Mohon tunggu...
Nazwa Adawiyah Safitri
Nazwa Adawiyah Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang yang mencintai kata ✒️, senang menulis tentang kisah hidup, isu sosial politik, dan pengalaman yang membentuk karakter.✨

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Cantik Harus Sempurna? Saatnya Kita Tanya, Siapa Sebenernya yang Menentukan?

5 Agustus 2025   06:23 Diperbarui: 5 Agustus 2025   06:23 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan yang terpuruk memiliki wajah yang kusam. Sumber: Pinterest.

Kenapa Perempuan Begitu Terobsesi dengan Kecantikan?
Setiap hari kita melihat standar baru soal cantik entah kulit harus mulus, badan langsing, hidung mancung, alis presisi, gaya kekinian. Rasanya, kalau nggak sesuai standar itu, kita dianggap "kurang". Kurang menarik, kurang pantas, bahkan kadang dianggap kurang berharga. Padahal, banyak dari kita sadar bahwa kecantikan bukan segalanya. Tapi entah kenapa, rasa minder itu tetap ada. Rasanya malu kalau keluar rumah dengan wajah polos. Takut nggak dipandang. Takut disangka nggak merawat diri. Takut kelihatan "murahan", padahal kita cuma jadi diri sendiri.

Benarkah Masyarakat Lebih Memuja Penampilan?
Mari kita jujur, memang orang yang cantik secara fisik sering kali dipandang lebih baik. Dapat pujian lebih banyak. Diberi kesempatan lebih dulu. Dianggap lebih pintar, lebih layak, lebih sopan meski belum tentu begitu kenyataannya. Sementara perempuan yang tak masuk kategori "cantik ideal" sering kali harus berjuang dua kali lebih keras untuk mendapat pengakuan.

Kenapa bisa begitu? Apakah semua itu adil?
Standar Itu Dibentuk, Bukan Diciptakan Alam. Sebenarnya, siapa sih yang bikin standar cantik itu?
Jawabannya: masyarakat sendiri, lewat media, tren fashion, algoritma media sosial, bahkan lirik lagu dan iklan. Lambat laun, tanpa sadar kita semua ikut main dalam "permainan" itu. Kita jadi merasa harus tampil sempurna agar tidak tertinggal, agar tidak diremehkan, agar diakui.

Dan yang paling ironis, bahkan perempuan yang tahu semua ini pun masih terjebak. Karena di luar sana, kalau kita tidak ikut arus, kita dikomentari. Kalau tampil apa adanya, dianggap tidak niat. Kalau tidak memenuhi ekspektasi, dicap tidak layak.

Kita Boleh Ingin Tampil Menarik, Tapi Jangan Kehilangan Diri Sendiri
Saya sendiri pernah berada di titik merasa malu karena tidak mengikuti standar kecantikan. Padahal saya tahu, yang saya miliki, baik wajah, bentuk tubuh, maupun gaya, itu tetap punya nilai. Tapi masyarakat membuat kita berpikir, kalau kita tidak seperti "mereka", kita tidak cukup baik. Kita boleh berdandan. Boleh pakai skincare. Boleh tampil menawan. Tapi semua itu harus dimulai dari rasa mencintai diri sendiri bukan dari rasa ingin diterima orang lain.

Karena kecantikan sejati bukan cuma soal wajah. Tapi bagaimana kita menjaga tubuh tetap sehat, pikiran tetap waras, lingkungan tetap positif, dan hati tetap tenang.

Cantik Itu Luas, Tidak Satu Warna
Cantik itu bukan hanya glowing. Bukan hanya yang ikut tren. Cantik adalah:
-yang sehat pikirannya dan tahu batas diri
-yang punya gaya sendiri dan percaya diri menjalaninya
-yang tahu kapan harus istirahat dan kapan harus berjuang
-yang tahu bahwa nilai diri tidak ditentukan dari pantulan cermin, tapi dari isi kepala dan isi hati

Yuk, Rebut Arti Cantik Versi Kita Sendiri
Saatnya kita berhenti mengejar standar yang tidak pernah cukup.
Kalau terus mengikuti standar yang diciptakan media, kita akan terus merasa kekurangan.
Kita tidak harus cantik menurut mereka. Kita cukup jadi versi terbaik dari diri kita sendiri.
Dan kalau dunia belum bisa menerima itu, mungkin justru dunia yang harus berubah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun