Mohon tunggu...
Nani Sukmawati
Nani Sukmawati Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa Pendidikan Sejarah

MAHASISWA PENDIDIKAN SEJARAH UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerakan Perempuan Dalam Catatan Sejarah

31 Juli 2021   12:44 Diperbarui: 31 Juli 2021   12:57 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemikiran tentang tentang pergerakan perempuan pada abad XIX sebenarnya tidak terlepas dari pengaruh Gerakan Perempuan di berbagai belahan dunia Barat dan kemudian sampai ke Indonesia. Di Indonesia sendiri pengaruh tersebut muncul dalam keragaman ideologi, yang berkembang pada masa kolonialisme imperialisme yang memunculkan terjadinya beberapa organisasi pergerakan Nasional Indonesia. Salah satunya yaitu Gerakan perempuan yang di pelopori oleh RA Kartini terutama dalam bidang pendidikan. Kartini mengkritik ketidaksetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mendapatkan Pendidikan, bagi perempuan yang ingin menuntut ilmu justru sering dianggap tabu oleh masyarakat dengan alasan Perempuan Ningrat yang keluar rumah itu dianggap telah melanggar adat istiadat, begitupun bagi Perempuan kalangan kelas bawah, walaupun mereka di perbolehkan keluar rumah pada akhirnya mereka di paksa menikah, bahkan dengan laki-laki yang sudah beristeri. Oleh karena itulah, Kartini memanfaatkan kebangsasawannya yang bisa berkomunikasi dengan bangsa Belanda untuk meningkatkan harkat hidup rakyat Bumiputera. Pada dasarnya Kartini bukan hanya berjuang bagi kaum perempuan saja beliau adalah tokoh perubahan yang memikirkan kemajuan bagi bangsanya. Pemikiran-pemikiran Kartini diliputi dengan semangat perlawanan walapun tidak mudah dalam mewujudkannya tetapi beliau tidak pernah menyerah untuk mendapatkan keadilan yang layak bagi Bangsanya terutama betapa pentingnya memperoleh Pendidikan bagi kaum Wanita dan disamaratakan derajatnya dengan laki-laki. Gagasan dan pemikiran Krtini inilaj yang mampu memberikan pelita cahaya bagi kaum perempuan, emansipasi dan kesetaraan adalah hal yang menjadi tolak ukur dalam pemikirannya beliau sangat menginginkan perempuan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

Gerakan Perempuan pada masa Pergerakan Nasional

Organisasi Gerakan perempuan Pertama di Indonesia adalah Gerakan Poetri Mardika pada tahun 1912 di Batavia. Organisasi ini dibentuk atas gagasan Boedi Utomo, yang mengutamakan pendidikan dan perubahan sosial. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adanya keinginan untuk melakukan perubahan yang merupakan gagasan intelektual dalam masyarakat dengan berstandar pada tujuan-tujuan dan kehendak tertentu sehingga memunculkan adanya perubahan sosial yang berdampak pada dibentuknya Gerakan-Gerakan Nasioal salah satunya Gerakan Perempuan. Kemudian pada tahun 1920 muncul organisasi yaitu Serekat Rakyat yang menyuarakan upah dan kondisi kerja yang baik bagi kaum perempuan. Pada kongres umum ke 3 KPI (Kongres Perempuan Indonesia) era setelah pembubaran PPPI (Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia). Pada era ini telah terdapat empat perempuan yang terpilih menjadi Dewan Kota. Pengakuan atas hak perempuan semakin jelas sejak terpilihnya Rasuna Said menjadi anggota Volksraad dan SK Trimurti menjadi anggotan BPUPKI. Pada tahun 1928-1930 tercatat telah muncul beberapa organisasi diantaranya PPI yang menyuarakan Pendidikan dan reformasi hukum Perkawinan, lalu kemudian diganti menjadi PPPI yang menyuarakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak-anak. Sedangkan Gerakan organisasi Isteri Sedar (Gerwis) 1930 menyuarakan Undang-undang perkawinan, anti Poligami dan perceraian. Pada tahun 1930-an Organisasi Perempuan Indonesia sudah berkembang pesat.

Gerakan Perempuan Pasca Kemerdekaan

Pada dua dekade masa Kemerdekaan perjuangan Perempuan di wakili dengan adanya organisasi-organisasi Perempuan baik yang ada sebelum kemerdekaan ataupun pasca Kemerdekaan, keberadaan organisasi Perempuan kala itu sudah memberi warna tersendiri bagi perjuangan Bangsa, banyak organisai-organisai perempuan yang meberikan pembelaan dan semangatnya dalam mencapai kebebasan akan hak-haknya. Pada masa Pemerintahan Presiden Ir. Soekarno Perempuan telah diakui haknya dalam bidang politik, baik hak pilih dalam pemilihan umum 1955 atau sebagai anggota parlemen. Pada masa itu juga telah di terbitkan UU tentang kesetaraan gender yaitu UU 80 tahun 1958. UU tersebut berisi tentang hak perempuan dalam mendapatkan kesetaraan dengan kaum laki-laki. Keluarnya UU ini menentukan keberhasilan Gerakan perempuan kala itu.

Namun tidak semua perjuangan Gerakan perempuan berhasil dicapai, pada tahun 1950 muncullah Gerakan Wanita Indonesia atau yang kita kenal dengan istilah Gerwani. Sebagai kelanjutan dari Gerakan Organisasi Isteri Sedar (Gerwis) yang memperjuangkan Undang-Undang pernikahan dan anti poligami. Namun berbeda dengan Gerakan Isteri Sedar Gerwani yang berbasis masa dan berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia, Gerwani tidak menunjukan pembelaan terhadap perempuan dalam masalah Poligami. Kesadaran akan berkembangnya organisasi Gerwani yang mempunyai banyak masa ini membuat PKI merekrut Gerwani menjadi organisasi dibawah naungan PKI. Karena disisi lain PKI memanfaatkan Gerwani untuk kepentingan politik yakni untuk mendukung suara bagi PKI pada Pemilu 1955, keberhasilan PKI dalam pemilu ini juga menguntungkan pihak Gerwani yang berhasil menempatkan enam anggotanya di kursi DPR. Pada dasarnya Gerwani menyongsong politik yang di lakukan PKI. Organisasi ini terdiri dari masyarakat kalangan menengah sampai buruh. Kegagalan Organisai perempuan dalam mencegah Poligami rupanya sempat menimbulkan kekecewaan bagi para aktivis perempuan pada masa itu.

Gerakan Perempuan Masa Orde Baru

Ada beberapa fenomena positif yang bisa kita ingat sejak terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Indonesia menggantikan Soekarno. Pertama, dikeluarkannya UU Perkawinan tahun 1974. UU ini pada awalnya di tentang oleh Sebagian politisi Islam, merupakan suatu langkah penting menuju kepada kesetaraan antara hubungan laki-laki dan perempuan. UU Perkawinan ini memang masih kurang memuaskan bahkan hingga era sekarang ini, karena seperti yang kita ketahui perjuangan melawan poligami masih bisa di tinjau dengan adanya berbagai catatan. Kedua, dibentuknya Kementrian muda urusan peranan Wanita pada kabinet pembangunan, kementrian ini dalam perkembangannya kerap berganti nama pertama menjadi Menteri Negara Urusan Peranan Wanita kemudian menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Pada masa Orde Baru adalah era kooptasi dalam kalangan Masyarakat, kemadirian dalam organisasi menjadi hilang dengan adanya politik wadah tunggal yang kemudian melahirkan berbagai organisasi seperti GOLKAR, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi dan organisasi PKK. Gerakan Perempuan pada masa Orde baru memainkan peran subordinasi dan menyebarluaskan citra peran ideal dalam tiga konteks (isteri, ibu, dan ibu rumah tangga), dalam kodrat ini perempuan dicitrakan bersifat lemah lembut, tidak kasar, tidak mementingkan urusan pribadi di atas kepentingan suami, menjadi istri penurut dan anak perempuan yang patuh. Sehingga bisa dilihat dalam kegiannya organisasi perempuan pada masa ini lebih mementingkan kegiatan yang berhubungan dengan suami. Hubies (2001) menjelaskan bahwa kegiatan organisasi perempuan pada masa Orde Baru telah di mobilisasi untuk kegiatan politik tertentu, Orde Baru telah memanfaatkan organisasi perempuan untuk mendominasi kaum perempuan untuk patuh pada Negara yang waktu itu ada pada dominasi politik tunggal.

Gerakan Perempuan Era Reformasi

Gerakan Perempuan pada masa Era Reformasi merupakan reaksi terhadap organisasi perempuan yang terkooptasi pada era sebelumnya, berbeda dengan era sebelumya Gerakan perempuan pada masa ini dapat dibedakan dengan adanya organisasi nonpolitik dengan format Yayasan yang memiliki basis lebih sempit. Pada era reformasi ini muncul beberapa Gerakan Wanita yang membangkitkan Kembali pada reforimis geraka tahun 1930-an yang tidak hanya membela kaumnya sendiri namun juga membela dan memperjuangkan nasib masayrakat kecil. Tumbhnya organisasi-organisasi dengan identitas perempuan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang memberi semangat perilahal permasalahan dan analisis mengenai persoalan perempuan. 

Era reformasi dianggap sebagai tonggak peran politik perempuan selama orde baru dengan munculnya kelompok-kelompok perempuan yang melakukan kegiatan atas dasar empati terhadap penderitaan perempuan. Diantara kegiatan tersebut muunculnya pendampingan untuk meningkatkan pendapatan Wanita yang kurang mampu, pendampingan terhadap perempuan korban pelecehan seksual, pendidikan politik dan advokasi hak-hak perempuan, peningkatan kesadaran gender, serta upaya untuk menjembatani terwujudnya rekonsiliasi nasional atas dasar kemanusiaan. Kemudian pada puncaknya Gerakan perempuan pada era ini adalah dengan terbentuknya komnas perempuan. Komnas Perempuan dibentuk dengan sebagai respon atas tekanan publik baik domestik Maupun internasional. Yang tujuannya agar pemerintah mempunyai komitmen yang lebih kuat dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan pasca kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998. Komnas Perempuan didirikan dengan visi untuk menciptakan tatanan relasi sosial dan prilaku yang konsudif sehingga perempuan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia bisa dinikmati tanpa adanya tekanan-tekanan, diskriminasi, dan perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun