Setelah 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada 1985, pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH. Pihak-pihak swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah orientasi pihak-pihak swasta tersebut dengan menyeimbangkan antara orientasi pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal dengan istilah PIH Plus. Pada 1987, pemerintah mengeluarkan keputusan tentang PIH dan Umrah Nomor 22 Tahun 1987 yang selanjutnya disempurnakan dengan mengeluarkan peraturan PIH dan Umrah Nomor 245 Tahun 1991 yang lebih menekankan pada pemberian sanksi yang jelas kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Pembatasan jemaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian kuota haji diterapkan pada 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) untuk mencegah terjadinya kelebihan jamaah seperti yang terjadi pada 1995 dan sempat menimbulkan keresahan serta kegelisahan di masyarakat, khususnya calon jemaah haji yang telah terdaftar pada tahun  tersebut, namun tidak dapat berangkat.Â