Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Film

Film "Rumah Tanpa Jendela", Solusi dan Antisipasi

26 September 2020   12:00 Diperbarui: 26 September 2020   12:05 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Dalam pembelajaran teks "Mengulas Secara Kritis Film dan Drama" untuk kelas XI semester genap kurikulum 2013, satu diantara hasil ulasan/ resensi yang dipilih adalah resensi film berjudul "Dongeng Utopia Masyarakat Borjuis" yang mengulas film "Rumah Tanpa Jendela".  Secara kritis sang resensator menyampaikan pertanyaan tersirat : 1. Tidak bolehkah orang miskin seperti Rara, berkeinginan memiliki rumah berjendela? Sehingga terkabulnya impian itu harus ditebus dengan kematian ayah tercinta? 2. Tidak adakah antisipasi untuk mencegah pertambahan penduduk yang akan bernasib lemah ( lemah mental dan ekonomi seperti si Aldo dan si Rara?), 3. Dalam alam faktual, mungkinkah anak yang bernasib seperti Rara, dapat tumbuh sebaik Rara dalam tokoh film?

Ringkasan film yang diambil dari cerpen karya Asma Nadia ini --seperti yang ditulis resensator-- menggambarkan kekayaan dan kemiskinan yang kontradiktif tapi dapat terjalin karena adanya rasa syukur masing- masing pihak. Sang pangeran adalah tokoh Aldo, seorang anak laki-laki dari keluarga kaya-raya dengan sindrom mental, yang membuatnya mengalami "penolakan" dari komunitasnya (anggota keluarga).

Aldo mewakili ide paradoks keluarga borjuis yang pemenuhan kebutuhan fisiknya berlebihan, tetapi jiwanya kering dan mengakibatkan dilema personal. Sementara itu, si miskin diwakili oleh tokoh Rara, gadis cilik yang sesekali bekerja sebagai ojek payung di sanggar lukis tempat Aldo belajar. Rara tinggal di sebuah rumah tidak berjendela yang terbuat dari seng, tripleks, dan kayu bekas di salah satu kawasan permukiman kumuh. Rumah itu ditempati Rara bersama nenek (Si Mbok) dan ayahnya. Kondisi rumah tersebut membuat Rara terobsesi untuk memiliki sebuah rumah berjendela. Sebuah impian yang harus ia bayar mahal di kemudian hari.

Isi film tersebut lebih mengarah pada solutif, yaitu solusi yang harus dihadapi sang tokoh, manakala ia mengalami nasib yang tidak baik, kalau tidak boleh dikatakan nasib buruk, yaitu menderita keterbelakangan mental--  walaupun terlahir sebagai anak orang kaya seperti Aldo--, maupun nasib buruk seperti Rara-- yang terlahir sebagai anak orang miskin, bahkan rumah pun tanpa jendela, kendati cerdas--.

Karya sastra solutif, baik, bahkan sangat baik, karena betapa banyak anak yang sudah telanjur lahir sebagai anak idiot seperti Aldo, maupun anak yang terlahir sebagai anak miskin seperti Rara. Permasalahan, haruskah ada anak terlahir idiot dan miskin?

Jika boleh meminjam penggalan lirik lagu Ebit G. Ade,

 O...engkau anakku, yang menanggungkan noda

sedangkan engkau terlahir, mestinya sebening kaca
apa yang dapat kubanggakan

kata maafku pun belum kau mengerti

salah siapa

ini salah siapa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun