Jumat (3/9/2021) sore, saya menemani anak saya ke sekolah untuk pengukuran seragam sekolah dan mengambil buku paket  pelajaran. Ini pertama kalinya ke sekolah sejak tahun ajaran baru dimulai. Anak saya begitu antusias karena akhirnya bisa melihat "dunia luar".
Mungkin karena pembelajaran tatap muka (PTM) segera dimulai yang rencananya pada Oktober, maka pihak sekolah bersegera mengadakan seragam sekolah. Terlebih para orang tua murid juga tidak sedikit yang bertanya soal seragam.Â
Masing-masing kelas sudah ditentukan waktunya untuk menghindari terjadinya kerumunan. Tibalah giliran kelas anak saya diperkenankan untuk masuk ruangan meski waktu yang sudah dijadwalkan tinggal beberapa menit lagi.
Ternyata pengukuran yang dimaksud bukan mengukur berapa lingkar pinggang, panjang lengan, lingkar lengan dan lain-lain sebagaimana lazimnya. Dalam gambaran saya, anak saya diukur pakai meteran kain, layaknya jika menjahit di tukang jahit.
Mengukur seragamnya dengan mencoba seragam berbagai ukuran yang tersedia di ruangan tersebut. Kemeja putih, rok panjang untuk siswa putri, dan celana panjang untuk pelajar putra. Semuanya tergantung di gantungan baju. Ada ukuran L, M, dan S. Sementara kemeja ukurannya dengan angka.Â
Setelah yakin dengan pilihan ukuran seragamnya, anak saya lantas mengisi lembaran kertas yang tadi disodorkan guru. Untuk rok dipilih ukuran M, untuk kemeja nomor 14.
Saya lalu ke bagian guru yang satu lagi. Guru yang bertugas mencatat pembayaran uang seragam.Â
"Berapa Bu kalau bayar lunas?" tanya saya.Â
"1,7 (juta), tapi bisa dicicil, bayar DP-nya aja dulu yang penting ada yang bisa disetor buat tukang jahitnya. Apa saja seragamnya, itu catatannya ada di papan," jelasnya.
Lalu saya melihat ke papan. Di situ, tertulis 2 stel seragam kemeja dan bawahannya, 1 stel batik, 1 stel pramuka, 1 stel olahraga, 1 buah baju muslim/baju putih, dan 1 buah topi, pin, gesper. Saya foto.