Mohon tunggu...
BaksoLahar Nasrulloh
BaksoLahar Nasrulloh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Owner Bakso Lahar, Channel Youtube Dengerin Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penguasa Tanpa Ulama

19 Januari 2019   07:23 Diperbarui: 19 Januari 2019   07:35 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bila penguasa sudah di batas kezaliman maka lawan yang seimbang adalah ulama. Begitulah zaman selalu bercerita. Setiap hadir pemimpin yang zalim, Allah mengutus para Nabi dan Rasul. Karena Nabi dan Rasul sudah tidak ada lagi, maka Allah menghadirkan ulama untuk meluruskannya. Penguasa sebagai wakil bumi dan ulama sebagai wakil langit.

Sejarah selalu bercerita, kemajuan umat Islam ketika penguasa dan ulama disandingkan sebagai kesejajaran, bukan alat kekuasaan. Ulama sebagai pembimbing dan penggerak, penguasa sebagai eksekutor.

Bila membaca seluruh perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan, kita akan menemukan fakta luar biasa. Dibalik semua perlawanan ada ulama yang mengobarkan, ada ulama yang menggerakkan, ada ulama yang berkorban hingga tetes darah terakhir.

Ulama tak memiliki aparat, dana dan persenjataan. Tetapi ulama memiliki ketersambungan dengan Allah. Ulama memiliki kekuatan yang bisa menyentuh pemikiran dan hati. Penguasa hanya bisa menggerakkan orang yang mabuk terhadap dunia dan kekuasaan. Dengan harta dan jabatan, penguasa menggerakkan rodanya. Mana yang lebih kuat?

Ulama memahami masa lalu dengan sejarah para pendahulunya. Membaca masa depan melalui basyirahnya. Penguasa memahami segalanya dari kepentingan hari ini, hanya melanggengkan kekuasaan. Ulama bahagia bila manusia tunduk pada Allah. Penguasa semakin pongah ketika semua orang mengakui  dan menghinakan diri pada kekuasaannya.

Ketika penguasa sudah mengkriminalisasikan ulama, tandanya menghancurkan jiwa kekuatannya sendiri, menghancurkan jantung dan hatinya kekuasaan. Esensi kekuasaan itu keadilan. Adil itu menimbang dengan ilmu, kepahaman dan kebijaksanaan, yang bersumber dari energi Allah Yang Maha Adil dan Bijaksana. Ego kepentingan dan kekuasaan takkan bisa menciptakan keadilan.

Rentang sejarah selalu bercerita, tanpa energi langit semua kekuasaan hanya menghasilkan penindasan dan kezaliman. Akal manusia tak bisa menimbang keadilan. Wahyu Allah yang bisa menciptakan keadilan di muka bumi.

Dalam keadilan ada ketentraman. Dalam kezaliman ada perseteruan. Itulah fitrah manusia yang terrekam dalam sejarah perjalanan manusia. Namun mengapa para penguasa lebih menikmati kezaliman?

Terperosok pada cinta dunia dan kekuasaan, itulah fitnah yang mengepung para penguasa. Bila ulama dimuliakan, maka ulama yang akan mengikis dan meminimalisirkannya. Bila ulama dikriminalisasi, bertanda cinta dunia dan kekuasaan sedang menyelimuti jiwa penguasa.

Penguasa tanpa Ulama, wajah kekuasaan seperti api yang menghanguskan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun