Mohon tunggu...
Jonathan Mabreva
Jonathan Mabreva Mohon Tunggu... Mahasiswa

Suka belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kenaikan harga emas 2025 : Peran bank sentral dan implikasinya bagi ekonomi global

23 September 2025   12:08 Diperbarui: 23 September 2025   12:08 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi gambar kenaikan Emas,Sumber : Copilot

Pada tahun 2025 yang menembus USD 2.400 per troy ounce menjadi fenomena besar di kancah internasional. Lonjakan ini tidak hanya dipicu oleh konflik geopolitik dan inflasi global yang tak terkendali, tetapi juga erat kaitannya dengan kebijakan bank sentral, terutama Federal Reserve. Keputusan The Fed menahan suku bunga dengan sikap dovish membuat emas semakin menarik bagi investor. Hal ini wajar, karena emas dipandang sebagai aset safe haven ketika ketidakpastian meningkat, sekaligus menjadi instrumen lindung nilai terhadap pelemahan dolar AS. Dengan kondisi tersebut, investor global mengalihkan portofolio mereka ke emas, mendorong permintaan dan harga logam mulia ini ke rekor tertinggi. Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya keterkaitan antara kebijakan moneter bank sentral dengan pergerakan harga emas di pasar internasional.(Sumber: Pojok Jakarta, 2025)


Kebijakan bank sentral memiliki peran vital dalam memengaruhi arah harga emas. Secara umum, emas adalah aset non-yield, sehingga tidak memberikan bunga atau imbal hasil. Namun, ketika bank sentral menahan atau menurunkan suku bunga, opportunity cost memegang emas berkurang, membuatnya lebih diminati. Tahun 2025 memperlihatkan hal ini dengan jelas: The Fed, bersama bank sentral Eropa dan Asia, memilih kebijakan moneter longgar untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dampaknya, permintaan emas melonjak, tidak hanya dari investor individu tetapi juga institusi keuangan besar yang meningkatkan alokasi aset mereka. Lonjakan tersebut memperkuat posisi emas sebagai instrumen lindung nilai yang efektif, baik terhadap inflasi maupun ketidakpastian politik global. Kondisi ini membuktikan bahwa selain faktor eksternal seperti konflik dan inflasi, arah kebijakan bank sentral dunia adalah motor utama yang menggerakkan harga emas.
(Sumber: Pojok Jakarta, 2025)


Meski memberikan keuntungan bagi investor, lonjakan harga emas juga menciptakan pergeseran besar dalam struktur pasar keuangan global. Investor individu menikmati kenaikan nilai tabungan emas mereka, sementara manajer aset dan lembaga keuangan mengalihkan investasi dari obligasi dan saham ke emas atau ETF berbasis logam mulia. Pergeseran ini tak lepas dari stagnasi suku bunga bank sentral yang membuat imbal hasil obligasi tidak lagi menarik. Namun, dampaknya lebih luas dari sekadar keuntungan investor. Industri perhiasan dan manufaktur justru tertekan akibat meningkatnya biaya bahan baku. Harga produk emas melambung, mengurangi daya beli masyarakat, sementara sektor elektronik yang menggunakan emas sebagai konduktor menghadapi kenaikan biaya produksi. Dalam konteks ini, bank sentral berada dalam posisi dilematis: menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi berisiko memperlambat pertumbuhan, sementara menahannya justru membuat emas semakin diburu investor.
(Sumber: Pojok Jakarta, 2025)


Negara berkembang menghadapi tantangan besar akibat kenaikan harga emas. Indonesia, India, dan Turki yang mengimpor emas dalam jumlah besar harus menanggung defisit neraca perdagangan yang semakin lebar. Tingginya harga impor emas menguras devisa dan menekan nilai tukar mata uang lokal, yang kemudian memicu inflasi domestik. Kenaikan harga barang impor membuat beban masyarakat semakin berat, terutama di kalangan menengah bawah. Dalam situasi seperti ini, bank sentral negara berkembang dituntut mengambil langkah cermat untuk menjaga stabilitas ekonomi. Intervensi pasar dan penyesuaian suku bunga menjadi instrumen yang digunakan, namun kebijakan tersebut tidak bisa sembarangan. Kesalahan strategi dapat memicu krisis nilai tukar yang lebih dalam. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang adaptif dan hati-hati dari bank sentral negara berkembang menjadi kunci untuk menahan dampak negatif kenaikan harga emas.
(Sumber: Pojok Jakarta, 2025)


Kenaikan harga emas 2025 pada akhirnya mencerminkan kompleksitas dinamika global: inflasi, geopolitik, dan kebijakan moneter saling berkaitan. Bagi investor, emas menjadi peluang besar sebagai instrumen lindung nilai, namun bagi industri dan negara berkembang, fenomena ini membawa ancaman serius. Bank sentral, baik di negara maju maupun berkembang, berada di garis depan dalam menjaga keseimbangan. Mereka harus memastikan inflasi terkendali tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi, serta menjaga kestabilan nilai tukar agar tidak terguncang oleh volatilitas pasar emas. Krisis kepercayaan terhadap dolar AS juga membuat emas semakin menonjol, tetapi ketergantungan berlebihan pada logam mulia bisa menimbulkan distorsi baru. Oleh karena itu, sinergi antara kebijakan moneter bank sentral, strategi investor, dan ketahanan industri menjadi kunci untuk mengubah tantangan ini menjadi momentum penguatan sistem keuangan global yang lebih berkelanjutan.
(Sumber: Pojok Jakarta, 2025)

Referensi : https://pojokjakarta.com/2025/04/08/dampak-kenaikan-harga-emas-2025-peluang-ancaman-dan-pengaruhnya-terhadap-ekonomi-global/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun