Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Guru dan Tugas Kesehariannya

26 April 2021   13:21 Diperbarui: 26 April 2021   13:24 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

    Ketika membaca informasi dari instagram bahwa ada seorang profesor minta dicarikan murid yang dianggap bodoh untuk dibina dan ternyata berhasil mengikuti olimpiade sains, sebagai guru ada perasaan terharu juga. Betapa ingin melakukan hal yang sama tapi mengapa tidak selalu bisa? Di manakah kesalahannya? Seperti paramedis yang berjuang keras agar pasiennya dapat disembuhkan, sebetulnya guru pun berjuang agar muridnya bisa dicerdaskan dalam kecerdasan yang meliputi aspek kognitif,afektif, maupun psikomotor.

    Bukankah selama ini pekerjaan kami pun seolah tiada hentinya? Bermula dari program kerja yang telah kami cicil ketika libur semester. Program yang tidak selalu terselesaikan ketika liburan karena memang banyak yang harus dikerjakan meliputi Program Tahunan, Program Semester, Analisis KI-KD, KKM, Penugasan Terstruktur dan Tidak Terstruktur, Program Pengayaan, Rencana Pekan Efektif (RPE) yang harus disesuaikan dengan Kalender Pendidikan, dan yang paling ribet sebelum menulis RPP selembar diizinkan  adalah menulis RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) itu sendiri.

     Mengapa paling ribet? Karena program tersebut harus ditulis secara detail dengan harapan jika pengajar tidak masuk, petugas piket bisa menggantikan. Pertanyaan, mengapa guru tersebut diharapkan tidak masuk? Pekerjaan profesional mestinya tidak dapat digantikan oleh orang lain meskipun seprofesi, misalnya dokter  jantung haruskah menggantikan pekerjaan dokter mata? Syukurlah, menulis RPP berlembar-lembar untuk satu KD (Kompetensi Dasar), bayangkan jika per semester terdapat 20 KD, telah berlalu. Kini kami dapat menulis dalam selembar, sedangkan untuk lampiran-lampiran, kami bisa salin tempel link yang isinya disesuaikan dengan kebutuhan materi pembelajaran yang harus dibahas dalam KD tersebut. Meskipun demikian, tugas kami tidak langsung menjadi ringan kendati ada pengurangan.

            Kesibukan menulis program bukankah dapat dikerjakan ketika liburan? Akan tetapi, adakalanya program sebanyak itu memang belum tentu terselesaikan selama liburan. Sebagai pekerja profesional, tentu juga mengingini hasil yang maksimal, bukan? Program-program tersebut, yang tidak selalu terselesaikan ketika liburan, akhirnya dikerjakan pada saat jam-jam kosong. Kami bahkan mengerjakan tiga bidang sekaligus meliputi perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan, dan evaluasi.

       Jam kosong yang seharusnya digunakan menulis soal ulangan disertai menganalisis butir soal, menulis soal remidi yang tidak sama untuk masing-masing anak, maupun mengoreksi soal uraian jika soal pilihan ganda sudah dibantu Google Form, akhirnya sering berbenturan dengan penyelesaian penulisan program. Selain berbenturan waktu dengan penulisan dan pengoreksian soal, ketika jam kosong pun adakalanya kelelahan jika kelas-kelas yang dimasuki pada hari itu letaknya jauh dari kantor. Masalah yang sengaja dicari-cari bukan sebagai bahan keluhan, melainkan dicari-cari untuk ditemukan solusinya.

        Selain itu, waktu untuk menulis PTK ( Penelitian Tindakan Kelas) jika murid yang diremidi ternyata berjumlah hampir separoh isi kelas, yang berarti guru mengalami kegagalan klasikal dalam pembelajaran dan harus diteliti penyebabnya, akhirnya tidak selalu dapat dilakukan. Jika demikian, adakah solusi? Solusi agar guru memiliki waktu untuk menulis PTK jika mengalami kegagalan klasikal dalam pembelajaran adalah mencari waktu luang entah di rumah maupun di sekolah. Itu pun jika dapat dilakukan dengan menuliskannya sekitar 20 halaman sudah lumayan bagus, tidak harus dikerjakan setebal skripsi. Dengan cara membiasakan menulis PTK, guru memahami mengapa PTK ditulis? Strategi apakah yang digunakan untuk peningkatan pembelajaran? Berapa siklus pelaksanaannya? Mengapa hasilnya tidak dapat digeneralisasikan? Apakah pelaksanaan siklus berbenturan dengan materi pembelajaran berikutnya? Jika benar, adakah solusi untuk mengatasinya?

    Lebih dari semua itu, guru pun menyadari tuntutan untuk mengikuti perkembangan anak-anak milenial, sehingga materi yang diberikan meskipun tidak menyimpang dari kurikulum, juga tidak tertinggal dengan kebutuhan anak-anak milenial. Untuk itu memang diperlukan waktu yang tidak sedikit, minimal membaca materi yang berkaitan dengan berita yang sedang aktual untuk dibahas dalam pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan para pelajar tersebut dapat mengikuti pembelajaran dengan senang agar nilainya dalam pembelajaran tidak mengecewakan. Selain itu, agar mereka pun tidak mengeluh betapa materi pelajaran yang diterima di sekolah tidak selalu relevan dengan dunia nyata dalam kehidupan keseharian.

     Yang tidak kalah penting dari aspek kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (keterampilan) adalah aspek afektif (sikap). Dalam hal ini, peserta didik diharapkan selain merasa menerima ilmu yang bermanfaat bagi kehidupannya, aspek afektifnya pun dapat diandalkan sebagai pembentukan karakter bangsa. Oh indahnya. Semua guru pun ingin melakukannya. Namun,  menuju ke sana memang bukan sesuatu yang mudah. Di manakah kesulitannya? Hal yang memang harus dikupas bahkan dikuliti bersama, agar dapat ditemukan akar masalahnya kemudian dicarikan solusinya.

    Jika masalahnya karena kekurangan waktu, semua orang pun memiliki waktu sama yaitu 24 jam. Semua bergantung cara mengelola. Hal yang mudah dikatakan namun sulit dilaksanakan. Akan tetapi, sesulit apapun, bukan berarti hal itu sesuatu yang tidak mungkin, bukan? Lagipula, untuk urusan dengan waktu, bukankah guru terbiasa berlomba lari  dengan waktu berkaitan dengan pergantian jam pelajaran?

      Kami pun berusaha untuk memperbaiki kinerja, mengerjakan program, menulis soal, membaca materi aktual, bahkan berusaha untuk tidak gaptek demi pembelajaran menjadi menyenangkan. Akan tetapi, untuk membuat siswa langsung menjadi mengerti, pandai, dan baik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hasilnya ada yang langsung terlihat, namun tak jarang hasilnya baru terlihat bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun kemudian.

     Demikianlah yang saya alami berkaitan dengan pekerjaan sebagai guru. Harapan dan kenyataan adakalanyai berbenturan. Keinginan semula begitu memasuki kelas adalah materi yang disampaikan segera dimengerti muridnya. Akan tetapi,  yang dihadapi adakalanya tipe pembelajar beragam meliputi tipe pembelajar visual, auditori, dan kinestetik. Untuk menghadapi mereka pun memerlukan beberapa strategi pembelajaran, sedangkan untuk mencari strategi yang tepat pun memerlukan waktu pula, belum lagi meneliti kemudian menulis hasilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun