Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Super Ahok

21 Juni 2016   01:08 Diperbarui: 21 Juni 2016   01:20 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gubernur DKI Jakarta, yang akrab disapa Ahok benar-benar fenomenal. Kehadirannya di pentas politik Jakarta menjadikannya sebagai tokoh politik yang paling banyak memperoleh sorotan media. Ahok bukan saja menyemarakkan hiruk-pikuk politik Jakarta, melainkan juga nasional. Hampir tidak ada hari dalam pemberitaan media massa maupun laman media sosial yang melewatkan namanya. 

Hal ini menjadikan kiprah dan berbagai gejolak yang terjadi sejak pencalonan Ahok sebagai calon wakil gubernur, menjadi gubernur, hingga saat ini, bahkan beberapa tahun ke depan layak diangkat sebagai tema sinetron atau film serial kepahlawanan. Sepak terjang dan berbagai liku-liku perjalanan politik Ahok selama memimpin Jakarta menyuguhkan serial demi serial yang menarik, misalnya dengan tema Super Ahok. serial tersebut akan lebih menarik dibanding sinetron serial Si Entong anak Betawi yang selalu menghadapi tipu daya Memet dan kawan-kawannya, BoboBoy vs  Adu Du, Batman vs Joker, atau Tom and Jerry,  karena didasarkan pada kisah nyata,   

Bagian paling menarik dari ketokohan Ahok sebenarnya bukan saja terletak pada gebrakan-gebrakannya dalam membangun Jakarta, sebab gebrakan yang sama atau hampir sama juga ditunjukkan oleh beberapa pemimpin daerah lain. Ketokohan dan gebrakan Ridwan Kamil, Risma, Ganjar, dan banyak pemimpin daerah lain dalam membangun daerahnya menjadikan gebrakan Ahok sebenarnya menjadi tidak terlalu istimewa. Banyak pemimpin daerah yang juga mulai mampu melakukan hal yang sama sekalipun dalam beberapa hal belum seekstrem yang dilakukan Ahok.

Sisi yang tidak pernah bisa disamai oleh para pemimpin-pemimpin lain di negeri ini terletak  pada besarnya resistensi dan perlawanan yang harus dihadapi. Ahok adalah satu-satunya pemimpin politik yang menghadapi resistensi dan perlawanan  bertubi-tubi dan tanpa henti dari lawan-lawan politiknya. Meski hanya berstatus pemimpin daerah, Ahok bukan hanya harus berhadapan dengan politisi di parlemen dan partai politik di lingkup daerah, DKI Jakarta. Ahok juga harus meladeni politisi-politisi di level lebih tinggi, seperti Fadli Zon dan kawan-kawannya. Beberapa kelompok politik di DPR RI, bahkan lembaga negara, semisal BPK, yang seharusnya independenpun ikut serta diperalat untuk menyerang Ahok dengan berbagai cara.

Di luar itu, Ahok hampir-hampir tak pernah berhenti berhadapan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang tidak menyukai keberadaannya sebagai gubernur. Kelompok-kelompok tersebut tak henti menyerang Ahol baik lewat berbagai aksi demonstrasi di lapangan, media massa hingga media sosial. Beberapa ormas di Jakarta seolah tak pernah lelah melawan Ahok dengan memanfaatkan beragam isu. Media-media massa, terutama yang berbasis komunitas dan perorangan, terus mencerca dan berbagi kebencian terhadap Ahok, baik secara langsung maupun dengan mengangkat berbagai isu dan tema-tema agama. Di media sosial seperti Facebook, Twitter dan grup-grup messenger seperti whatsapp, bbm, line dan sebagainya tersebar diskusi, fitnah hingga agitasi yang luar biasa banyak.

Praktis Ahok sudah diserang habis-habisan dari segala arah dan oleh berbagai kalangan, mulai rakyat jelata, politisi, pejabat negara hingga artis. Sepertinya belum pernah ada pemimpin negeri ini yang yang mampu bertahan dari serangan semassive ini, tanpa back up dari partai politik yang cukup kuat. Apalagi sejak keluar dari Gerindra Ahok ibarat anak rusa yang lepas dari kandang dan menjadi bulan-bulanan binatang liar lain. Bahkan bekas induk semangnya sendiri, Gerindra, berdiri sebagai monster yang paling bernafsu untuk memburu dan menghabisinya.

Tidak ada kelompok yang secara tegas berada di pihak Ahok, apalagi melakukan serangan balik segencar lawan-lawan politiknya. Tercatat hanya komunitas "Teman Ahok" yang secara terbuka memperlihatkan keberpihakannya pada Ahok, dan merekapun tak henti mendapat serangan, cercaan hingga fitnah dari berbagai kalangan. 

Sebagai tema cerita serial kepahlawanan, pentas politik Jakarta selama ini telah menampilkan pertarungan antara tokoh yang penuh integritas berhadapan dengan musuh-musuhnya yang penuh kebencian dan keserakahan. Dalam berbagai serial Ahok sering berperan sebagai tokoh protagonis yang selalu menang, sementara para politisi DPRD DKI, politisi DPR, artis dan seniman seperti Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet hingga Ketua BPK yang menjadi penentangnya sebagai tokoh antagonis yang selalu kalah. Perlawanan terhadap Ahok terutama sejak penolakan pencalonannya sebagai gubernur, kasus UPS, penggusuran hingga Sumber Waras berakhir dengan kedongkolan musuh-musuhnya di pinggir arena .

Cerita serial ini menjadi lebih menarik lagi karena tokoh-tokoh bersurban putih yang dalam cerita-cerita sinetron dan film-film konvensional biasa ditempatkan sebagai pahlawan pembela kebenaran justeru menampilkan peran sebaliknya. Realitas politik di DKI justeru menempatkan mereka sebagai tokoh yang penuh kebencian dan tipu muslihat yang mengahalalkan segala cara. Serangan demi serangan dan berbagai tipu daya yang bertubi-tubi selalu menempatkan sebagai "pemenang". Beragam cara dan muslihat yang dilakukan oleh "musuh-musuh" Ahok hanya berakhir dengan kegagalan, seperti ending sinetron Tuyul dan Mbak Yul  yang diwarnai dengan rintihan Tuyul Algojo utusan Tuyul Raja, "Gagal Maning... Gagal Maning...."

Berbagai usaha untuk menurunkan Ahok di tengah jalan, atau sekedar meruntuhkan elektabilitasnya hanya menempatkan musuh-musuhnya sebagai pecundang yang penuh dendam. Apalagi elektabilitas Ahok hingga saat ini masih tetap belum tertandingi oleh kandidat-kandidat lain. Usaha merekrut calon-calon alternatif melalui berbagai penjaringan dan konvensi hanya berbuah tokoh lawakan. Justeru beberapa partai yang sebelumnya terlihat netral belakangan juga menunjukkan gelagat berbalik arah, berusaha mendekat Ahok, mengingat suara mayoritas tampaknya lebih berpihak pada Ahok dibanding yang lain. 

Cerita serial ini belum berakhir dalam waktu dekat. Proses verifikasi 1 juta KTP pendukung Ahok sepertinya akan menjadi serial seru berikutnya. Proses verifikasi KTP oleh KPUD sepertinya tidak akan sepi dari drama-drama menarik. Mengumpulkan 1 juta KTP  untuk satu pasangan calon merupakan rekor tersendiri, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Apalagi bila jumlah tersebut benar-benar terverifikasi, bukan tidak mungkin memuncullkan tragedi bunuh diri paling fenomenal, terjun dari puncak tugu Monas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun