Sebagian dari kita mungkin pernah menganggap Pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah "wajib tapi membosankan". Materinya terasa formal, penuh teori, dan sulit dirasakan manfaatnya dalam kehidupan kampus sehari-hari. Padahal, kalau kita mau menengok lebih dalam, Pendidikan Pancasila justru memegang peran penting untuk membentuk karakter mahasiswa Indonesia. Bukan hanya pintar secara akademik, tapi juga punya moral, empati, dan cinta tanah air.
Lihat saja kondisi bangsa hari ini. Korupsi masih merajalela, banyak orang enggan membayar pajak, lingkungan rusak tanpa rasa bersalah, bahkan perpecahan karena perbedaan makin sering terjadi. Semua itu menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila seperti keadilan, gotong royong, dan kemanusiaan belum benar-benar kita jalankan. Di sinilah Pendidikan Pancasila dibutuhkan bukan untuk menghafal lima sila, tapi untuk menghidupkannya dalam perilaku nyata.
Bagi mahasiswa, Pancasila seharusnya menjadi pedoman dalam bersikap di dunia kampus. Misalnya, ketika kita menghormati dosen, menghargai pendapat teman yang berbeda, atau aktif dalam kegiatan sosial. Saat itulah nilai-nilai Pancasila hidup. Pendidikan Pancasila bukan hanya soal ideologi negara, tetapi tentang bagaimana kita belajar menjadi manusia yang utuh: cerdas secara intelektual, kuat secara moral, dan rendah hati dalam tindakan.
Kalau kita lihat sejarahnya, Pancasila bukan barang baru yang tiba-tiba muncul. Ir. Soekarno sudah memperkenalkannya sejak 1 Juni 1945 sebagai dasar persatuan bangsa. Sayangnya, semangat itu sempat memudar. Setelah masa reformasi, banyak kampus bahkan sempat menghapus mata kuliah ini dari kurikulum. Untungnya, sejak 2012, pemerintah kembali mewajibkannya tanda bahwa negara sadar, karakter bangsa tidak bisa dibangun tanpa fondasi nilai yang kuat.
Namun, tantangan Pendidikan Pancasila di masa kini memang tidak kecil. Banyak mahasiswa merasa topiknya tidak relevan dengan zaman digital. Sementara itu, krisis keteladanan di kalangan pejabat dan maraknya gaya hidup konsumtif membuat nilai-nilai Pancasila tampak jauh dari kenyataan. Maka, sudah saatnya dosen dan lembaga pendidikan mengubah cara mengajar bukan sekadar ceramah, tapi lewat diskusi, proyek sosial, atau pengalaman nyata yang menghidupkan nilai-nilai kebangsaan.
Bayangkan kalau setiap mahasiswa benar-benar menjadikan Pancasila sebagai gaya hidup. Kita akan lebih peduli terhadap sesama, jujur dalam berkarya, dan adil dalam bersikap. Kampus pun bisa menjadi ruang tumbuhnya karakter Pancasila: tempat kita belajar bukan hanya tentang ilmu, tetapi juga tentang kemanusiaan, empati, dan tanggung jawab sosial. Itulah esensi pendidikan yang sesungguhnya.
Jadi, sebelum kita mengeluh tentang tugas atau ujian Pendidikan Pancasila, mungkin kita perlu bertanya pada diri sendiri: sudah sejauh mana kita mempraktikkan Pancasila dalam hidup sehari-hari? Karena sejatinya, menjadi mahasiswa yang berjiwa Pancasila bukan soal nilai di transkrip, tetapi tentang bagaimana kita memberi makna pada kehidupan berbangsa dengan hati, aksi, dan kesadaran diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI