Mohon tunggu...
BaksoLahar Nasrulloh
BaksoLahar Nasrulloh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Owner Bakso Lahar, Channel Youtube Dengerin Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Menghabiskan Harta

15 Mei 2021   15:12 Diperbarui: 15 Mei 2021   15:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Program diri, memulai hari dengan sedekah. Menutup hari dengan sedekah. Pertama mata terbuka, yang dilakukan bersedekah. Amalan terakhir sebelum tidur adalah bersedekah. Seperti Abu Bakar Shidiq, saat Subuh, bukan sekedar shalat berjamaah saja, tetapi sudah menunaikan sedekah, bersilaturahmi dan menolong sesama saat melangkahkan kaki ke masjid. Umar bin Khatab pun terheran-heran dengan keluarbiasaan Sahabatnya ini. Itulah penyebab, Abu Bakar dipanggil dari seluruh pintu Surga.

Sebelum berbicara dengan Rasulullah saw dianjurkan untuk bersedekah. Yang didambakan oleh ahli neraka adalah bersedekah. Bersedekah obat mujarab kekikiran. Bersedekah obat mujarab cinta dunia.  Bila belum mampu bersedekah di waktu lapang dan sempit, bertanda hati masih terpaut dengan dunia. Lakukan sedekah dengan bersembunyi.

Bisakah seperti Siti Aisyah? Hartanya habis disedekahkan tanpa mengetahui bahwa di rumahnya tidak ada makanan? Bisakah seperti Sofyan Tsauri yang meraup segenggam dinar dari kantong miliknya tanpa menghitungnya lagi? Bisakah seperti Ibrahim bin Adham yang menyerahkan seluruh hartanya, lalu fokus mengarungi dunia ilmu dan kezuhudan?

Bisakah seperti Abdullah ibnu Mubarak dan Imam Bukhari, yang seluruh hartanya dihabiskan untuk mengarungi dunia hadist? Mereka hidup bukan untuk mengumpulkan harta, tetapi untuk menghabiskan harta. Berbisnis dan berkuasa bukan untuk mengumpulkan deretan nominal kekayaan, tetapi menghabiskannya untuk disedekahkan.

Seperti Shalahuddin Al Ayubi yang tak tersisa lagi hartanya. Seperti Umar bin Abdul Aziz yang tak tersisa lagi hartanya. Padahal mereka khalifah yang kekuasaannya lebih luas dari penguasa yang saat ini ada. Harta bukan untuk dikumpulkan, karena harta yang tersimpan tidak ada manfaatnya kecuali bila diputar dan terus diputar. Harta yang dikumpulkan dan terus disimpan, tidak akan memberikan kemanfaatan bagi yang menyimpannya.

Di kampungku, ada seorang Direktur Bank BUMN. Membeli tanah luas sekali. Tanah itu dikelola oleh tukang kebunnya. Saat sang direktur wafat, mungkin tak ada satupun keluarganya yang mengetahuinya. Akhirnya tanah yang luas tetap dikelola oleh tukang kebunnya. Tak satu pun pihak keluarga yang melihat tanahnya hingga saat ini. Siapakah yang beruntung? Untuk siapakah tanah tersebut saat ini?

Seorang Ulama Salaf suatu hari kehujanan. Dia berteduh. Tiba-tiba bukit dihadapannya longsor.  Terlihat ada ruangan seperti gua. Saat dihampiri, di dalam gua terdapat tempat tidur dan tongkat dari permata. Pakaiannya bersulam emas. Mahkotanya terbuat dari permata yang berbatu merah delima. Semuanya dikenakan pada sebuah kerangka tengkorak. Apakah bermanfaat harta yang seperti ini?

Bila diri merasa mulia bila berharta. Bertanda harga diri lebih rendah dari benda mati yang kelak akan menjadi sampah. Bila merasa rendah diri karena tak berharta, bertanda diri telah merendahkan Allah yang telah memuliakan manusia di atas segala yang ada. Bila harta masih menjadi tolak ukur kemuliaan, berarti diri ini telah dihinakan oleh hartanya sendiri.


Channel Youtube Dengerin Hati

Nasrulloh Baksolahar 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun