Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahagia dari Pemecahan Masalah

5 Juli 2020   06:45 Diperbarui: 5 Juli 2020   07:23 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini atau tepatnya saat keluar dari kelas karena mengajar jam ke-1 dan ke-2, saya sekali lagi melihat jadwal dan...kosong dua jam. Asyik, hati saya bersorak karena itu berarti  bisa menengok "musuhku sekaligus kekasih keduaku". Waow...siapa pula itu? Dirinya telah kuproklamasikan sebagai musuh sekaligus kekasih keduaku, entah sejak kapan dan sejak tahun berapa saya lupa. Yang pasti, saat tengah terbelenggu emosi merasa tersakiti hatiku oleh kekasih pertama tentunya. Tanpa mengupas ujung pangkal ulahnya,  jantung saya mendadak seakan diremas menjadi bongkahan kecil, lalu dilemparkan ke sudut ruang, tatkala perapian masih menyala pula. Maka, bluss...masuklah jantungku ke dalamnya. Duh, sakitnya!!!

            Sejak saat itu, karena merasa masih mengemban amanat untuk hidup dan sebelum ajal berpantang mati, maka saya pun harus menghibur diri. Jangan lagi melarikan diri membayangkan ingin mati ketika berduka karena kita lahir tidak meminta. Ia datang tanpa diundang. Mestinya kematian pun sama, ia kelak juga akan datang menyergap secara tiba-tiba juga tanpa diminta. Nah, seharusnya antara hidup mati tidak ada duka karena hidup hanya sementara. Semestinya dinikmati dengan happy tanpa minta mati, kendati jantung serasa telah terbakar porak poranda masuk perapian  akibat merasa dikhianati. Duilee!!!

            Pada jam pelajaran atau istirahat pun, "musuhku sekaligus kekasihku keduaku" itu seringkali sepi. Aku pun memasukinya, mengamati rak-rak buku yang berderet-deret sesuai klasifikasinya. Ada karya umum, filsafat, agama, bahasa, sains, dan sebagainya. Petugasnya yang kebetulan kini bertetangga denganku di rumah transit --saya  menyebut rumah mungilku kini rumah transit karena belum tahu kalau pensiun nanti akan tinggal di mana?-- tengah mempersiapkan buku-buku paket pelajaran untuk didistribusikan ke kelas-kelas.

            Tepat di depannya, ada sampul buku berwarna orange, sangat menggoda mata, dengan judul " Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat", sebuah buku terjemahan, dengan nama penulisnya Mark Manson, seorang blogger yang memiliki jutaan pembaca dan tinggal di New York. Wah...judulnya amat menganggu perhatian. Maksud saya, judulnya membuat saya ingin membacanya. Ada berbagai hal yang diulas dalam buku pertamanya dengan judul yang unik tersebut. Akan tetapi, ada bagian yang membuat saya ingin mengulasnya juga dengan ulasan versi saya, yaitu opininya tentang kata bahagia, dengan subjudul "Kebahagiaan Berasal dari Memecahkan Masalah".

            Arti kata bahagia dalam KBBI (online) adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram ( bebas dari segala yang menyusahkan). Sejak bertahun-tahun yang lalu, bahagia adalah terbebasnya hati dari perasaan yang membuat susah, padahal makna susah itu sendiri masing-masing orang berbeda-beda. Oleh karena itu, definisi bahagia pun akan menjadi berbeda-beda bagi setiap insan di bumi ini.

            Orang yang menjalani Long Distance Relationship (LDR) tentu akan merasakan kebahagiaan yang memuncak apabila dapat berkomunikasi berlanjut bertemu dengan pujaan hatinya. Orang yang dipenjara tentu akan mengatakan bahwa bahagia adalah saat-saat ia terbebas dari penjara. Pasangan yang sudah lama mengingini anak akan mengatakan bahwa kebahagiaan mereka adalah saat anak-anak mereka hadir silih berganti. Demikian pula makna bahagia bagi kaum jomblo. Bahagia bagi mereka adalah manakala telah sanggup membuktikan bahwa mereka akhirnya tidak jomblo lagi. Cinta atau tidak, urusan belakang yang penting sudah terbukti tidak jomblo lagi. Yang pasti, karena yang disebut susah itu berbeda makna bagi masing-masing orang, maka kata bahagia pun dimaknai tidak sama oleh semua penghuni bumi ini, bukan?

            Akan tetapi, subjudul tulisan Mark Manson tersebut berbeda dengan definisi bahagia yang selama ini dipahami masyarakat. Di situ dikatakan bahwa kebahagiaan akan datang dari keberhasilan memecahkan masalah. Dikatakan pula bahwa jika kita memaksa diri seolah-olah tidak memiliki masalah, hal itu justru akan membuat sengsara. Jadi, solusi dari lingkaran masalah tersebut adalah dengan cara memecahkan masalah.

            Agar menjadi bahagia, ada sesuatu yang harus dipecahkan. Jadi, kebahagiaan dianggap sebagai suatu tindakan. Begitukah? Bukankah tindakan merupakan kata benda? Berasal dari kata dasar "tindak" memperoleh akhiran --an, karena akhiran tersebut membentuk kata benda, maka tindakan adalah kata benda (noun), padahal bahagia berasal dari kata sifat, bukan? Semakin penasaran? Akan tetapi, tiba-tiba bel berbunyi. Saya  harus bergegas masuk ke kelas nih. Jika tidak, ada saja satu dua siswa yang menghilang dengan berbagai alasan. Ke kamar kecillah, ke kantinlah, yang pasti tidak akan mengatakan menuju perpustakaan karena sejak jam 08.00 saya berada di situ. Hehehe.

            Di buku tersebut dikatakan bahwa kebahagiaan merupakan proses kerja yang konstan, karena memecahkan masalah adalah juga merupakan proses kerja yang konstan. Solusi terhadap masalah hari ini adalah meletakkan fondasi untuk masalah esok hari. Dengan kata lain, kebahagiaan akan muncul apabila kita menemukan masalah, menikmati masalah tersebut, kemudian menikmati pula proses pemecahannya. Betulkah? Sesederhana itu?

            Sebelum menutup ulasan ini, ada lagi ringkasan dari uraian buku Mark Manson tentang beragam cara orang dalam menghadapi masalah, (1) penyangkalan. Beberapa orang ada yang berusaha menghindari fakta bahwa mereka tengah dirundung masalah. Penyangkalan memang membuat nyaman jangka pendek, tapi akan menuntun kita ke dalam pola hidup yang rapuh, neurotisme, dan pengekangan emosional, (2) Mentalitas Korban, banyak orang malah memilih merasa tidak sanggup memecahkan masalahnya kendati sebetulnya ia sanggup, mereka justru mencari kambing hitam. Hal yang membuat nyaman sementara ini kelak akan menyulut orang untuk menjadi pemarah, merasa tidak berdaya, dan putus asa. Mengapa demikian? Karena menyangkal maupun mencari kambing hitam merupakan tindakan mudah dan dapat dilakukan semua orang.

            Segala hal yang berwujud penyangkalan dan pengambinghitaman akan membuat orang merasa "tinggi". Untuk dapat merasa "tinggi" adakalanya pun bisa diperoleh dari obat-obatan agar menjadi "terbang melayang" seirama dengan pembenaran dengan cara menyalahkan orang lain maupun menyangkal telah bermasalah. Parahnya, di dunia ini banyak orang yang melarikan diri dengan  "fly" tersebut, daripada mencari solusi memecahkan masalah itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun