Mohon tunggu...
Nesa Ananda
Nesa Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Jambi

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi angkatan 2022.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Implikasi Pelanggaran HAM dalam Konflik Israel-Palestina

16 Mei 2024   09:55 Diperbarui: 16 Mei 2024   10:02 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik antara Israel dan Palestina memiliki akar yang sangat kompleks, antara lain klaim sejarah, agama, identitas nasional, dan penguasaan wilayah atau kontrol teritorial. Asal usul konflik ini dapat ditelusuri kembali ke abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika gerakan Zionis dimulai sebagai respons terhadap anti-Semitisme Eropa. Gerakan ini menganjurkan pembentukan negara Yahudi di wilayah yang saat itu merupakan bagian dari Kesultanan Ottoman, termasuk wilayah Palestina.

Palestina pada Perang Dunia I merupakan wilayah yang dimiliki oleh kekuasaan Turki Utsmani. Nasionalisme Arab mulai tumbuh di daerah Timur Tengah, sehingga muncul kelompok-kelompok yang ingin melepaskan diri dari Turki Utsmani. Hal ini juga menguntungkan bagi Inggris, pasalnya Inggris membuat kesepakatan dengan Arab untuk bisa lepas dari kekuasaan Turki Utsmani dengan upah sebuah wilayah yang akan dibagi-bagi.

Setelah Perang Dunia I, Inggris menduduki Palestina atas nama Liga Bangsa-Bangsa. Konflik antara Yahudi dan imigran Arab memuncak pada Pemberontakan Arab (1936-1939). Setelah Perang Dunia II, tekanan terhadap negara Yahudi meningkat, yang berujung pada pembagian Palestina oleh PBB pada tahun 1947, Perang Saudara Palestina (1947-1948), invasi Arab setelah berdirinya Israel pada tahun 1948, dan hal ini menyebabkan pembagian Palestina.

Israel menduduki Jalur Gaza pada 1967, memicu konflik yang berlanjut. Meskipun ada upaya perdamaian seperti Perjanjian Oslo (1993), konflik terus berlanjut dengan serangan dan penindasan di kedua sisi. Dukungan Inggris membuat pemukiman Yahudi di Palestina tumbuh pesat, memperpanas konflik tersebut. Untuk situasi ini, orang-orang Yahudi menerima bahwa Yerusalem harus kembali menjadi ibu kota negara Yahudi dan harus membangun hak-hak istimewa orang-orang Yahudi yang telah disalahgunakan. Kegagalan Inggris untuk menangani Palestina dimanfaatkan oleh Yahudi untuk mendeklarasikan dasar wilayah Israel pada tahun 1948.

Dalam konteks konflik Israel dan Palestina, catatan sejarah di atas menyoroti kompleksitas konflik dan akar sejarahnya yang dalam. Namun, konflik ini lebih dari sekedar perselisihan politik atau wilayah, melainkan juga mencakup dimensi hak asasi manusia yang sangat penting. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah hak kodrat yang secara ilmiah ada didalam diri mansuia sejak di dalam kandungan, HAM merupakan karunia yang diberikan Tuhan kepada hambanya.

Konflik Israel-Palestina telah mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia yang serius, termasuk pembunuhan massal, penggusuran paksa, dan penahanan tanpa proses hukum. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina bermula pada tanggal 23 Juni 2008, terjadi sebuah penembakan pertama yang dilakukan oleh warga Israel terhadap warga sipil Palestina yang sedang mengumpulkan kayu bakar didekat perbatasan Beith Lahia. Israel juga mendaratkan mortar dan roket di hari yang sama, lalu mengulanginya kembali pada September hingga November 2008. Roket dan mortar dikirim dan saling merusakan gedung-gendun tinggi yang ada di negara mereka dan banyak menewaskan warga sipil.


Serangan Israel merusak berbagai tempat dan fasilitas, kantor PBB yang digunakan untuk lembaga bantuan. Mayoritas negara mengecam tindakan Israel terhadap Palestina sebagai pelanggaran hak-hak warga sipil dan HAM. Para pembela HAM internasional menyebutnya sebagai kejahatan perang. PBB juga mengatakan bahwa blockade Israel terhadap Gaza merupakan kejahatan perang dan sudah melanggar hak-hak kemanusiaan. Anak-anak Palestina turut menjadi korban pelanggaran HAM, sekitar 500-700 anak-anak di Palestina ditahan dan diadili dalam kerangka pengadilan taktis Israel. Tuduhan yang paling dikenal adalah pelemparan batu, seperti yang ditunjukkan oleh Safeguard for Youngsters Global Palestine (DCI-P). Hukum militer Israel mengizinkan siapa pun yang berusia 12 tahun ke atas untuk ditahan.

Tindakan-tindakan tersebut secara jelas melanggar prinsip-prinsip HAM yang mendasar, seperti hak untuk hidup, kebebasan dari penyiksaan, dan hak untuk memperoleh perlindungan sebagai warga sipil di bawah hukum kemanusiaan internasional. Situasi saat ini bukan lagi sekadar konflik politik, melainkan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sistematis dan meluas. Serangan Israel terhadap warga Palestina sejak 7 Oktober menunjukkan terjadinya genosida atau tindakan pemusnahan suatu kelompok Kejadian tersebut berlangsung lama dan terus menerus, seperti penderitaan yang terjadi kepada warga Palestina yang diambil hak asasi manusia oleh Zionis Israel.

Dalam konteks kejahatan HAM luar biasa, genosida dianggap sebagai salah satu yang paling serius karena melibatkan upaya sistematis untuk menghilangkan kelompok manusia berdasarkan karakteristik tertentu seperti etnis, agama, atau ras. Kejahatan semacam ini dianggap sebagai ancaman terhadap martabat kemanusiaan dan sering kali memicu tanggapan internasional yang kuat, termasuk proses hukum di tingkat internasional seperti pengadilan internasional (ICC) untuk mengadili para pelaku genosida. Secara realitas, Israel telah menunjukan keinginan untuk melakukan kejahatan genosida dengan cara melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap masyarakat sipil, rumah sakit dan lembaga pendidikan. Perlakuan yang tidak manusiawi oleh zionis Israel, penyiksaan, serangan yang sasarannya di tujukan pada warga sipil, penggunaan fosfor putih yang mematikan, mencelakai warga sipil Palestina.

Penulis: Nesa Ananda, Budi Ardianto, S.H., M.H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun