Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Permendikbud Tidak Cukup Menghentikan Kekerasan Seksual

15 November 2021   05:28 Diperbarui: 15 November 2021   06:13 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelecehan seksual. Via Kompas.com

Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 20 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan respon terhadap kasus kekerasan seksual yang semakin marak di lingkungan kampus.

Menurut survei tahun 2019 terkait pelecehan seksual di ruang publik, Koalisi Ruang Publik Aman menemukan bahwa lingkungan sekolah dan kampus menduduki urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual sebesar 5 persen setelah jalanan dan transportasi umum berturut-turut 33 persen dan 19 persen.

Pada tahun 2019, setelah kasus Agni di Universitas Gadjah Mada (UGM), Kolaborasi #NamaBaikKampus yang melibatkan Tirto, VICR Indonesia dan The Jakarta Post melaporkan testimoni dari para penyintas kekerasan seksual di kampus.

Dari 207 testimoni yang berasal dari 29 kota dan 79 perguruan tinggi terdapat 174 testimoni yang disebut merupakan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi atau dilakukan oleh sivitas akademika. Selain terjadi di dalam kampus, kekerasan seksual juga terjadi di luar kampus seperti kuliah kerja nyata (KKN), magang, maupun acara kemahasiswaan lainnya.

YLBHI Bali juga melaporkan bahwa mayoritas kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi di lingkungan kampus. Berdasarkan hasil pengaduan yang disampaikan kepada LBH Bali dari posko pengaduan bersama bersama berbagai jaringan masyarakat sipil, dari 48 korban, sebanyak 45 mengadu kejadian terjadi di lingkungan kampus.

Selain itu, sebuah riset dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpad pada 2020 lalu. Dari hasil riset terhadap 616 mahasiswa, 223 di antaranya pernah menjadi penyintas kekerasan seksual. Sebanyak 86 orang mengaku mengalami kekerasan seksual secara fisik. Sedangkan 101 lainnya mengalami Kekerasan seksual secara verbal.

Mengapa Kasus Kekerasan Seksual Terjadi Di Kampus?

Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi, kasus kekerasan seksual terjadi di kampus yang melibatkan dosen, staf dan karyawan kampus lainnya sebagai pelaku dan mahasiswa sebagai korban disebabkan oleh 'relasi kuasa'.

Di kampus, dosen dan staf memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi dari mahasiswa, sehingga ketika tidak berani atau takut menolak ketika mengalami pelecehan seksual.

Ketakutan ini berdasarkan relasi yang menempatkan mahasiswa sebagai pihak yang membutuhkan peran mereka dalam urusan administrasi, penilaian, urusan skripsi dan sebagainya yang berhubungan dengan studinya.

Sementara kasus kekerasan seksual yang melibatkan mahasiswa sebagai pelaku dan juga korban berasal dari mahasiswa disebabkan oleh ketimpangan gender dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun