Pagi-pagi, kasih kudapan apa ya buat anak-anak? Saya ke dapur, saya lihat ada tiga buah pisang tanduk yang menggantung di dinding. Kalau digoreng, bosan juga ya. Dari kemarin digoreng mulu. Ya meski suami paling doyan makan pisang goreng, tapi masa digoreng lagi digoreng lagi?
Ya sudah, saya berkreasi sajalah. Pisang saya panggang sajalah. Sepertinya enak. Kebetulan masih ada madu di kulkas. Lagi pula sepertinya seingat saya, belum pernah deh mengolah pisang seperti ini. Jadi, saya cukup penasaran juga hasilnya seperti apa.
Pernah sih makan pisang epe, makanan khas Makassar, Sulawesi Selatan. Sajian yang sering saya makan ketika masih kecil waktu tinggal di tanah angin mamiri itu. Kalau ini kan dipanggang setengah matang di atas bara.
Kalau sudah cukup lembek, pisang diletakkan di atas alat yang terbuat dari balok kayu untuk kemudian ditekan hingga berbentuk pipih atau agak gepeng. Lalu pisang dipanggang lagi.
Setelah itu, pisang diletakkan di atas piring saji dan diguyur dengan lelehan gula merah beraroma durian atau nangka.Â
Jadi, bedalah dengan pisang panggang ala saya ini hahaha... (atau jangan-jangan sudah ada yang pernah membuatnya?)
Begini cara saya membuatnya. Mudah kok. Pisang tanduk saya kupas, urat-uratnya yang menempel saya buang, lalu saya potong bagi dua. Pisang-pisang saya olesi dengan margarin biar gurihnya meresap. Alat panggangnya saya pakai teflon saja.
Mau pakai happy call malas juga. Berat soalnya. Ternyata yang berat bukan hanya rindu seperti kata Dilan, tapi juga happy call hahaha...
Sebelum dipanggang, teflon saya olesi dengan margarin. Nyalakan api dengan ukuran sedang. Panggang deh pisangnya. Jangan lupa untuk dibolak balik biar tidak hangus. Tidak lama kok. Hitungan saya sih mungkin cuma 5 menit.
Pisang yang sudah dipanggang ditaruh di piring lalu saya olesi dengan madu. Untuk mempercantik penampilan saya taburi sedikit mesis. Lalu saya sajikan buat anak-anak, dan anak-bilang enak. Alhamdulillah...
Syukurlah, makanan ringan yang cukup bergizi. Sajian yang tepat di masa pandemi Covid-19 yang belum juga menunjukkan tanda-tanda berhenti. Dalam keadaan seperti ini dibutuhkan daya tahan tubuh yang kuat untuk membentengi diri dari serangan virus Corana.