Mohon tunggu...
Nasakti On
Nasakti On Mohon Tunggu... -

Hidup adalah menunda kekalahan Karena kehidupan adalah awal dari kematian Dan Kematian adalah awal dari kehidupan Yang kekal dan abadi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilcaleg Makin Dekat, Jual-beli Suara Makin Riuh

4 April 2014   21:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:05 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13965950921895372162

Pelaksanaan Pemilihan Calon Anggota Legeslatif (Pilcaleg) 9 April 2014 hanya tinggal 5 hari lagi. Seiring itu pula bursa jual beli suara semakin ramai di pasaran. Tawar menawar hargapun terdengar riuh rendah. Para Caleg dan Tim Suksesnya (TS) mulai ramai turun ke jalan. Pembicaraan pilih siapapun menjadi trend di warung warung kopi, pusat perbelanjaan dan di rumah rumah tangga yang penghuninya akan menjadi pemilih pada Pilcaleg tahun 9 April 2014.

Bahkan para Caleg apakah dia anggota DPRD yang masih aktif atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga tampak ikut dalam bagian. Fasilitas Negarapun seperti kenderaan roda dua, dan kenderaan roda empat dengan plat Polisi berwarna merah ikut terparkir di rumah rumah penduduk yang di dalam nya terjadi pembicaraan tentang harga sebuah kepala.

Kendatipun bahwa adanya peraturan yang melarang Caleg menggunakan fasilitas Negara dalam melaksanakan Kampanye maupun pada Pilcaleg, serta adanya larangan PNS untuk ikut dalam Kampanye atau menjadi TS untuk memobilitasi masyarakat untuk berkampanye. Semua itu menjelang semakin dekatnya Pilcaleg terabaikan.

Ucapan para caleg yang minta dukungan dan partisipasi dari calon pemilih, di jawab dengan ucapan “ Waninya Piro?” rasa sungkan untuk mengucapkan perkataan waninya piro tidak lagi menjadi hal yang tabu, atau hal yang menakutkan, karena akan di tuduh melakukan praktek Money Politik (Politik Uang). Calon pemilih sudah merasa jenuh dengan janji janji muluk yang di sampaikan oleh para Caleg. Akibatnya para calon pemilih menawarkan suaranya kepada para Caleg yang sanggup untuk beli.

Lagu lagu sumbang tentang jual beli suara ini terdengar nyaring, tidak saja di lakoni oleh para Caleg DPR RI, DPD RI, tapi juga di lakoni oleh para Caleg tempatan di daerah daerah. Tadi malam penulis ketemu dengan seorang Caleg wanita yang kebetulan keturunan etnis Tionghua. Caleg ini maju dari Partai Golkar pimpinan Aburizal Bakri. Tak perlulah saya sebutkan namanya, yang penting dia bergelar Sarjana Hukum.

Saya memang tidak di undang dalam pertemuan si Caleg dengan para calon pemilihnya yang juga kebanyakan adalah orang orang turunan Cina. Kebetulan sebelum si Caleg datang saya terlebih dahulu berada di tempat itu untuk minum kopi, Warung kopi ini rupanya di jadikan si Caleg sebagai tempatnya untuk mengumpul masya. Kadung sudah berada di tempat itu mau tidak mau penulis terpaksa ikut mendengarkan wejangan si Caleg. Walaupun wejangan yang di sampaikannya dengan bahasa campuran yakni bahasa Indonesia dan bahasa Mandarin.

Usia pertemuan, si Caleg pindah duduk kedekat meja penulis, mungkin karena si Caleg heran kenapa penulis turut hadir, sementara si Caleg tidak kenal dengan penulis, maklum karena penulis adalah orang baru di tempat itu. Kemudian si caleg mengajak penulis ngobrol, sepertinya si Caleg nyambung, maka jadilah omongan si Caleg dengan penulis serius. Dalam omongannya penulis bisa menangkap bahwa Si Caleg punya keinginan untuk menjadi Wakil Rakyat. Dana yang disiapkannya untuk mendapatkan satu kursi bukan tanggung tangung ada sekitar Rp 500.000.000,- tentu uang segede ini untuk Caleg kota/kabupaten terlalu besar. Tapi bagi si Caleg itu tidak persoalan yang penting ambisi dan keiinginan nya untuk menjadi wakil rakyat bisa tercapai.

Penulis jadi kasihan melihat si Caleg wanita ini, yang ternyata sama sekali buta dengan dunia politik yang penuh dengan intrik dan taktik. Penulis menjadi heran kok orang yang buta politik sanggup untuk menghabiskan uangnya ratusan juga hanya untuk duduk sebagai anggota DPR, DPRD pula bukan DPR RI. Bagai mana mungkin dia bisa memulangkan modalnya kalau pun seandainya dia terpilih. Sekalipun dia korupsi di DPRD belum tentu modalnya pulang, apa lagi jika dia kalah.

[caption id="attachment_330007" align="aligncenter" width="150" caption="Beground/Kampanye Partai Golkar/Fhoto Kampanye Online"][/caption]

Dan yang paling lebih kasihan lagi, kalau seandainya dia terpilih menjadi Anggota DPRD sesuai dengan yang di cita citakan nya, apa yang bisa di lakukannya? Apakah Lembaga Legeslatif ini akan di jadikannya sebagai bangku sekolah untuk belajar lebih banyak tentang masyalah politik, masyarakat dan lain sebagainya.

Tapi dari semua itu, yang paling paling kasihan lagi adalah masyarakat yang memilihnya untuk menjadi wakilnya di Lembaga Legeslatif. Karena masyarakat telah memilih wakilnya yang tidak mengerti apa apa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun