Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia. Sebuah kalimat bijak dari Penghapus Politik Apartheid di Afrika Selatan, Nelson Mandela diakui oleh semua orang, kalimat yang menjadi semangat dan motivasi untuk semua orang boleh dapat menempuh pendidikan.
Namun pada kenyataannya, sekolah yang merupakan lembaga pendidikan tidak menyediakan pendidikan yang memerdekakan semua manusia. Sistem pendidikan yang diterapkan malah menciptakan sebuah diskriminasi.
Kurikulum memihak kepada orang-orang kota sehingga pada praktek yang terjadi di daerah tidak efektif. Guru-guru terjebak dalam sebuah birokrasi pendidikan yang sempit dan kaku. Akibatnya, output pendidikan yang dihasilkan jauh dari harapan.
Pedalaman Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu korban diskriminasi pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikannya selalu buruk di mata pemerintah pusat, bahkan mantan Menteri Pendidikan, Muhadjir Effendy pernah menyebut pendidikan di NTT memiliki kualitas yang sangat rendah.
Meski kata-kata tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak, bagi penulis komentar ini adalah sebuah alarm untuk membangun kesadaran masyarakat NTT dalam upaya membangun sistem pendidikan yang lebih baik.
Penulis berinsiatif menulis sebuah artikel di Kompasiana dengan judul Mencari Jalan Keluar Masalah Pendidikan di NTT. Tak disangka, tulisan tersebut mengundang banyak diskusi yang akhirnya mempengaruhi penulis untuk terjun langsung di dunia pendidikan.
Dalam artikel tentang Membangun Pendidikan Alternatif di daerah, penulis menceritakan kisah penulis mengabdi di daerah hingga membangun pendidikan alternatif di kampung halaman. Selain mendukung perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia, pendidikan alternatif tersebut adalah upaya mereformasi sekolah.
Pendidikan alternatif yang penulis dirikan dalam bentuk Komunitas Belajar yang tidak hanya diperuntukkan untuk anak-anak usia sekolah tetapi juga anak-anak muda dan masyarakat yang ingin mempelajari banyak hal yang berkaitan dengan lingkungan sekitar dan potensi yang dimiliki untuk dikembangkan.
Kelompok Belajar ini diberi nama O'of Tilun dengan semboyan O'of To ma Tilun To yang berarti mengumpulkan dan mengayomi masyarakat dalam sebuah wadah pendidikan untuk terus-menerus belajar. O'of Tilun berkaitan dengan sejarah dan budaya untuk dipelajari dan terus diingat oleh generasi muda.
Bagi anak-anak sekolah, keberadaan KB O'of Tilun sebagai sebuah pendidikan alternatif (nonformal) yang menerapkan sistem pembelajaran berbasis proyek dan riset yang kontekstual. Tentunya berbeda dari kurikulum nasional yang masih jauh dari kontekstual.