Mohon tunggu...
Naura Fadhilah Dhaniya
Naura Fadhilah Dhaniya Mohon Tunggu... Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Saya adalah seorang mahasiswi Fakultas Hukum yang memiliki minat besar dalam dunia literasi dan analisis hukum. Hobi saya menulis dan membaca telah membantu saya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mendalam, terutama dalam membedah berbagai persoalan hukum. Ketertarikan saya pada kajian kasus mendorong saya untuk terus belajar, menggali sudut pandang, dan memahami dinamika hukum dari berbagai perspektif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik atau FOMO? Reaksi Publik Soal Bendera One Piece

3 Agustus 2025   17:42 Diperbarui: 3 Agustus 2025   17:42 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa hari terakhir, jagat media sosial diramaikan oleh sebuah video yang memperlihatkan bendera bajak laut dari anime One Piece, tepatnya Jolly Roger milik kelompok Topi Jerami yang dikibarkan di tiang bendera yang biasa digunakan untuk mengibarkan Merah Putih. Aksi ini direkam dan diunggah sendiri oleh pelakunya, diduga dalam konteks candaan atau ekspresi fandom terhadap serial tersebut. Namun, tindakan ini menjadi kontroversial karena dilakukan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan, dan di tempat yang secara simbolik sangat sensitif yaitu tiang bendera. Dalam video yang beredar, tampak jelas seseorang dengan santai mengibarkan bendera "Jolly Roger" milik kelompok Topi Jerami dari anime One Piece. Tindakan ini kemudian disusul dengan banyak konten yang serupa. Meski terlihat sebagai candaan atau bentuk fandom, tindakan ini dinilai tidak pantas karena dilakukan di tiang bendera nasional, apalagi menjelang peringatan Hari Kemerdekaan.

Secara hukum dan etika, tiang bendera yang biasa digunakan untuk Merah Putih bukanlah ruang bebas ekspresi. Ia memiliki nilai historis dan simbolik yang tinggi dalam kehidupan berbangsa. Maka ketika simbol asing, bahkan fiktif dikibarkan di tempat itu, wajar jika memicu kegelisahan publik. Reaksi publik pun terbelah. Sebagian besar mengecam keras aksi tersebut sebagai bentuk yang kurang menghormati simbol negara. Tak sedikit pula yang mendorong agar pelakunya diberi sanksi sebagai efek jera. Ada pula yang membela, menganggap itu hanya bentuk ekspresi budaya pop dan tidak perlu dibesar-besarkan. Namun yang menarik, muncul fenomena lain, yaitu reaksi publik yang masif tapi cenderung reaktif, banyak yang marah, tapi tidak sepenuhnya memahami konteks atau substansi dari apa yang sebenarnya terjadi.

Beberapa komentar menunjukkan kemarahan berlebihan, bahkan bernada ancaman, sementara lainnya tampak hanya ikut-ikutan menyuarakan kecaman karena tren viral tanpa analisis lebih jauh. Di sinilah muncul pertanyaan besar: apakah ini bentuk kepedulian tulus terhadap simbol negara? Ataukah hanya luapan emosional yang dipicu oleh algoritma media sosial?

Tindakan mengibarkan bendera bajak laut di tempat simbolik seperti tiang bendera memang pantas dikritik. Tapi reaksi publik pun tak lepas dari sorotan. Apakah kemarahan ini lahir dari kesadaran berbangsa yang kuat, atau sekadar reaksi massal demi tampil "peduli" di ruang digital?


Sebab, menariknya, polemik bendera bajak laut ini muncul di tengah situasi sosial-politik yang sedang tidak tenang. Banyak kebijakan publik yang menuai kritik, isu soal keadilan yang belum tuntas, hingga keresahan terhadap ruang kebebasan berekspresi yang makin sempit. Dalam konteks ini, wajar jika sebagian orang mulai bertanya-tanya, apakah reaksi keras terhadap bendera One Piece ini murni soal nasionalisme, atau justru bentuk pelampiasan terhadap keresahan kolektif yang belum punya saluran?
Lebih jauh lagi, jangan-jangan fenomena ini justru memperlihatkan satu wajah lain dari budaya digital kita: FOMO kolektif. Kita ramai-ramai bicara karena takut ketinggalan, ikut mengecam karena semua orang juga melakukannya, tanpa sempat berhenti untuk bertanya sebenarnya apa substansi dari kemarahan ini? Siapa yang sebenarnya kita kritik? Dan apa yang sebenarnya kita bela?

Perdebatan soal bendera One Piece yang dikibarkan di tiang Merah Putih bukan semata perkara benar atau salah. Tindakan tersebut tepat atau tidak tepat, dan layak atau tidak untuk dianggap sebagai dikritik sebagai bentuk ketidaksensitifan terhadap simbol negara. Namun, cara kita meresponsnya pun patut dipertanyakan. Apakah kemarahan itu datang dari kesadaran kebangsaan yang utuh, atau sekadar dorongan sesaat karena isu ini sedang ramai?

Di era digital, opini publik bisa terbentuk dalam hitungan detik, tapi kesadaran mendalam butuh proses. Publik perlu lebih jujur dalam mengevaluasi, apakah kita sedang benar-benar membela nilai atau hanya sedang ingin terlihat benar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun