Mohon tunggu...
Navirta Ayu
Navirta Ayu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Yogyakarta

kritik dan saran dikirimkan ke navirta@staiyogyakarta.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Money

KONSEP KONSUMSI DALAM EKONOMI ISLAM

11 Desember 2017   14:23 Diperbarui: 10 Januari 2018   23:15 18779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dasar perilaku konsumsi antara konvensional dan muslim berbeda. Perilaku konsumen konvensional menempatkan kepentingan pribadi dan utilitarianisme yang bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan dengan dasar filosofis Rational Economic Man, positivisme, dan hukum say. Perilaku konsumsi dalam ekonomi Islam berdasarkan prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an surah al-A'raf ayat 31 yang artinya : "Wahai anak cucu Adam!  Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan sungguh Allh tidak menyukai orang-orang yang berlebihan-lebihan."

Konsumsi bagi seorang muslim hanya sekedar perantara untuk menambah keuatan dalam menaati Allah SWT,  untuk memiliki indikasi positif dalam kehidupannya. Seseorang muslim tidak akan merugikan dirinya didunia dan diakhirat, karena memberikan kesempatan pada dirinya untuk mendapatan dan memenuhi konsumsinya pada tingkat melampaui batas, membuatnya sibuk mengejar dan menikmati kesenangan dunia sehingga melalaikan tugas uttama dalam kehidupan ini. Ada ungkapan yang terkenal dalam ekoknomi kapitalis bahwa "konsmen adalah raja". Ungkapan ini digunakan untuk memberi dorongan agar dalam memberikan pelayanan posisi konsumen ditempatkan sebagai "Raja". Sisi kepuasan konsumen dijadikan  perhatian yang utama, sehingga jangan sedikitpun kebutuhannya terabaikan, yang mengakibatkan timbulnya rasa kekecewaan. dalam batas tertentu, teori ini mungkin mengandung kebenaran. akan tetapi bia ditelusuri lebih dalam, onsumsi dalam perspektif ekonomi Konvensional ini dipahami nampaknya sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan. pandangan ini meniscayakan bahwa segala keinginan konsumen ditempatkan sebagai tujuan dan arah segala aktifitas perekonomian. bahkan boleh jadi melalui teori ini hakikat kebahagiaan manusia tercermin daam kemampuan mengkonsumsi segala apa yang diinginkkan, akibatnya tibullah keserakahan, peipuan,korupsi dan lain sebagainya yang pada gilirannya bermuara kepada terpenuhinya semua keingiinan. Dalam perspektif ekonomi Islam, konsumsi bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan individu, sebagai konsumen dalam rangkka memenuhi perinah Allah SWT, tetapi lebih jauh berimpikasi terhadap kesadaran berkenaan dengan kebutuhan individu orang lain. Oleh karenanya dalam konteks adanya keizinan untuk mengkonsumsi rezeki yang diberian oleh Allah SWT, sekaligus terpikul tanggung jawab untk memberian perhatian terhadap keperluan hidup orang yang tidak punya,baik yang tidak meminta (al-Qn) maupun yang meminta (al-Mu'tar), bahan untuk orang-orang yang sengsara (alBs) dan fakir miskin. Konsumsi bagi seorang muslim hanya sekedar perantara untuk menambah kekuatan menaati Allah, yang memiliki indikasi positif dalam kehidupannya. Seseorang muslim tidak akan merugikan dirinya didunia dan diakhirat, karena memberikan kesempatan pada dirinya untuk mendapatkan memenuhi konsumsinya pada tingkat melampaui batas, membuatnya sibuk mengejar dan menikmati kesenangan dunia sehingga melalaikan tugas utamanya dalam kehidupan ini.

Dalam pendekatan ekonomi Islam, konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penawaran atau penyediaan. Perbedaan ilmu ekonomi konvensional dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi konvensional. Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatankegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemaslahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan alQur'an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya. Syari'at Islam menginginkan manusia mencapai dan memelihara kesejahteraannya. Imam Shatibi menggunakan istilah maslahah, yang maknanya lebih luas dari sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan-tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini.

 Menurut islam, anugrah-anugrah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugrah itu berada ditangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugrah-anugrah itu untuk diri sendiri. Orang lain masih berhak atas anugrah-anugrah tersebut walupun mereka tidak memperolehnya. Dalam ekonomi islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip:  

Prinsip Keadilan 

Dimana prinsip syariat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari maanan dan minumam secara halal dan tidak dilarang hukum. misalnya dalam soal makanan an minuman yang terlarang adalah : darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama selain Allah SWT dengan maksud mempersembahkan sebagai kurban untuk memuja berhala dan tuhantuhan lain.

Prinsip Kebersihan

Syarat yang kedua ini maksudnya adalah harus baik dan cocok ketika dikonsumsi makanandan minumannya tidak kotor ataupun menjijikan sehingga tidak merusak selera, karena itu tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. dari semua yang diperbolehkkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.

Prinsip Kesederhanaan

Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minumam dari sikap yang tidak berlebih-lebihan, yang berarti jangan makan secara berlebih. prinsip tersebut tentu berbeda dengan ideologi kapitalisme dalam berkonsumsi yang menganggap konsumsi sebagai suatu mekanisme untuk menggenjot suatu produksi dan pertumbuhan. Semakin banyak permintaan maka semakin banyak barang yang diproduksi. Disinilah kemudian timbul pemerasan, penindasan terhadap buruh agar harus bekerja tampa mengenal batas waktu guna memenuhi permintaan. Dalam Islam justru berjalan sebaliknya: menganjurkan suatu cara konsumsi yang moderat, adil dan proposional. Intinya dalam islam konsumsi harus diarahkan secara benar, agar keadilan dan kesetaraan untuk semua bisa tercipta. 

Prinsip Kemurahan Hati

Dengan menaati perintah Islam tidak ada bahaya mauun dosa ketika memakan dan meminum makanan halal yang disediakan oleh Tuhan. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntunan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintah- Nya. 

Prinsip Moralitas

Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan berakhirnya, yakni untuk meningkatkan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim diajarkan untuk mnyebut nama Allah sebelum makan dan seseudah dan menyatakan terimakasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginankeinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia. 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Konsep Islamic man menempatkan manusia sebagai hamba Allah yang bertugas untuk beribadah dan sebagai khalifatullah yang harus mengemban amanah dalam melaksanakan kegiatan memakmurkan (imarah) bumi sebagai aktivitas duniawi. Maka kegiatan konsumsi yang merupakan bagian dari aktivitas duniawi harus masuk ke dalam bagian tugas seorang Muslim secara keseluruhan. Sehingga tidak ada pemisahan antara urusan duniawi dan ukhrawi, antara ekonomi dan agama. Hal ini mencerminkan keseimbangan yang menjadi prinsip mendasar dalam ajaran Islam.
  
 

Navirta Ayu

Mahasiswa Pascasarjana MSI UII

Yogyakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun