Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah di Tengah Pandemi Covid-19, Memahami Arti Kesederhanaan

22 September 2020   21:28 Diperbarui: 23 September 2020   07:46 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 yang masih belum bersahabat, ternyata tidak mengurungkan niat anak pertama abang saya, yang berarti keponakan saya, Nuha Rofifah (21 tahun), melangsungkan pernikahan dengan pilihan hatinya, Dito Rama Adi Pratama, Sabtu (19/9/2020), di Artivator Cafe, Depok, Jawa Barat.

Sebelum memasuki area lokasi tamu undangan diperiksa suhu tubuh dengan menggunakan thermo gun. Jika normal lalu oleh petugas kedua telapak tangan tamu diberikan cairan hand sanitizer. Semua tamu sepertinya suhu tubuhnya dalam keadaan normal. 

Itu bisa dibuktikan dengan tidak adanya tamu yang diminta petugas harus "balik arah" sebagaimana prosedur jika ada yang suhunya di atas 38 derajat selsius maka yang bersangkutan tidak diperkenankan masuk. Mereka juga memakai masker, termasuk saya, suami, dan anak-anak.

Sudah bisa dipastikan resepsi pernikahan tidak seramai lazimnya. Undangan hanya dibatasi untuk keluarga kedua mempelai, yang itu pun jumlahnya dibatasi. Kalau saya hitung mungkin sekitar 30-35 orang. Tidak sampai 40 orang. Suasana pun tampak begitu khidmat, tidak riuh. Inginnya sih semua handai taulan hadir, tapi apa boleh buat Corona membuyarkan keinginan ini.

Menurut saya, menikah dalam kondisi pandemi yang semuanya serba dibatasi ya ada "plusnya" juga buat mempelai. Yang pasti, mempelai tidak perlu repot untuk urusan dana. Makanan yang disajikan pun dalam kotak kemasan makanan, bukan prasmanan yang biasa kita ambil sendiri. 

Ya kalau saya hitung-hitung budgetnya minimalis. Apalagi semua persiapan pernikahan ini diurus oleh pengantin perempuan bersama calon suami. Jadi bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan. Meski keponakan saya dan calon suaminya sudah bekerja di Kementerian Keuangan jelas untuk pengantin baru ini sangat melegakan kantong.

Sebelum akad nikah dimulai, penghulu memastikan kepada calon pengantin pria, apakah calon pengantin perempuan hadir? Apakah calon istri ketika disandingkan sama? Setelah dijawab dengan malu-malu bahwa ia yakin, maka sesi ijab kabul pun dimulai.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Nuha Rofifah Binti Yuliadi Purawibawa dengan maskawinnya berupa 2 gram emas dibayar tunai," kata ayah mempelai perempuan, yang tak lain abang kedua saya seraya menjabat tangan calon pengantin pria.

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Nuha Rofifah Binti Yuliadi Purawibawa dengan maskawinnya yang tersebut, tu-nai," ucap calon pengantin pria, Dito Rama Adi Pratama.

"Bagaimana, sah? Sah?" tanya penghulu sambil memandang para saksi, yang dijawab "sah". Semua yang hadirpun mengucapkan Alhamdulillah. Termasuk saya tentunya.


Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Usai ijab kabul, dilanjutkan dengan kutbah nikah, lalu foto-foto deh. Tidak ada "ritual" duduk manis di pelaminan sebagaimana layaknya pengantin. Ya simpel. Sederhana karena tidak perlu dipusingkan oleh biaya sewa gedung, catering, baju pengantin, dan segala pernak perniknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun