Dalam hitungan detik hasilnya pun keluar yang ditandai dengan keluarnya struk berupa kertas yang berisi catatan tekanan darah saya. Hasilnya normal.
Lalu saya ditanya-tanya. Apakah saya pernah terinfeksi Covid-19, pernah tinggal serumah dengan positif Covid-19, apakah saya pernah mengalami gejala menyerupai Covid-19? Semua pertanyaan itu saya jawab "tidak".
Petugas kemudian bertanya, apakah saya punya penyakit jantung, atau ginjal? Saya jawab "tidak". Pertanyaan berikutnya apakah saya ada komorbid atau penyakit penyerta?
"Saya penyintas kanker," jawab saya.
"Kanker apa?" tanya petugas.
"Payudara?" jawab saya.
"Sudah lama?" tanyanya lagi.
"Operasi 2018, radioterapi 2019, kemoterapi 2019," jawab saya.
"Ada obat yang diminum?" tanyanya.
"Ada, tamofen," kata saya.
"Sampai hari ini minum?" tanyanya lagi.
"Iya," jawab saya.
Petugas lantas tidak mengizinkan saya untuk divaksinasi dengan alasan tersebut.
"Kata dokter yang memeriksa saya boleh kok divaksin. Sel kanker saya dalam keadaan terkontrol. Rabu kemarin kan saya kontrol, sekalian saya tanya soal vaksin Covid-19, dan jawabnya boleh. Saya juga sudah konsultasi dengan dokter RS Dharmais, katanya boleh kok divaksin," kata saya.
Petugas tetap tidak mengizinkan. Saya bilang, dokter membolehkan saya vaksin karena saya termasuk kelompok berisiko tertular Covid-19. Jadi, vaksinasi harus dan perlu.
Ia tetap tidak mengizinkan saya karena merujuk prosedur yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bahwa peserta vaksin Covid-19 dengan komorbid jika akan divaksin harus disertai dengan surat rekomendasi dokter.
"Boleh divaksin tapi harus disertai dengan surat rekomendasi dari dokter," kata petugas seraya memperlihatkan lembaran kertas yang berisi panduan orang yang boleh divaksin. Salah satunya penyintas kanker.
Waktu kontrol Rabu kemarin sih saya sempat bertanya kalau dokter membolehkan saya vaksin Covid-19 apakah saya perlu surat rekomendasi dari dokter yang menyatakan demikian? Katanya, tidak usah, dengan alasan sel kanker saya dalam keadaan terkontrol.
Jadilah saya gagal divaksin. Data saya pun disebutkan jadwal ulang. Dia bilang, saya bisa divaksin di mana saja. Di rumah sakit, puskesmas, klinik, tapi disertai dengan surat rekomendasi dokter yang menyatakan saya boleh divaksin.