahwa membalas jasa-jasa Ayah dan Ibu itu merupakan hal yang sangatlah sulit dan tak akan pernah mampu dilakukan oleh seorang anak.
Hal lain yang menjadi prioritas orang tua dalam ranah ibadah dan muamalah termaktub dalam HR. Al Bukhori II: 405 dan Muslim I: 63. Dalam hadis ini diuraikan tentang Rasul menjawab sebuah pertanyaan yang disampaikan oleh Abdillah bin Mas'ud r.a bahwa ada 3 amal yang paling disukai dan dicintai Allah swt adalah shalat pada waktunya, berbuat baik pada kedua orang tua, dan jihad di jalan Allah. 
Kemudian, dalam HR. Ahmad V: 466, dinyatakan tentang seseorang yang datang pada Rasulullah saw dan dia telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan zakat dan hartanya, serta shaum di bulan Ramadhan, maka sabda Nabi, yang berbunyi: "Barang siapa yang mati dalam keadaan seperti ini, ia pasti bersama para Nabiyullah, para shiddiqin, dan syuhada pada hari kiamat seperti ini: Nabi menancapkan kedua jarinya selama ia tidak durhaka kepada kedua orang tuanya.
Selesai menyampaikan kajiannya, penceramah pun menyampaikan simpulan bahwa orang tua adalah sebagai penyebab lahirnya seseorang, dan dengan kasih sayangnya, anak tumbuh dan hidup. Selain itu, dalam ajaran Islam, Ayah Ibu menduduki posisi tertinggi setelah Allah dan Rasul-Nya. 
Pesan untuk kita semua, janganlah pernah bersikap durhaka kepada orang tua, bahkan meremehkan sekali pun. Karena bahagia dan nestapanya seseorang, sangat berkait erat dengan sikapnya kepada Ayah Ibunya. Di samping itu, rido Allah sangatlah bergantung pada rido orang tua kita. Oleh karena, selagi mereka masih berada di samping kita, bahagiakanlah mereka semampu yang kita punya. Yakinlah, bahwa mereka bukan menginginkan harta materi yang kita miliki. Namun, keshalehan pribadi kita yang mereka dambakan. 
Paparan ini dituliskan kembali hanya sebagai hasil dari simakan penulis.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Viaduct Bandung, 16122018.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun