Dalam Debat Calon Gubernur Jawa Barat yang disiarkan oleh salah satu TV Swasta pada tanggal 14 Mei 2018 semalam. Pasangan Sudrajat-Syaikhu mengucapkan closing yang sangat berani. Yaitu, "Bila 2018 Sudrajat-Syaikhu menang maka 2019 ganti presiden."
Sudrajat mengucapkan statement tadi. Syaikhu tiba-tiba mengambil sebuah kaos lalu dibentangkan dengan tulisan #2018AsyikMenang2019GantiPresiden. Sontak saja ini membuat keributan. Pendukung paslon lain tidak terima. Sehingga tim KPU harus turun tangan untuk menenangkan. Apa makna ini semua ?
Sepertinya Sudrajat-Syaikhu ingin menegaskan perbedaan dari paslon lain. Mengungat ada pergeseran fokus masyarakat, yang tidak lagi terfokus pada perpolitikan daerah tetapi yang lebih utama adalah keberpihakan pada kepemimpinan nasional.
Masyarkat sudah merasakan di era Jokowi sangat terasa kegaduhan suasana sosial dan politik. Kenyamanan Parpol dipecah belah. Umat Islam selalu dijadikan sasaran tembak dan korban. Ulama dikriminalisasi.
Ekonomi terpuruk, tandanya sebagian besar perusahaan retail nasional kinerjanya anjlok 50 persen. BUMN yang banyak yang komisarisnya diduduki oleh para Relawan Jokowi, justru merugi hingga trilyunan.
Rakyat menjerit dengan pencabutan  subsidi listrik dan BBM. Belum serbuan investasi dan tenaga kerja asing yang menghancurkan harga diri rakyat Indonesia dengan Perpresnya Jokowi.
Rakyat sadar bahwa penyebab ini semua adalah kebijakan pemimpin nasional dalam hal ini adalah Presiden. Maka pilkada daerah harus menjadi sarana dan kepanjangan tangan untuk mengganti Presiden di 2019.
Inilah suasana yang jiwa yang terjadi pada rakyat secara umum, khususnya Jawa Barat. Sehingga closing statement Sudrajat-Syaikhu bukan saja penegasan perbedaan dari paslon lain. Tetapi mewakili perasaan jiwa khusus warga Jawa Barat.
Pergeseran fokus perpolitikan ini tidak dibaca oleh pasangan lain. Bisa jadi ini awal merangkaknya elektabilitas suara Sudrajat-Syaikhu.