Mohon tunggu...
nety tarigan
nety tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Perempuan AntiKorupsi

Bekerja dengan masyarakat khususnya anak dan perempuan untuk mendorong mendapatkan keadilan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Harusnya UU N0. 1 Tahun 1974 Sudah Direvisi

9 Mei 2014   23:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:40 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Undang-undang No. 1 tahun 1974 merupakan undang-undang yang bisa dikatakan sudah lama sekali di Indonesia dan yang hebatnya Undang-undang ini masih berlaku serta diacu sebagai dasar hukum Perkawinan. Padahal kalau mengacu dari dinamika sosial di Masyarakat saat ini, pastinya Undang-undang ini sudah tidak lagi tepat dengan masyarakat Indonesia. Belum lagi Undang-undang ini tidak harmonis dengan undang-undang lain seperti Undang-undang PKDRT dan undang-undang perlindungan anak.

Sebagai contoh adalah terkait soal "umur" - dimana disebutkan kalau untuk anak perempuan dapat menikah pada umur 16 tahun sedangkan laki-laki pada umur 18 tahun. Sedangkan Undang-undang lain seperti UU Perlindungan anak menyebutkan bahwa yang disebut anak-anak adalah 18 tahun kebawah. Kalau begini perbedaan dapat membedakan tafsiran dan walhasil akan membuat bentrok kebijakan dan juga aturan pelaksanaannya. Selain itu, masakan perempuan harus menikah umur 16 tahun dimana tidak baik bagi kesehatan reproduksi perempuan serta mentalnya, sedangkan laki-laki umur 18 tahun - sepertinya secara mental juga belum siap dan keduanya jelas belum memiliki pendapatan untuk menjalankan perekonomian keluarga. Jika dipaksakan kemungkinan yang terjadi adalah pemiskinan kedua belah pihak dan kerentanan keharmonisan keluarga.

Ketidakcocokan antara tekstual dengan konstektual, seharusnya UU No. 1 Tahun 1974 sudah direvisi. Lalu kenapa lama sekali untuk merevisi UU ini. Hasil pengamatan menunjukan ada beberapa kendala yang menyebabkan UU ini sukar untuk direvisi:

1. Karena keragaman di Indonesia baik itu budaya dan agama/kepercayaan - kerap ketika ingin merevisi UU ini ada saja unsur-unsur sektoralnya masuk walaupun seharusnya UU universal tapi kenyataannya ..jelas kepentingan satu golongan/kepentingan berkibar dan menjadi tantangan dalam proses advokasi untuk merevisi;

2. Karena anggapan/pandangan menganti UU Perkawinan ketika ingin mengarusutamakan gender dalam revisi UU perkawinan - kerap dianggap hal itu merupakan unsur feminis/barat. Padahal tidak ya.. ini mah sigma aja yang dilekatkan ketika perempuan ingin berpartisipasi aktif dalam revisi UU Perkawinan. Ketika perempuan menolak adanya material poligami dalam UU Perkawinan - lalu dipandang negatif.

3. Karena setiap orang memandang "perlindungan" dari sisi berbeda - ketika ingin diselaraskan dengan UU PKDRT, ada saja yang memandang bahwa UU PKDRT lebih kepada perempuan, padahal kan substansinya tidak begitu - UU PKDRT untuk semua laki, perempuan dan anak serta PRT yang didalam rumah tersebut semua dilindungi. Kalau laki-laki dibentak dan dilecehkan atau dilempar setrikaan sama perempuan artinya dia korban dan wajib lapor ke pihak berwajib sebagai korban, demikian juga dengan perempuan, anak dan PRT.

4. Konsep kepala keluarga - dulu laki-laki, sekarang kan udah gak zaman karena ada juga loh perempuan kepala keluarga. Ini memang masih pendekatannya ekonomi sih..artinya perempuan kepala keluarga, perempuan yang berkontribusi besar dalam perekonomian dalam keluarga karena satu hal seperti dia Janda, atau suami sakit krn lumpuh atau apapun juga tidak bisa memberikan nafkah.

Nah..itulah sebabnya jadilah tari-tarikan untuk merevisi UU Perkawinan ini. Walau sudah sejumlah aktivis dan para pakar maupun ulama/pendeta ataupun apapun juga menyadari pentingnya merevisi UU Perkawinan ini, tapi revisi itu tidak pernah terwujud karena ...............

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun