Mohon tunggu...
Isadur Rofiq
Isadur Rofiq Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Kau lupa Ambo, cerita hikayat lama dongeng-dongeng itu ada penulisnya. tapi ceritamu, Allah Penulisnya. @negararofiq

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antorpologi dan Kedewasaan Berpikir

12 Desember 2018   12:53 Diperbarui: 12 Desember 2018   12:59 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Is'adur Rofiq*

Gerakan separatis mengajarkan bahwa sifat sosial sangat berbeda, sehingga antrpologi dan penanaman moral harus diterapkan untuk meredam perpecahan.

Gerakan separatis bukan hal asing di Indonesia, sebut saja Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang lagi viral saat ini. Namun beda Presiden yang memimpin, beda juga cara penanganan dan penyelesaian masalah. Namun esensi penanganan pengambilan kepustusan atas konflik gerakan separatis oleh Presiden tetap sama, 'meredam gejolak dan menjaga solidaritas bangsa'.

Penembakan pekerja proyek yang dikomandoi Egianus Kogoya tanggal 1-2 Desember kemarin mempertegas bahwa gerakan separatis tetap ada, meskipun kesenjangan ekonomi dan infrastruktur di Pupua perlahan membaik. Berarti ada hal atau misi dari OPM yang belum dipenuhi oleh pemerintah Indonesia.

Penyelasaian masalah OPM ini hendaknya dilandasi dengan penyelesaian ketimpangan moral, bukan dengan penyelesaian aple to aple. Presiden Abdur Rahman Wahid atau Gus Dur pernah dihadapkan pada peristiwa OPM ini. Tanggapan Gus Dur terhadap pengibaran bendera bintang kejora adalah hal yang lumrah, karena hubungannya dengan kultural. Tanggapan Gus Dur ini menegaskan kedewasaan berpikir tentang sebuah impact misi yang belum terpenuhi. Aktualisasinya, pada zaman pemerintahan Gus Dur mengabulkan permintaan agar sebutan nama Irian Jaya diubah sebutannya menjadi Papua. Berbeda dengan zaman Presiden Soeharto yang cenderung melibatkan kekerasan oleh ABRI untuk menyelesaikan konflik Separatis OPM.

Bagi Gus Dur, kesenjangan moral adalah akar dari munculnya gerakan separatis. Bagaimana tidak, ketika kepedulian sosial dan pendidikan dikalahkan oleh kepentingan pembangunan infrasturktur, Apalagi tidak ada sinkronisasi antara budaya kultural setempat dengan pemunculan infrasruktur yang terkesan modernasi prematur. Gus Dur memperjuangkan misi warga negara yang berusaha menempatkan seluruh unsur warga negara secara setara. Masyarakat Papua sama-sama mempunyai aspirasi yang harus dipenuhi oleh pemerintah.

Dirasa sangat penting mengawal pendapat Gus Dur dalam menghadapi konflik gerakan separatis. Aktualisasi Kultural toleransi yang digencarkan Gus Dur menjadi monumen bahwa gerakan separatis tidak harus ditanggapi dengan kekerasan. Antropologi kehidupan segera diaktualisasikan agar mengerti tentang sebuah sifat atau moral yang berbeda setiap individu. Misi mungkin menjadi harga mati bagi kalangan OPM, namun misi bisa dihancurkan jika kita melakukan hal yang memanifestasikan kesenjangan moral .

Antropologi manusia pada hakikatnya melihat atau meganalisis sifat manusia secara menyeluruh. Koentjaraningrat (Bapak Antropolog Indonesia) menyatakan bahwa Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan. Namun realitanya, pembangunan peradaban hanyalah terbatas pada pembangunan infrastruktur, dimensi pembangunan peradaban seharusnya ditekankan pada sebuah relasi antar umat bernegara dengan mengakomodir moralitas 'pernebengan'.

Beasiswa Afirmasi Mahasiswa Papua

Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan tinggi (Kemenristekdikti) patut diapresiasi dengan program beasiswa afirmasi. Hal ini merupakan program keberpihakan pemerintah terhadap putra-putri bangsa yang Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Namun permasalahan yang muncul adalah kuota yang masih kecil. Tercatat pada tahun 2018, kuota untuk penerima Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi Mahasiswa Provinsi Papua dan Papua Barat hanya sebanyak 600 Mahasiswa. Permasalahnnya juga adalah tidak seluruh PTN di Indonesia menyelenggarakan program Afirmasi tersebut.

Andaikan kuota beasiswa afirmasi tersebut diperbanyak dan PTN penyelenggara juga diperluas, maka tentu animo pembibitan tunas bangsa dari papua dapat bersaing dengan daerah lain, kedewasaan moralitas akan terbangun sejak dini, dan Progress solidaritas antar sosial di negeri ini akan menemukan titik terang, sehingga tidak ada lagi gerakan separatis yang memprihatinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun