Mohon tunggu...
Politik

Korupsi Sebagai Penyelewengan Demokrasi

1 Desember 2018   21:55 Diperbarui: 1 Desember 2018   22:04 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus korupsi di Indonesia makin hari makin banyak. Bahkan pembicaraan tentang kasus korupsi di Indonesia menjadi hal yang umum dibicarakan bagi sebagian besar orang dan media. Hal ini menunjukan bahwa maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia pada zaman ini. Apakah kasus korupsi sesuai dengan penghayatan negara Indonesia sebagai negara demokrasi? Pertanyaan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

Demokrasi sejatinya merupakan bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi, baik secara langsung atau melalui perwakilan, dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokarasi di Indonesia tentunya tidak terjadi begitu saja dan pastinya melalui hiruk pikuk yang panjang. Mulai dari sistem pemerintahan parlementer (14 November 1945-27 Desember 1949), Republik Indonesia Serikat / RIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950), demokrasi liberal (17 Agustus 1950- 5 Juli 1959), demokrasi terpimpin (5 Juli 1959- 11 Maret 1966), masa orde baru (11 Maret 1966- 21 Mei 1998), dan masa reformasi (21 Mei 1998- sekarang) semuanya telah dilalui Indonesia dan mengakar menjadi sejarah demokrasi Indonesia.

Bandung, Detik news - Mantan Bupati Bandung Barat, Abubakar akhirnya bersuara dalam persidangan kasus dugaan korupsi  Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Bandung Barat (KBB). Jaksa menuntut Abubakar hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan. Jaksa menyebut Abubakar terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi Pasal 12 huruf a Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP yang tertuang dalam dakwaan alternatif pertama. Abubakar mengakui kekhilafannya itu. Dia meminta maaf kepada semua pihak terutama kepada warganya di KBB. Dalam pledoinya, kasusnya dibandingkan dengan kasus korupsi kepala daerah lain dan meminta keringanan pada hakim dengan alasan kesehatan.

Korupsi sejatinya merupakan hal yang tidak lazim untuk dilakukan. Tetapi bukanya malah dihindari, korupsi dewasa ini malahan semakin merajalela. Semua orang yang memiliki kekuasaan misalnya seperti wakil daerah yang telah dipercaya rakyatnya untuk memimpin daerahnya malahan menyalahgunakan kekuasaanya dan merugikan rakyat.

Dari isu tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang dijadikan panutan oleh masyarakat sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai dari demokrasi itu sendiri. Dengan melakukan korupsi, ia malah mengambil hak masyarakat semata-mata demi kepentinganya sendiri. Hal ini tidak lepas dari sistem pemerintahan yang kurang tegas dalam menghadapi kasus korupsi seperti ini. Seharusnya penindak hukum bisa bertindak lebih tegas lagi misalnya dengan penjara seumur hidup atau hukuman mati juga perlu diterapkan agar memberi efek jera pada pelaku tindak pidana korupsi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun