Mohon tunggu...
BaksoLahar Nasrulloh
BaksoLahar Nasrulloh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Owner Bakso Lahar, Channel Youtube Dengerin Hati

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Dari Solo, Terlihat Kekalahan Jokowi

11 April 2019   06:15 Diperbarui: 11 April 2019   07:00 3425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber Goriau)

Coba perhatikan ketiga gambar kampanye Jokowi di stadion Sriwedari Solo yang dihimpun dari berbagai media online? Dari atas drone, dari lokasi yang agak tinggi ke arena stadion dan dari panggung menuju massa yang ada di belakangnya. Terlihat banyak ruang kosong. Massa terlihat hanya berkumpul di area panggung saja. Apakah magnet Jokowi memudar?

Awalnya kampanye di Solo untuk merespon kampanye Prabowo di GBK. Untuk menunjukkan kekuatan sebanding. Bukankah kepala daerah dan gubernurnya membackup penuh dengan deklarasi dukungan ke Jokowi? Namun mengapa tidak bisa memobilisasi massa? Bila di Solo saja sepi bagaimana di GBK 13 April nanti?

KH Bahtiar Natsir mengatakan,"Mereka memulai dari Solo dan akan berakhir di Solo." Sebuah ungkapan optimisme yang luar biasa. Mengapa Solo menjadi barometer? Di kota inilah Jokowi pernah menang di Pilkada dengan menembus angka lebih dari 90%, sebuah kemenangan yang fantastis. Namun mengapa antusias masyarakat menurun di kampanye presiden? Ini yang perlu pelajari.

Antusiasme masyarakat adalah gambaran kegairahan. Kampanye akbar hanyalah untuk melihat respon riil masyarakat terhadap calon pemimpin yang sebelumnya tersembunyi. Ketersembunyiannya hanya bisa dibedah oleh survei saja. Namun kampanye akbar seperti survei dalam bentuk klasik.

Kegairahan kampanye selalu menjadi tanda awal barometer kemenangan. Di Pileg 1999, PDIP selalu berhasil memerahkan semua kota dalam kampanyenya. Hasilnya, PDIP mampu membuat lompatan signifikan.

Kampanye SBY di periode ke dua, mampu membirukan setiap kota. Buktinya Demokrat mampu mendongkrak suara fan SBY sebagai pemenang. Namun pada Pileg 2014, dengan kinerja pemerintahan SBY yang baik, mengapa tidak bisa mendongkrak suara Demokrat?

Perolehan suara parpol dan capres sering kurang terkait masa lalu, tetapi berbicara harapan masa depan. Antusiasme itu berbicara masa depan bukan kinerja masa lalu. Walaupun SBY berkinerja baik, namun SBY tidak lagi pemimpin ke depan setelah 2014, itulah penyebab Demokrat tidak terangkat.

kampanye-jokowi-solo-5cae6ca23ba7f76ccb4ebd92.jpg
kampanye-jokowi-solo-5cae6ca23ba7f76ccb4ebd92.jpg

(Sumber Harian Jogya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun