Mohon tunggu...
Naufal Samudra
Naufal Samudra Mohon Tunggu... Mahasiswa - 13 02 99

Kalo ada yang sulit knapa harus yang mudah ✌🏼

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ini Kita, atau Siapa?

15 Maret 2019   02:13 Diperbarui: 15 Maret 2019   11:38 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benar apa yang ibumu katakan, engkau harus menyetujuinya. Petuah kedua orang tuaku yang mencoba membujukku. Aku menghela napas pelan, menguatkan tanganku yang bergetar, merambat ke otakku yang semakin gentar.

"Maafkan aku, aku tidak bisa melakukannya. Aku hanya ingin memilih jalan hidup sendiri." Tiba - tiba detak jantungku berpacu mengiringi setiap kata yang kuucapkan tadi dan dengan tiba -tiba pula ia terdiam lagi. 

Lirih merambat ke gendang telingaku, terdengar pelan tapi melontarkan tubuhku tuk bangkit mendahului cahaya hangat yang sedang jatuh cinta dengan dinginnya pagi, ternyata si bunga tidur yang telah membuatku gemetar semalam.

Ini kisahku, tapi bukan sepenuhnya menjadi milikku, tapi biarlah ini memang kenyataannya.
Seperti layaknya anak-anak seumuranku, masa remaja adalah masa bahagia, dimana kita sudah mulai dewasa dan jamannya mencoba- coba. Jaman yang seharusnya kita curahkan untuk sepenuhnya mencari jati diri kita, mencari apa sebenarnya yang kita miliki dan kita inginkan. Tapi semuanya Bull shit! Kita bagai seorang tahanan yang tengah menunggu vonis dijatuhkan. Menunggu bom waktu yang sudah terpasang. Itulah sebenarnya kita. 

Mataku mendadak berat, saat melihat ibu yang selalu menatapku nanar, antara sedih, jengkel, atau mungkin malu bahkan mungkinkah bahagia? Saat itu, saat dimana beliau di panggil oleh wali kelas dan bk sekolahku. "Dia anak yang baik bu... akankah ibu perlu selalu memikirkan ini semua,  masih sangat muda, ia ingin mewujudkan mimpinya, walau sulit tapi memang ini proses yang harus ia tapaki satu - persatu." Ucapan itu nampaknya sedikit memuaikan kabut di pikiran ibuku. 

"Bukannya melarang bu... ", perkataan ibuku seolah luluh dengan omongan mereka, "Anak ini itu sebenarnya saya didik agar secara pergaulan dan minatnya bisa terarah." "Aku tidak nakal bu, aku hanya ingin Ibu dan Bapak tahu dan mengerti bahwa aku bisa membanggakan kalian dengan caraku sendiri, cara yang tumbuh dari ide dan pikiranku sendiri, dari hatiku sendiri bu, biarlah ini tumbuh dengan tulus, dengan sepenuh hati bukannya tiap manusia di ciptakan berbeda dengan bakatnya sendiri - sendiri, masak aku nggak boleh mencarinya sendiri. Jujur, walau memang aku selalu mengecewakan orang tuaku dan sekali lagi sekarang sepertinya hal itu terulang kembali dan sangat merasa bersalahnya bibir ini yang enggan membantu nafsuku berkata itu padaku.  "Guruku pun menyahuti perkataanku tadi, memang benar bu apa yang di katakannya."

Amarah tak mampu kutekan lagi tapi apa mau di kata, jujur aku tak tega sebenarnya mengatakan hal ini pada ibuku tapi mau bagaimana lagi ? Kejujuran memang harus di utarakan, walaupun itu terkadang menyakitkan. Hatiku yang paling dalam tidak bisa membiarkan budaya dengan pemikiran kolot ini terus berlanjut. Walau memang nasihat orang tua harus di dengarkan tapi sampai kapan ? Sampai kapan hati kita harus terus bungkam ? Hanya mungkin perlu menggunakan momen dan implementasi yang tepat agar orang tua kita tidak tersinggung, walau memang itu menyinggung. 

Setelah kejadian itu hampir dua minggu bapak ibukku menjadi diam saat aku di rumah. Jarang bicara, suka sibuk dengan HP nya sendiri, atau mereka mungkin lebih sayang dengan benda kotak tipis dengan label smartphone itu ? Atau memang mereka lebih menganggap benda itu memang smart ketimbang aku yang selalu bikin pusing dengan segala hal yang mereka anggap salah itu ? 

Tapi seiring waktu mereka nampak lebih legawa, memang, itu yang seharusnya di lakukan. Mengarahkan boleh, tapi kalau mengharuskan jangan. Membatasi boleh, tapi jangan sampai menyekat - nyekat. Mungkin terkesan sok tau dan durhaka anak ini, wajar jika kalian mengataiku dengan itu semua. Tapi memang ini jalan hidupku, jalan yang masih panjang, bisa salah bisa benar, semua sangat relatif dan paradoks dalam hidup ini. Tapi pertanyaan yang pasti saat ini, sampai kapan ? Sampai kapan kita, atau aku, atau kamu, bahkan kalian, terus bersembunyi seperti ini ? 

Ini Kita, atau Siapa ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun