Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Ujian Sekolah 2021, Saya yang Deg-degan

19 April 2021   13:18 Diperbarui: 20 April 2021   05:43 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siswa SMP N 1 Kudus mengikuti Ujian Sekolah secara tatap muka pada Senin, (19/4/2021). (Dokumentasi: Tribun Jateng/ Yunan)

Saya juga bilang yang menentukan lulus atau tidaknya siswa, ya pihak sekolah. Nanti sekolah yang menilai, bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran di sekolah. Jadi, kelulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai US tetapi juga nilai tugas-tugas, dan perilaku.

Perilaku atau karakter menjadi indikator penting dalam penilaian karena di bagian awal Permendikbud ditegaskan tujuan sistem pendidikan harus mendorong tumbuhnya praktik belajar-mengajar yang menumbuhkan daya nalar dan karakter peserta didik secara utuh.

Dalam surat itu tertulis bukti kelulusan dikembalikan pada rapor per semester, dengan disertai keterangan baik dari peserta didik serta melalui nilai ujian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan.

Meski UN ditiadakan dan diganti dengan US, saya sebagai orangtua tetap saja ketar ketir. Mengingat pembelajaran daring yang saya amati tidak cukup efektif. Anak kurang memahami pelajaran dengan baik yang akan berdampak pada penurunan capaian belajar.

Setidaknya terlihat dari beberapa kali laporan masuk dari wali kelas mengenai tugas-tugas yang belum dikerjakan siswa. Hampir sebagian besar siswa di kelas anak saya belum mengerjakan tugas dari guru mapel, termasuk anak saya di dalamnya.  

Keterbatasan interaksi saat belajar secara online bisa membuat anak kesulitan untuk memahami penjelasan yang dipaparkan oleh guru. Terkadang anak saya juga sungkan atau ragu untuk bertanya, atau bahkan tidak berani.

Saya melihat ada tekanan psikologis pada anak, terlebih ini sudah memasuki tahun kedua pembelajaran jarak jauh. Lantaran minimnya interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan, anak bisa saja stres.

Bertanya pada orangtua kan belum tentu seperti yang disampaikan guru. Terlebih perbedaan kurikulum antara generasi saya dan generasi anak saya.

Memang sih ada alat ajar yang dibagikan sekolah untuk anak pelajari di rumah. Tapi karena belajar sendiri, jadi anak malas menyentuh alat ajar itu, dan terkadang bertanya pada saya.

"Kak, itu kan ada alat ajar. Dipelajari saja dari sana. Bunda udah bela-belain lho ambil di sekolah buat kakak belajar," kata saya, eh anak saya cuma nyengir saja.

Bagi sebagian anak, belajar di rumah secara online dianggap lebih susah dan tidak menarik daripada belajar langsung di sekolah. Ini bisa membuat anak jadi enggan untuk mengerjakan tugas yang diberikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun