Mohon tunggu...
Nasywa Hanni Tsuraya
Nasywa Hanni Tsuraya Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

semoga dimudahkan aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hangatnya Jamu, Hangatnya Hati: Ibu Sri Rezeki, Sang Peracik Asa

4 Mei 2025   13:03 Diperbarui: 4 Mei 2025   13:03 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto yang diambil oleh penulis saat sedang membeli jamu tradisional bu Rezeki

Apakah kalian tahu apa itu jamu?

Jika kalian tidak tahu, selamat!! kalian menemukan artikel yang tepat yang akan menceritakan secara singkat tentang 'jamu' dan sosok hebat di baliknya.

Jamu adalah minuman herbal khas Nusantara yang diwariskan secara turun-temurun pada abad ke-14 sekitar tahun 1300 M. Hal ini juga dapat dibuktikan dari relief candi Borobudur yang didalamnya terdapat gambar kebiasaan meracik dan meramu jamu, yang menunjukkan bahwa tradisi ini telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak zaman kuno.

Bahan-bahannya terbuat dari bahan alami seperti akar-akaran, daun-daunan, rempah-rempah, dan kulit kayu. Beberapa bahan yang sering digunakan adalah jahe, kunyit, kencur, temulawak, dan asam jawa. Khasiat jamu pun beragam, mulai dari meningkatkan daya tahan tubuh, meredakan pegal linu, mengatasi masalah pencernaan, hingga memperbaiki metabolisme tubuh. Masyarakat dahulu telah mengandalkan jamu sebagai bentuk pengobatan alami dan pencegahan penyakit. Bahkan sebelum obat modern dikenal luas.

Jamu juga memiliki banyak jenis, mulai dari beras kencur yang cocok untuk anak-anak dan meningkatkan nafsu makan, kunir asem yang menyegarkan dan bermanfaat bagi kesehatan wanita, temulawak untuk menjaga fungsi hati, hingga jamu pahitan yang dipercaya mampu menurunkan kadar gula darah dan mengatasi jerawat. Di Yogyakarta sendiri, ada juga jamu uyup-uyup yang digunakan untuk melancarkan ASI bagi ibu menyusui.

Kali ini aku sedang bersama Ibu Rezeki, seorang wanita Tangguh yang sudah 27 tahun berjualan jamu tradisional. Sejak tahun 1998 beliau memulai niaga ini. Beliau adalah sosok yang sederhana namun penuh semangat. Dengan suara lembut dan tawa yang hangat, beliau mulai bercerita.

"Ini itu jamu asli Jogja, mbak. Beda sama jamu gendong, nek iku asale soko Imogiri" ujarnya sambil menunjuk ke arah rempah rempah racikannya sendiri.

Memang kedua jenis jamu ini merupakan bagian dari budaya Jawa yang sudah ada sejak zaman Keraton Mataram, yang kemudian disebarluaskan ke Masyarakat. Yang membedakan hanya pada cara penyajian saja, jamu gendong itu biasanya dijual secara keliling oleh pedagang wanita sambil membawa bakul atau keranjang yang berisi botol-botol jamu. Digendong dengan cara manual, yaitu berjalan kaki dari tempat ke tempat, namun kini sudah banyak menggunakan sepeda atau bahkan motor. Sedangkan jamu tradisional yang diseduh secara manual hanya berada di satu tempat atau disebut dengan warung jamu. Kita bisa melihat proses jamu itu disaring dan kita juga dapat meminum nya secara langsung dengan menggunakan batok kelapa atau gelas biasa.

Sebelum menjadi penjual jamu, Ibu Rezeki ini adalah seorang guru di salah satu sekolah di Yogyakarta. Namun karena penghasilan yang dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, akhirnya beliau mencoba untuk mengikuti jejak saudara-saudaranya di bidang perjamuan, yang tentu mereka sudah lebih dulu berkecimpung dalam bidang ini. Awalnya, beliau membagi waktunya menjadi guru di pagi hari dan penjual jamu di sore hari di kawasan Krapyak, Yogyakarta. Namun lama-kelamaan, menjalani dua profesi sekaligus membuat beliau merasa kelelahan. Akhirnya, beliau memutuskan untuk fokus sepenuhnya menjadi penjual jamu. Keputusan itu ternyata membuahkan hasil manis. "Alhamdulillah, saya berhasil menyekolahkan anak-anak saya sampai jadi sarjana. Bahkan bisa bantu kuliahin saudara juga" kata beliau dengan raut wajah penuh kebanggaan.

Keistimewaan jamu buatan Ibu Rezeki terletak pada racikannya yang masih sangat tradisional dan dibuat sendiri setiap pagi. Tidak menggunakan bahan pengawet, tidak pula menggunakan perisa buatan. Semua itu murni dari alam. Itu sebabnya, pelanggan beliau tidak pernah sepi. Bahkan saat terjadi pandemi COVID-19, ketika banyak usaha lain mengalami penurunan, warung jamu Ibu Rezeki justru kebanjiran pembeli. Orang-orang mencari alternatif alami untuk menjaga imun tubuh, dan jamu adalah pilihan paling masuk akal untuk mencegah diri dari terserangnya virus ini.

Tetapi, meski demikian, Ibu Rezeki tidak takut akan terkena virus yang mungkin dibawa oleh salah satu pembeli, atau mungkin orang yang sedang berada dengan beliau saat berjualan. "Waktu itu banyak yang antre mbak, tapi yaa tetap harus jaga jarak, pakai masker." kenangnya. Ketika aku bertanya apakah beliau tidak takut tertular virus dari pelanggan, jawabannya membuatku terdiam. "Yo enggak to, aku gak takut. Kan kita punya Allah yang selalu menjaga diri kita" katanya mantap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun