Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Percepat Pendidikan: Merata dan Berkualitas

2 Mei 2017   17:09 Diperbarui: 2 Mei 2017   17:17 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Percepat Pendidikan: Merata dan berkualitas

Maklum baru saja mengelilingi kota dengan motor paruh waktuku. Hujan telah berhenti. Bunga-bunga berjejer membuat eksotik ruas jalan protokol. Banyak pembeli seperti juru parkir, mondar-mandir menjaja tangkai-tangkai bunga plastiknya. Harapannya ada yang membeli lebih dari sepuluh.

Topik bunga telah tersampaikan pada tulisan sebelumnya. Kini terfokus pada objek baliho yang kokoh tertempel di papan reklame. Seperti di atas kalimat edukasinya percepat pendidikan: merata dan berkualitas.

Kalimat itu sangat membuat beta percaya diri. Bahwa sesungguhnya harapan itu masih ada. Harapan bahwa kelak, beta punya bangsa bisa sejajar dengan bangsa lain. Pastinya itu semua akan terfaktakan bilamana realisasi pemerataan bukan menjadi kedok slogan dalam memperingati hari pendidikan setiap tahunnya.

Beta cuman bercoret carita tentang keadaan provinsi rempah-rempah, orang Maluku kata Pak Max Pattinaja  dalam bukunyabagaimana seharusnya Maluku menyongsong HUT RI-100 (tahun 2045)  menjelaskan sugesti bahwa orang Maluku mempunyai tipe intuitor (berorientasi masa depan) juga tipe pekerja keras.  Disitu terletak makna bahwa generasi muda Maluku sebenarnya punya mimpi, telah memiliki perencanaan matang. Mimpinya  sejak berada dalam rahim ibu-ibu mereka. Masa kecil telah terdidik dengan produk alam. Sagu dan ikan segar menjadi vitamin terbaik bagi gizi kecerdasan.Tentunya,hal tersebut harus dikuatkan dengan keadaan iklim pendidikan yang komprehensif.

Jadi, apa kaitanya dengan topik tersebut selain menjadi sebuah tantangan baru, juga harus menjadi bahan evaluasi bersama. Sebuah pertanyaan muncul, kira-kira kapan ya, Maluku yang berkepulauan ini, pendidikannya merata.

Apakah pemerintah sudah mempunyai master plan pembangunan pendidikan? Sebab, bincang-bincang masalah ini bersama beberapa kawan pemerhati pendidikan, ternyata blue printnya masih lembaran zero. Padahal, anggaran sangat besar dikucurkan untuk pendidikan. Coba baca saja terjemahkan alokasi anggaran dalam undang-undang bagi dunia pendidikan. Seperti hasil amandemen UUD 1945 Ke IV tahun 2002 tentang pendidikan (pasal 31) ayat 4.

Berbicara pemerataan, ada 8 indikator yang pemerintah harus penuhi. Kenapa pemerintah? Ya. Karena merekalah pengendali kebijakan itu. Tetapi sebelum memenuhi 8 standar pendidikan yang dimaksud. Hal yang paling urgen dilakukan terlebih dahulu adalah pertama,  mesti ada mindset yang sama. Setahu  saya, dalam dunia birokrasi saat ini, aspek kerja  sangat bergantung pada anggaran yang dikeluarkan. Tiada anggaran, tiada pula program. Jika terjadi demikian, maka bertobatlah sistem seperti itu. Kekrusialan pemerataan pendidikan di Maluku sangat kronis. Maka harus ada kesatuan berpikir yang sama. Lihatlah sebagai contoh, di perkotaan terjadi penumpukan guru, sementara di daerah-daerah kawasan 3T masih banyak sekolah yang membutuhkan tenaga pengajar. Lalu kayak gitu, jangan bicara soal infranstruktur sekolah. Diam lagi ini.

Kedua, transparansi penggunaan dana di publik. Sejauh ini, pemerintah daerah belum memaksimalkan e-education dengan baik. Seharusnya dengan adanya eletroniksasi informasi, pemerintah daerah harus bisa  memaksimalkannya. Coba saja anda search di google: website dinas pendidikan Provinsi Maluku. Disitu  akan muncul webnya pemda Maluku terus facebooknya. Sungguh disayangkan, publik hanya bisa mengakses foto-foto selfie dari akun facebook Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku. Anehnya lagi, kan beberapa tahun  sudah ada pemisahan kantor antara dinas pendidikan dan pendidikan pemuda olahraga. Seharusnya dinas pendidikan labih pro aktif lagi dalam kerja. Kerja nyata. Kerja produktif. Kerja inovasi.

Ketiga, jangan ada rangkap jabatan segala. Setahu saya (kalau salah tolong dikoreksi) kepala dinas pendidikan Maluku, Pak Saleh Thio merangkap jabatan menjadi Plt Bupati Maluku Tengah. Pada poin ini, sungguh disayangkan, mana ada seorang insan mau konsentrasi berkerja dua kepala. Yah. Walau disadari sungguh sesuai dengan perundangan yang berlaku. Tapi juga dari segi keetisan, politikalisasi pendidikan semacam ini harus ditiadakan. Apalagi dunia pendidikan. Maluku adalah juru kunci dalam kategori pendidikan tertinggal di Indonesia. Seharusnya sebagai kepala dinas harus difokuskan pada penanganan pendidikan di Maluku secara intens. Jangan sampai bicara soal berkualitas, sementara Maluku masih tercaplok sebagai daerah tertinggal dalam dunia pendidikan.

Masih banyak indikator yang  masih bisa  disebutkan. Sangat iri saja dengan Papua, daerahnya tidak selapang Maluku, bergunung-gunung terjal cadas bercuram. Namun kualitas pendidikannya di atas Maluku. Salah siapa? Hal ini tercermin dari prestasi UKG, yang menempatkan Maluku di garis pinalti. UKG merupakan refleksi keadaan pendidikan yang mengukur kualitas guru. Majunya kualitas pendidikan tentunya disebabkan juga oleh faktor guru. Salah siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun