Sebagai seorang mahasiswa yang tidak terlepas dari sosial media, saya sudah terbiasa melihat berbagai isu yang lagi trend mulai dari politik, bisnis, ekonomi atau berbagai macam berita lain. Namun beberapa hari terakhir ini, perhatian saya tertuju pada salah satu berita yang berulang kali muncul di beranda saya tentang "All Eyes On Global Sumud Flotilla" yang mana tanpa saya sadari ternyata hal ini berkaitan dengan teori Aksi-Kolektif dari Charless Tilly. Nah, apasih Global Sumud Flotilla itu? singkatnya, Global Sumud Flotilla (GSF) adalah gerakan kemanusiaan internasional yang berlayar ke Gaza untuk mendobrak blokade Israel, tujuannya adalah menyalurkan bantuan dengan cara berlayar langsung lewat jalur laut dan menolak blokade Gaza. Awalnya saya pikir itu hanya sebatas trend biasa yang sebentar lagi juga bakal hilang. Tetapi ketika saya mencoba mencari tahu lebih dalam ternyata saya baru sadar kalau ini bukan sekedar trend atau tagar di medsos, tapi ini adalah gerakan aksi nyata. Dari situ saya mencoba berpikir sejenak, apakah selama ini saya bisa dibilang cukup peduli dengan hanya memposting ulang vidio atau hanya mengetik komentar di tiktok maupun instagram? Tetapi ketika saya melihat ratusan orang di berbagai negara yang rela berlayar ratusan bahkan ribuan kilometer demi misi kemanusiaan ke Gaza, apakah tindakan saya tadi masih di anggap peduli ? atau sekedar penonton tragedi dunia? setidaknya saya sudah berusaha menyuarakan solidaritas dan kepedulian sosial saya terhadap isu tersebut sebagai mahasiswa yang hidup di zaman digital, walaupun saya hanya bisa menyuarakan lewat media sosial tanpa melompat ke kapal dan berlayar ke Gaza. Bagi saya, aksi Flotilla ini menyadarkan kita bahwa solidaritas harus tulus dan konsisten, dengan demikian "All Eyes On Global Sumud Flotilla" bukan sekedar fenomena emosional melainkan cerminan modern dari teori Aksi-Kolektif dalam praktik nyata.
Saya mengenal pertama kali teori Aksi-Kolektif Charless Tilly dari buku " From Mobilization To Revolution (1978)". Buku ini menjelaskan bahwa sebuah aksi tidak bisa dianggap sebagai gerakan sosial hanya karena adanya sekelompok orang yang bertindak bersama. Menurut Tilly, agar suatu aksi bisa disebut sebagai gerakan sosial harus mempunyai beberapa unsur penting agar bisa membedakannya dengan tindakan kolektif biasa. la bisa dikatakan Aksi-Kolektif jika gerakan tersebut memenuhi tiga unsur utama, yakni organisasi yang jelas, mobilisasi sumber daya yang konkret, dan klaim politik yang ditujukan kepada pihak yang berkuasa. Menurut pemahaman saya, Aksi-Kolektif seperti "Global Sumud Flotilla" menjadi bukti paling nyata dari gerakan sosial karena mereka bukan sekadar bersimpati, tetapi mereka juga berani berpartisipasi dengan tidak memperdulikan risiko yang akan mereka hadapi. Kabar terbaru yang saya dapatkan kemarin, tercatat 42 kapal yang tergabung di GSF dan lebih dari 500 relawan dari berbagai negara. Menurut laporan di situs resmi saat ini, sebanyak 461 relawan termasuk aktivis telah terperangkap dan diculik oleh Israel. Kebanyakan kapal-kapal yang terperangkap itu berada di perairan internasional yang mana Israel tidak mempunyai hak sama sekali disitu. Saat kapal-kapal tersebut nekat menembus blokade Gaza demi mengirim bantuan, dunia hanya bisa menonton dan belum ada sikap tegas dari negara-negara besar, justru mereka hanya diam bahkan pura-pura tidak tahu. Setelah melihat berita ini saya sadar, ternyata dunia tidak berubah hanya dengan simpati di balik layar, karena perubahan membutuhkan aksi nyata, konsistensi dan keberanian. Gerakan tersebut mengajarkan kita bahwa solidaritas bukan soal seberapa keras kita bersuara di media sosial, tetapi sejauh mana kita mau turun tangan bukan hanya ikut menyaksikan.
Teori Aksi-Kolektif ini di perkenalkan oleh Charless Tilly, seorang sosiolog terkemuka asal Amerika Serikat yang lahir pada 27 Mei 1929 di Lombard, Illinois, Amerika. Ia merupakan sejarawan yang menulis tentang hubungan antara politik, dan masyarakat, la lulus dari Universitas Hardvard dengan gelar sarjana pada tahun 1950 dan gelar sosiologi pada tahun 1958, ia juga belajar di Universitas Oxford dan Univesitas Katolik di Angers, Prancis. Pemikiran Charless Tilly banyak dipengaruhi oleh beberapa tokoh dan aliran besar dalam ilmu sosial diantaranya ada Karl Marx, Max Weber, Herbert Spencer dan tokoh-tokoh lain. la berkontribusi lewat karya-karyanya dengan menulis 51 buku dan minograf serta lebih dari 600 artikel ilmiah. la menerima berbagai penghargaan, termasuk penghargaan Albert O. Hirschman dari Dewan Riset Ilmu Sosial. Tilly tumbuh di masa penuh perubahan politik setelah perang dunia II dan pada saat itu berbagai gerakan sosial bermunculan. Kondisi ini membuat Tilly semakin tertarik untuk mempelajari hubungan antara negara, kekuasaan dan masyarakat. la ingin memahami bagaimana rakyat bisa bersatu menantang penguasa melalui Aksi-Kolektif dan bagimana proses itu membentuk sejarah politik modern. Dan di akhir hayatnya, ia meninggal dunia karena limfoma pada 29 April 2008.
REFERENSI
Tilly, C (1978). From Mobilization To Revolution. Reading. MA: Addison-Wesley
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI