Kabar tentang wabah yang telah membunuh seratus lebih penduduk di provinsi Wuhan warga negara republik Cina. Telah membuat kepanikan global akibat virus corona.
Setiap orang yang datang dari negara republik Cina secara otomatis mendapatkan label sebagai penderita pembawa penyakit yang mematikan yaitu virus corona.
Di televisi di perlihatkan tentang situasi yang mencekam di kota Hubei. Di sana tampak wilayah tersebut bagaikan kota hantu. Wilayah moderen namun tidak tampak aktivitas manusia secara normal.
Harga makanan dan minuman melonjak cepat sehingga beberapa mahasiswa Indonesia kuatir tidak mampu lagi membeli logistik perut.
Pemerintah pusat memberlakukan situasi darurat dengan melarang warganya untuk keluar rumah agar penyebaran virus corona tidak meluas dan jumlah korban tidak bertambah banyak.
Akibat informasi yang mencekam karena fakta di lapangan tidak dapat di jinakkan. Maka lembaga kesehatan dunia, WHO memberikan peringatan kepada semua negara agar segera bersikap waspada terhadap bencana medis ini.
Namun beberapa dugaan dari kelompok non medis mempunyai persepsi sendiri yaitu bahwa penyebaran virus corona yang berasal dari bakteri binatang kelelawar merupakan aksi senjata biologis.
Tapi tampaknya persepsi tersebut tidak melebar agar warga dunia jangan bertambah panik.
Walaupun isu senjata biologis bisa di redam tapi kepanikan beberapa warga dunia bisa di lihat saat mereka membeli benda berlapis kain yang bernama Masker.
Masker  berfungsi sebagai penyaring udara yang akan di hirup hidung di saran oleh dokter menjadi tameng dari penebaran virus corona melalui udara.
Nah inilah masalah baru yang lahir setelah kasus virus corona yaitu meroketnya harga masker yang biasa di jual dengan harga murah. Sehingga polisi di negara Filipina perlu memberikan teguran kepada penjual masker agar mereka bersikap toleransi kepada warga yang membutuhkan.