ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA
REVIEW BUKU FILSAFAT
Judul Buku: Ilmu, Filsafat dan Agama
Penulis: H. Endang Saifuddin Anshari, M.A.
Penerbit: PT Bina Ilmu Surabaya
Cetakan 7: 1987
Jumlah Halaman: 208
Buku yang dituli Endang Saifuddin buku yang membahas mengenai pentingnya  Mata-kuliah Agama. Penulis menjelaskan salah satu sasaran pendidikan yang sangat penting adalah pembentukan suatu sikap pada anak didik, yang merasakan sebagai suatu kebutuhan untuk selalu dengan usaha sendiri menambah dan memperkaya  ilmu dan pengalamannya, menggali sumber-sumber yang tersedia dari bahan pustaka  dan bentuk referensi lain (orang, museum, dan lain sebagainya). Khususnya pada pendidikan agama, yang pada akhirnya harus membawa anak-didik kepada penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang diajarkan, sasaran pendidikan tersebut haruslah benar-benar tercapai.
Dalam buku ini dijelaskan bahwa terdapat tiga institute kebenaran, yaitu: filsafat, ilmu dan agama. Mendudukan masalah ilmu, filsafat dan agama secara tepat teramat penting bagi mereka untuk ketenteraman jiwa mereka dan untuk kemantapan mereka bergerak ke depan menghadapi berbagai gejolek hidup dan pergolakan dunia.
Berbicara mengenai ilmu, filsafat dan agama, hal ini akan memunculkan banyak pertanyaan. Salah satunya "apakah perbedaan antara asasi antara manusia dan hewan ?". Terhadap pertanyaan ini telah diajukan para pemikir dari zaman ke zaman berbagai jawaban. Dari sekian banyak jawaban mengenai pertanyaan termaksud kita akan menjelaskan beberapa saja di antaranya sebagai berikut:
DARWIN Â menempatkan manusia sejajar dengan binatang dan menerangkan terjadinya manusia dari sebab-sebab mekanis.
ARISTOTELES Â menempatkan manusia itu adalah hewan yang berakal-sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya (the animal that reasons).
IBNU KHALDUN  menulis dalam karya-utamanya muqaddimah sebagai berikut: kemudian ketahuilah, bahwa Allah membedakan manusia dari lain-lain hewan dengan kesanggupan berfikir, sumber dari segala kesempurnaan, dan puncak dari segala kemuliaan  dan ketinggian  diatas lain-lain makhluk.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan para pemikir di berbagai waktu dan tempat, tampaklah jelas, bahwa: keistimewaan manusia terlihat jelas dalam kenyataan kemampuannya berfikir. Dalam Ilmu Mantiq (= logika) kita temukan sebuah rumusan tentang manusia yang juga sekaligus membedakannya dari hewan, yaitu: Al-Insanu Hayawanun Nathiqun, yang artinya: insan itu adalah hewan (bukan khewan ataupun chewan!) yang nathiq, yang berkata-kata dan mengeluarkan pendapat dengan berdasarkan pikirannya; tegasnya: manusia itu adalah hewan yang berpikir.
Dalam buku karangan Endang Saifuddin Anshari juga menjelaskan "pentingnya pertanyaan-pertanyaan asasi dalam kehidupan praktis". Orang dapat saja meragukan bahwa pertanyaan-pertanyaan asasi ini dan mengangapnya  tidak sepenting yang dikatakan. Sesungguhnya, sivilisasi secular modern adalah, untuk semua tujuan-tujuan praktis, didasarkan atas faham, bahwa pertanyaan-pertanyaan asasi/terakhir ini tidak ada hubungan dengan problem praktis umat manusia dan bahwa perhatian kea rah masalah-masalah itu hanyak masuk akal bila semata-semata bersifat akademis, dan tidak selainnya.Â
Dengan kata-kata lain, pertanyaan ini harus berarti bagi para filsuf, dan tiada seorang pun pribadi yang praktis yang mau mebuang-buang waktu dan energy untuk hal-hal seperti itu. Namun apabila kita menyalami persoalan itu lebih mendalam, tidak dapat tidak kita sampai kepada kesimpulan berdasakan kesadaran (commonsense) sendiri, bahwa: pertanyaan-pertanyaan asasi itu sungguh lebih penting daripada pertanyaan-pertanyaan biasa.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang begitu banyak muncul dipikiran kita. Kita pun terlebih dahuluharus  mengetahui metode ilmu pengetahuan. Yang menjadi tujuan ilmu pengetahuan  tidaklah lain ialah(tercapainya) kebenaran. Untuk mencapai tujuan, yaitu kebenaran, maka ditempuhlah cara dan jalan tertentu, yang dikenal dengan metode ilmu pengetahuan atau metode ilmiah. "cara atau jalan yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran adalah bermacam, tergantung kepada sifat ilmu itu sendiri, ilmu pengetahuan alamkah atau ilmu sosial". Pendapat beberapa ahhli mengenai hal tersebut: