Akhir bulan juni dua ribu dua puluh menjelang waktu tahun ajaran baru juli dua ribu dua puluh sampai mei  dua ribu dua puluh satu, ada cerita menarik bagi orang tua murid.
D provinsi istimewa karena menjadi ibu kota negara pemerintah Jakarta memberlakukan peraturan PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) yang menyentuh emosi.
Peraturan yang mendahulukan murid baru berumur maksimal agar di terima di suatu sekolah negeri sehingga para calon murid dengan umur minimal terasa sulit untuk di terima di sekolah negeri. PPDB syarat usia.
Dinas pendidikan dari pemerintah khusus ibukota Jakarta lebih memilih golongan usia maksimal di terima di bandingkan calon murid berumur muda. Dengan alasan supaya calon murid usia maksimal bisa di terima karena belum pernah di terima di sekolah negeri.
Peraturan ini membuat banyak orang tua murid merasa kecewa karena anak-anak mereka semakin sulit untuk mendapatkan ilmu dengan biaya pendidikan murah bahkan gratis.
Padahal anak-anak mereka mempunyai prestasi akademik yang bagus. Dan para orang tua murid mulai terbiasa  dengan PPDB wilayah namun sekarang situasinya bagaikan luka lama yang kembali kambuh sedangkan proses penyembuhannya belum selesai.
Aksi unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah provinsi yang di pimpin bapak Anies Baswedan sampai ke telingan anggota dewan perwakilan rakyat daerah Jakarta.
Namun kegarangan wakil rakyat tidak mempunyai taring tajam kepada eksekutif  tanpa kemurkaan rakyat yang buas. Karena ada cerita rahasia bahwa kelompok pelaksana dan kelompok pengawas roda pemerintahan bisa tertawa bersama jika ada persamaan pikiran.
Akhirnya rakyat mengalah menerima kenyataan yang lebih pahit dari kopi hitam tanpa gula.
Para orang tua murid hanya bisa berdoa kepada Tuhan yang sangat pengasih agar memberikan rezeki berlimpah walau terkadang terdengar nasehat bijak dari siapa pun berbunyi," sabar ini ujian, percayalah Tuhan tidak tidur."
 Iya deh.