Mohon tunggu...
Connect Indonesia
Connect Indonesia Mohon Tunggu... -

http://www.connect-indonesia.org. Connect Indonesia was founded in January 2000 by a small group of caring individuals who are passionate about Indonesia and who care about its development and its connection to the world. As quoted by Margaret Mead:\r\n \r\n"Never doubt that a small group of thoughtful committed citizens can change the world. Indeed, it is the only thing that ever has"\r\n\r\nThe above quote has strengthen our believes that each and everyone of us can work together to create a team of volunteers to make necessary contributions to help develop Indonesia to become a prosperous nation, literate, independent and globally connected.

Selanjutnya

Tutup

Money

“Kelompok Tani” Srategi Mutahir yang Tidak Terorganisir - Industri Nenas

3 Agustus 2010   18:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:20 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kunjungan penelitian & pembelajaran - kondisi pertanian rakyat secara individu di pedesaan Indonesia Ditulis oleh: Nelly Andon Br-Torus Untuk Project Eco Farm (The Eco Farm Project) http://www.tefp.org Lokasi kunjungan: Perkebunan Nenas milik rakyat, petani desa - seluas lebih kurang 2 hektar. Lokasi: Desa Sempung - Kec.Si 5 Punggapungga - Kab. Dairi, SUMUT. Pemilik: Bapak Paian Saragih & Keluarga Tanggal kunjungan: 20 Juni 2010. =============================================================== Kelompok Tani, jembatan untuk meningkatkan kapasitas ekspor dari petani desa, mengapa tidak di organisir secara seksama? Menemukan kebun nenas bapak Paian Saragih adalah penemuan secara “kebetulan (coincidence)”, pada saat kami berhenti di warung nenas yang, berada dipiggir jalan didepan perkebunan nenas yang di kelolanya di desa Sempung, SUMUT. NENAS SUPER!! Super gede, super manis, dan super juicy!! Saya telah mencoba beberapa jenis nenas di dalam maupun di luar Indonesia, namun nenas yang ada disini betul-betul nenas yang paling nikmat. Kadar juice yang sangat tinggi dan rasa yang sangat manis, dan ukuran yang sangat raksasa, membuat saya berfikir…..”wah…ini betul-betul rajanya nenas”. Saya kurang paham varisasi nenas apa yang ditanam di perkebunan ini, yang jelas adalah variasi yang mungkin belum ditemukan oleh Delmonte Internasional (too bad!!). Sambil menikmati nenas rasa super di warung pak Paian, saya meluncurkan beberapa pertanyaan kecil, yang membuat semangat saya semakin menggebu-gebu untuk mendapatkan beberapa info tambahan mengenai situasi pertanian desa di negeri ini. Saya menawarkan, apakah beliau bersedia untuk saya wawancarai untuk saya publikasi di website Project Eco Farm, dan beliau dengan senang hati mengatakan OK. Simaklah wawancara dibawah. WAWANCARA DENGAN PETANI NENAS DI SUMUT Dengan mengagkut beberapa nenas ukuran raksasa di mobil sebagai oleh-oleh, kamipun meninggalkan “PARHONASAN” perkebunan nenas pak Paian. Di mobil, tak henti-hentinya saya berfikir banyaknya potensi ekspor dari negeri ini, namun banyak yang terbentur karena kurangnya kapasitas produksi, tentunya diakibatkan oleh pertanian yang dimiliki individu itu sering hanya setapak, tidak cukup luas untuk memenuhi permintaan import dari luar. Perkebunan seluas 2 hectar hanya berbusiness di warung? Waktu beliau mengatakan bahwa kapasitas produksi nenas yang ada dari perkebunan itu hanya mampu mememnuhi permintaan pembeli diwarungnya. Saya sangat kaget dengan pengakuan ini, karena menurut saya luas tanah 2 hectar itu sudah cukup luas, dan mungkin bisa memproduksi paling tidak ekspor ke kota besar seperti Medan. Waktu saya menanyakan apakah ada permintaan dari luar dalam jumlah besar, beliau menjawab “ada, namun kapasitas kita tidak kuat”. Beliau menceritakan bahwa sehari sebelum kunjungan kita itu, ada perusahaan dari Medan yang meminta nenas dalam jumlah 250 buah per hari, sayang perkebunan yang dikelola beliau tidak mampu menerima orderan sebesar itu. Melihat ukuran nenas dan rasanya yang sangat super diperkebunan ini, saya berfikir bahwa daerah ini pasti sangat cocok untuk pengembangan pertanian nenas. Pemerintah setempat mungkin bisa melihat kesempatan dan potensi ini dan bisa memberikan binaan kepada penduduk local yang mungkin ingin berwirausaha nenas. Tentunya dengan mengandalkan perkebunan yang sudah turun temurun seperti “PARHONASAN” ini sebagai kebun percontohan dan tempat penyuluhan. Bibit nenas superpun mungkin bisa dikembangkan melalui “PARHONASAN”, yang tentunya akan memberikan jembatan baru buat pak Paian Saragih untuk mengembangkan agrobusinessnya, “menjual bibit unggul”. Stelah interview berakhir, saya juga menyempatkan diri melihat kondisi perkebunan pak Paian, e.g cara pengolahanya, pengaturan tanamanya, dan lainsebagainya. Terus terang, saya bukan petani, bukanlah seorang ahli dalam hal berkebun nenas, namun saya sangat menictai bidang agraria dan sering mempelajari system bercocok tanam yang bagus. Di perkebunan ini saya melihat ada beberapa kekurangan dalam pengolahan perkebunan ini:

  • Jarak antara penanaman semak nenas, sangat berdekatan/sempit (cramped). Ini bisa mengakibatkan kurangnya kemampuan nenas untuk berproduksi secara bebas.

"Di PARHONASAN" Kondisi semak nenas yang terlalu rapat, tidak ada gap untuk tumbuh bebas Mustinya, nenas harus ditanam dengan system deretan dan tidak memiliki semak Yang rimbun, agar nenas bisa konsentrasi dalam produksi buah, bukan daun.

  • Di “Parhonasan”, semak kelihatanya tidak mengalami pemangkasan regular, sehingga dari satu semak, terlalu banyak cabang-cabang atau tunas baru, yang mengakibatkan kurangnya konsentrasi tumbuhan untuk memproduksi buah, sehingga energy pertumbuhan lebih banyak ke daun atau tunas2 baru.

Mengembangkan KELOMPOK TANI adalah solusi mutahir untuk menangani kurangnya produktivitas. Kenapa tidak digigihkan? Kalau kita sudah terjun dalam penelitian (research) dalam bidang agraria di Indonesia, tentunya kita juga sadar bahwa majoritas petani Indonesia itu tidak memiliki lahan yang memadai (cukup luas) untuk menghasilkan produksi besar, untuk memenuhi standar ekspor. Namun ini bukan berarti bahwa petani Indonesia harus mengkahiri perjalan agrobusinessnya sebatas warung saja, karena kurangnya strategi dan innovasi. Yang paling menyedihkan adalah, sebenarnya pemerintah telah menenumkan strategi mutahir “KELOMPOK TANI”, tapi seperti banyak hal lain di Indonesia, consep itu mudah di angkat kepermukaan, namun kelanjutanya sering tersendat-sendat atau bahkan sama sekali mati di tengah jalan karena kurangnya pembinaan dan dedikasi untuk mengembangkanya. Bayangkan, seandainya di Sempung itu kelompok tani nenas dibina dan dikembangkan dan rakyat di berikan penyuluhan dan gambaran dari potensi agribusiness nenas di daerah ini, mungkin ada harapan untuk meningkatkan perekonomian rakyat melalui industri nenas. Melalui kelompok tani, jaringan komunikasi antara pengusaha kecil bisa dibina dan saling menolong dalam meningkatkan usaha masing-masing. Melalui kelompok tani bisa diterapkan system pertanian disiplin, dimana para petani bisa menggabungkan hasil taninya untuk memenuhi kapasitas ekspor yang memadai. Para petani bisa diajari untuk menjaga mutu dan kwalitas hasil taninya, dimana hasil taninya hanya bisa tergolong dalam “produk terpadu” apabila mutu dapat lolos proses seleksi. Kalau dianalisa, hal diatas sebanarnya bukan “rocket science”. Sebagai orang berpikiran normal, hal ini bisa dicapai kalau pemerintah setempat bersedia meluangkan sedikit waktu dan kesabaran untuk memberikan suluhan dan binaan kepada petani tradisional yang mungkin tidak punya ilmu dan pengalaman dalam hal ini. Petani juga perlu dibantu untuk mencari channel penyaluran (penjualan) hasil tani tersebut. Tentunya Department Pertanian, sudah sepatutnya memberikan dukungan, paling tidak dalam bidang marketing, memamerkan (expose) adanya usaha-usaha ini didesa agar rakyat lebih giat beragrobusiness. “Parhonasan” adalah salah satu contoh dari jutaan petani yang hanya puas dengan “apa adanya” hanya disebabkan kurangnya ilmu dan tidak tau bagaimana cara untuk menjadi agribusiness yang mapan. Seaindainya pak Paian Saragih telah pernah mendapat penyuluhan bagaiman mengelola semak2 nenas agar lebih produktif, mungkin beliau sudah bisa memenuhi permintaan produksi 250 buah nenas sehari. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampui. Akhir-akhir ini sering terdengar bahwa pemerintah daerah itu (pemkab) sering mengadakan kunjungan kerja (KUNKER) ke desa-desa. Mustinya pada saat kunjungan kerja seperti ini, pemerintah daerah harus lebih menuangkan objektif kunjungannya ke arah kondisi pertanian rakyat, karena di desa itu pertanianlah jantung dari ekonomi daerah tersebut. Pemerintah daerah semestinya harus bisa menciptakan center (balai penyuluhan) di desa-desa untuk tempat penyuluhan dan pembinaan. Center yang bisa dipake sebagai lokasi rapat social dan seminar kecil-kecilan secara berkala, tempat untuk membina networking buat para petani. Melalui center ini juga dapat diberikan kesempatan untuk alumni-alumni fakultas pertanian untuk turun tangan mengembangkan ilmu yang dimilikinya dan membagikanya kepada para petani yang haus ilmu dan technologi. Jadi, selain pemerintah befungsi dalam meningkatkan produktifitas pertanian daerah yang di naungi, pemerintah juga membuka kesempatan berkarya untuk generasi muda, perangi pengangguran. Semoga para pembaca bisa mengambil hikmah dari tulisan ini. Versi PDF dari dokumen ini bisa didapatkan dihttp://www.tefp.org/KelompokTaniIssue.pdf Terimakasih. Salam Agro!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun