Mohon tunggu...
Nanda Thiana Lee
Nanda Thiana Lee Mohon Tunggu... -

ASBI'16

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Siapakah Lelaki Berpiyama Itu?

24 Mei 2015   19:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:39 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Oleh Nanda Thiana Lee

Pernahkah kalian menonton film yang mengulas tentang kehidupan lelaki berpiyama garis biru-putih yang diperangkapkan dalam pagar kawat yang membentang begitu luas? Siapakah sebenarnya lelaki berpiayama tersebut? Untuk apa mereka diperangkap dalam pagar kawat itu? Dan sampai kapankah mereka akan diperlakukan seperti itu? The Boy in the Striped Pajamas jawabannya. Film ini bisa dikatakan ber-genre drama karena menceritakan kehidupan yang tragis dan mengharukan. Perpaduan antara hidup dan hati. Hidup disini dimaksudkan sebagai kehidupan para Yahudi di bawah naungan para militer Jerman. Hati disini menggambarkan sifat yang dimiliki para tentara, dimana hati tidak bekerja secara maksimal, mereka tidak mempunyai rasa kemanusiaan hingga bisa berikap seperti itu. Alangkah lebih baik jika anda menonton film tersebut agar memahami dan mengetahuinya lebih jelas. Tetapi, saya akan mengulas dan akan sedikit berkomentar tentang film tersebut.

The Boy in the Striped Pajamas merupakan film yang mengisahkan kehidupan para Yahudi bagi bangsa Jerman pada masa Perang Dunia II. Yahudi dengan kecerdasan yang luar biasa hingga dapat meguasai perekonomian Jerman. Oleh karena itu Jerman kalah dalam peristiwa perang dunia II. Karena bangsa Jerman tidak menerima kekalahannya, militer Jerman menangkap orang-orang Yahudi dan membawanya ke suatu tempat tahanan berpagar kawat, kamp konsentrasi. Ceritanya dimulai dari keluarga Ralf yang akan memutuskan untuk pindah rumah jauh dari kota Berlin. Bruno, anak Ralf berumur 8 tahun awalnya tidak setuju akan hal tersebut. Bruno tidak tahu bahwa rumah barunya itu merupakan kawasan kamp konsentrasi bagi pada Yahudi. Bruno yang tidak mempunyai teman disana pun memutuskan untuk keluar secara diam-diam dan bertemu dengan seorang anak berpiyama garis-garis persis seperti yang dipakai seorang mantan dokter keturunan Yahudi bernama Pavel yang sekarang menjadi pembantu di rumah baru Ralf. Pavel selalu disiksa dan dipekerjakan secara paksa di rumah Ralf. Hampir setiap hari Bruno  datang untuk mengunjungi anak kecil tersebut, Shmuel. Hingga akhirnya Bruno akan membantu Shmuel untuk bertemu dengan papanya dengan menyamar sebagai tawanan Yahudi. Tanpa disangka-sangka Bruno masuk perangkap ruangan yang akan diberikan cairan beracun yang mematikan.

Menurut saya film garapan Mark Herman ini tidak sulit untuk dipahami, ceritanya sederhana namun menyentuh. Film ini bisa dikategorikan sebagai film drama beralurkan maju yang baik dalam hal ide cerita namun ada beberapa sisi yang sangat disayangkan dari penampilan ide cerita film tersebut dan ada pula yang kurang baik dari film tersebut. Pada sisi ide cerita, film ini selalu terfokuskan dalam satu hal dan banyak adegan yang diulang-ulang seperti pada adegan Bruno yang ingin menyelundup keluar dari rumah barunya untuk bertemu dengan Shmuel. Film ini selalu memperlihatkan hal yang sama setiap kalinya Bruno pergi ke tempat tersebut. Jadi kami sebagai penonton merasa bosn jika adegan yang ditampilkan hanya itu-itu saja, duduk-duduk dan bercengkrama. Tetapi, kebosanan itu tertutupi karena kajian film ini yang cukup rapid an halus.  Lalu, pada hal yang kurang baik dari film tersebut dipaparkan khususnya pada nilai moral yang disajikan. Film ini tidak mengajarkan bagaimana seorang ayah bersikap di hadapan anak-anaknya hanya karena mementingkan sikap kebijaksanaannya dalam hal pekerjaan. Hal ini ditunjukan saat Ralf membentak Pavel di ruang makan pada saat makan malam bersama kakek dari Berlin datang. Lalu ada adegan saat guru bernama Herr Liszt mendoktrin Gretel dan Bruno tentang sejarah Jerman, beliau berkata Yahudi adalah orang yang merugikan, orang yang tidak kreatif dan mereka penghancur.

Lalu pada nilai artistik, desain yang ditampilkan di film tersebut cukup baik dan properti yang dipakai menggambarkan kehidupan di masa dahulu. Seperti mobilnya, properti di rumah Ralf, baju yang dipakai para tokoh. Pengambilan gambar di saat terakhir setelah cairan beracun dituangkan kepada para Yahudi sangat halus dan tidak terkesan berantakan. Mereka mengambil di sudut yang tepat dan langsung tersampaikan apa maksud dari bagian tersebut.

Nilai hiburan yang dipaparkan terasa hingga membuat saya sebagai penonton merasa terharu di beberapa adegan dan pesan yang dipaparkan dapat tersampaikan. Film tersebut berhasil mengubah suasana hati para penonton seketika menjadi sedih dan terharu sekaligus tidak percaya dengan akhir dari cerita tersebut.

Pesan yang saya dapat setelah menyaksikan film ini adalah tentang keegoisan orang tua demi pekerjaan dan tahtanya hingga menimnulkan dampak bagi anaknya sendiri. Itulah The Boy in the Striped Pajamas.

Sumber: www.langkah-berlari.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun