"Donat, donat, donatttt..." terdengar teriakan suara perempuan muda menjajakan dagangannya.Â
Saya sudah hapal betul karena sudah tiga bulan ini perempuan itu mengitari kompleks rumah menjual donat buatannya.
"Kak, jadi mau donat?" tanya saya pada anak pertama saya, Putik Cinta Khairunnisa, yang dijawab mau.Â
Adik-adiknya ikut menimpali mau. Donut memang menjadi camilan yang disukai anak-anak. Dari donut yang biasa-biasa saja sampai donut yang penampilannya cantik-cantik.
Dari kemarin anak pertama saya ini ngambek, donatnya habis dimakan suami. Jadi, dia minta dibelikan lagi.Â
Sebenarnya saya sudah memesan di bang David. Supir jemputan anak saya ini sekarang banting setir jualan donat dan roti sejak siswa sekolah belajarnya di rumah saja.
Pesan dadakan sih lewat WhatsApp, karena belum ada respon, jadilah saya memanggil mbak penjual donat itu.
Namanya Agisna Noftapranessa. Usianya baru 23 tahun. Saya bilang "baru" ya karena dibandingkan usia saya jelas jauh lebih tua saya hahaha...
Donat yang dijual toppingnya macam-macam. Ada rasa strawberri, cokelat, tiramisu, oreo, keju, cokelat kacang, pandan. Ada juga yang polos.
Kalau beli satuan harganya Rp5000, kalau beli 1 dus isi 6 donat dijual Rp25.000. Saya membeli 1 dus yang isi donatnya disesuaikan keinginan anak-anak.Â
Kalau soal rasa tidak diragukan lagi. Setidaknya anak-anak menyatakan demikian. Terbukti anak saya selalu minta dibelikan. Meski harganya lebih murah dibandingkan di minimarket kompleks rumah, tapi ukurannya lebih besar dan rasanya lebih enak di lidah.