Kritik sastra konon sudah diciptakan jauh sebelum orang memikirkan hakikat dan nilai-nilai beserta makna karya sastra. Sastra merupakan pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang dialami orang dalam kehidupan, apa yang direnungkan, serta segala hal yang dirasakan orang mengenai berbagai segi kehidupan.Â
Hal yang paling menarik minat secara langsung, sesungguhnya adalah pengungkapan aneka pengalaman kehidupan yang dituangkan ke dalam bentuk bahasa.Â
Oleh karena materi Kritik dan Esai tentang sastra terdapat dalam kurikulum 2013 kelas XII SMA, maka ringkasan sekilas ini dapat digunakan penulis sebagai bahan pembelajaran untuk materi tersebut.
Dahulu kala atau dalam periodisasi sastra Indonesia digolongkan ke dalam sastra lama, sastra lisan belum mengenal sistem huruf serta nama pengarang alias anonim tanpa nama.Â
Saat itu sastra masih milik bersama. Sastra masih milik masyarakat. Sastra saat itu bukan semata merupakan peniruan, melainkan juga merupakan tanggapan terhadap lingkungan, zaman, serta sastra sebelumnya.
Oleh karena pada zaman itu sastra masih menjadi milik bersama, hal itu menyebabkan munculnya sastra dalam berbagai versi, karena masyarakat telah secara bersama-sama mengubah serta memperbaharui sastra lisan tersebut.Â
Dengan demikian, pendengar pun dapat merangkap menjadi penyair, penutur, serta pembuat tanggapan. Mereka pun tidak pernah dikutuki pendengar karena dalam melakukan perubahan pun bukan atas nama pribadi.
Mereka, yang pada umumnya dikenal sebagai pawang atau pun dalang, telah melakukan perubahan yang sejalan dengan pandangan masyarakatnya.Â
Mereka bersama-sama sepakat meninggalkan bagian-bagian sastra tradisional yang dirasa tidak sesuai dan menggantinya dengan hal baru yang lebih berterima.Â
Ingatkah Drupadi versi Jawa yang tidak poliandri seperti sumber aslinya dari Mahabarata versi India? Itu karena adanya hasrat untuk menyesuaikan kondisi tidak umum yang terjadi di masyarakat kita, bukan?
Dalam sastra tertulis tentu berlaku hal sebaliknya karena karya sastra tidak lagi anonim. Penulis tampil bersama karya sastranya. Hasil karya sastra itu pun menemukan bentuknya yang tetap, tidak dapat diubah maupun diperbarui oleh siapapun.Â