Bali, sebagai destinasi wisata utama di Indonesia, mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kendaraan bermotor. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan bahwa pada tahun 2023, total kendaraan di Bali mencapai 5.016.351 unit, terdiri dari 4.303.266 sepeda motor, 524.619 mobil penumpang, 176.882 truk, dan 11.584 bus. Angka ini meningkat dari 4.756.364 unit pada tahun 2022 dan 4.510.791 unit pada tahun 2021.
Peningkatan jumlah kendaraan ini tidak sebanding dengan pertumbuhan infrastruktur jalan. Kepala Dinas Perhubungan Bali, I Gde Wayan Samsi Gunarta, menyebutkan bahwa jumlah kendaraan bermotor di Pulau Dewata mencapai 4,7 juta unit, sementara jumlah penduduk Bali hanya sekitar 4,3 juta jiwa pada tahun 2022 Â . Ketidakseimbangan ini mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang semakin parah, terutama di kawasan wisata populer seperti Kuta, Seminyak, Canggu, Ubud, dan Denpasar.
Beberapa faktor berkontribusi terhadap peningkatan volume kendaraan di Bali. Pertama, pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat mendorong peningkatan kepemilikan kendaraan pribadi. Selain itu, sistem transportasi umum yang belum optimal membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Kedua, sebagai destinasi wisata internasional, Bali menarik banyak wisatawan yang sering menyewa kendaraan untuk mobilitas selama berlibur. Lonjakan wisatawan ini menambah jumlah kendaraan di jalan, terutama pada musim liburan dan periode puncak kunjungan wisata  .
Kemacetan lalu lintas di Bali memberikan berbagai dampak negatif. Salah satunya adalah peningkatan waktu tempuh perjalanan, yang mengurangi produktivitas masyarakat dan kenyamanan wisatawan. Selain itu, kemacetan berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas buang, yang berdampak buruk pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Dari segi ekonomi, kemacetan meningkatkan konsumsi bahan bakar dan biaya operasional kendaraan. Wisatawan yang merasa tidak nyaman akibat kemacetan mungkin mempertimbangkan destinasi lain, yang dapat mengurangi pendapatan sektor pariwisata Bali.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri pariwisata. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas transportasi umum. Namun, menurut Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bali, I Made Rai Ridharta, pengembangan transportasi publik di Bali masih mengalami "stunting" atau pertumbuhan yang lambat. Dari sekitar 17 koridor yang direncanakan, hanya 8 yang terealisasi  . Pemerintah juga perlu mempertimbangkan pembangunan infrastruktur tambahan, seperti jalan layang atau sistem transportasi massal bawah tanah, untuk mengurangi beban lalu lintas di permukaan  .
Selain itu, penerapan kebijakan pembatasan kendaraan di area tertentu atau pada jam-jam sibuk dapat membantu mengurangi volume kendaraan di jalan. Misalnya, sistem ganjil-genap atau pembatasan kendaraan berat di kawasan padat. Kesadaran masyarakat untuk beralih ke transportasi umum atau moda transportasi ramah lingkungan seperti sepeda juga sangat penting. Tanpa langkah-langkah konkret, peningkatan volume kendaraan di Bali akan terus memperburuk kemacetan dan mengurangi daya tarik pulau ini sebagai destinasi wisata yang nyaman.
Daftar Pustaka: