Mohon tunggu...
Nana Sujana
Nana Sujana Mohon Tunggu... Human Resources - Praktisi Pendidikan, Pembelajar Sosial, Litbang Sekolah Laz GCS, dan Penulis Buku.

Jadilah Manusia yang selalu bermanfaat buat orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradigma Pendidikan Ketuhanan, Sebuah Alternatif Pendidikan Masa Depan

25 Oktober 2019   13:29 Diperbarui: 25 Oktober 2019   13:42 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan adalah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui proses pendidikan setiap manusia diharapkan adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik pada diri seseorang, belajar seluruh hal yang belum mereka ketahui, dan seseorang dapat memaksimalkan seluruh potensi yang dimilikinya. Melalui proses Pendidikan yang benar dapat melahirkan seorang yang berilmu dan berahklak mulia. Dan pada akhirnya mampu menjadi wakil Allah di bumi ini (khalifah) Allah SWT.

Sebuah lembaga pendidikan yang melahirkan output yang pintar banyak kita temukan di negeri ini. Akan tetapi sebuah lembaga pendidikan yang melahirkan output yang pintar dan sekaligus berkarakter mulia itu masih jarang kita temukan.
Model pendidikan yang melahirkan manusia pintar itu biasa tetapi model pendidikan yang mampu melahirkan manusia pintar dan berakhlak mulia itulah yang luar biasa. Terdapat perbedaan hasil output yang sangat mendasar antara model pendidikan pertama dengan model yang kedua dilihat dari sisi kebermanfaatannya bagi masyarakat sekitar.

Orang yang pintar saja di negeri ini sangat banyak. Tetapi hal itu belumlah cukup yang lebih diperlukan adalah orang yang pintar dan sekaligus memiliki karakter yang mulia. sebab seringkali dengan kepintaran yang dimiliki seseorang tanpa dibarengi akhlak mulia. Kepintarannya malah digunakan untuk membodohi orang lain, melakukan penyelewengan, dan mengeksploitasi orang lain. Maka tidak mengherankan jika banyak orang pintar tetapi korupsi, orang pintar tetapi menipu orang lain.

Salah satu akar persoalan yang menyebabkan hal ini bisa terjadi terdapat pada kekeliruan paradigma ( cara pandang )  dalam melihat objek dan subjek dasar Pendidikan itu sendiri. Cara pandang yang salah dalam melihat objek dan subjek pendidikan memungkinkan hanya melahirkan output pendidikan orang pintar saja tapi tidak memiliki integritas moral yang baik. Sebuah paradigma pendidikan yang baik harus mampu melahirkan output yang pintar dan berakhlak mulia. Inilah tantangan terberat dari tujuan pendidikan masa kini.

Salah satu objek dan subjek Pendidikan adalah berbicara tentang ilmu itu sendiri dan manusia yang ada di dalamnya, secara umum kita coba bagi kedalam dua kelompok paradigma pendidikan yaitu paradigma pendidikan matrealistis dan paradigma pendidikan ketuhanan. Jika kita coba telusuri dan menganalisis lebih jauh. Kenapa kedua paradigma ini menghasilkan output yang berbeda? dan Apa yang menyebabkan timbulnya perbedaan kedua model pendidikan diatas?

Menurut hemat penulis, perbedaan paradigma filosofis dari kedua paradigma pendidikan di atas dalam memandang manusia. Kenapa harus berangkat dari cara pandang kita terhadap manusia? Hal ini dikarenakan yang menjadi obyek dan subyek pendidikan adalah manusia itu sendiri.
Bagaimanapun juga sudut pandang yang benar terhadap konsep manusia adalah langkah awal untuk masuk ke dalam konsep pendidikan yang tepat. Cara pandang terhadap manusia yang utuh sangat diperlukan untuk merancang dan mengelola pendidikan yang baik. Mari kita bahas dari dua Paradigma pendidikan tersebut satu persatu:

Pertama, Paradigma pendidikan matrelaistis berangkat dari sebuah paradigma matrealisme yang memandang manusia secara tidak utuh, manusia dipandang pada aspek fisiknya saja dan mengabaikan bahkan menolak keberadaan ruhani manusia dan Tuhan. Pandangan ini lebih mengedepankan aspek-aspek material dan hal-hal yang terindra semata dan mengabaikan factor-faktor diluar itu dalam memandang manusia dan ilmu pengetahuan, sehingga pandangan  matrelaisme melihat manusia secara tidak utuh. Pandangan dunia matrealisme yang mengabaikan asfek ruhani manusia karena hal tersebut dianggap tidak nyata dengan alasan urusan ruhani atau spiritual tidak bisa diverifikasi dan tidak bisa dibuktikan secara empiris.

Dengan pandangan seperti ini, sebenarnya telah mengelurkan manusia dari lingkar eksistensinya yang sejati sebagai makhluk ruhani. Pandangan dunia matrelaisme yang menomor satukan materi diatas segala- galanya serta tidak mengakui adanya Tuhan sebagai pencipta manusia.
Pandangan tersebut telah mencerabut manusia dari sisi kemanusiaannya maka konsekuensinya akan meminggirkan nilai-nilai moral dan ajaran agama dari manusia sebagai petunjuk Tuhan agar manusia berada pada jalan yang benar, Dengan dipinggirkannya nilai-nilai moral dan ajaran agama maka bagaimana bisa membentuk manusia menjadi makhluk yang utuh dan sempurna?

Orientasi utama penyelenggaraan pendidikan dalam pandangan dunia matrealisme hanya mengejar asfek lahiriah semata untuk membentuk manusia yang pintar saja. Fokusnya adalah keuntungan material semata, dan tidak ada urusan lagi dengan tujuan mulia untuk menjadikan manusia yang berahklak mulia.

Penyelenggaraan pendidikan dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar, mengejar profit yang tinggi, mencetak para lulusan yang memenuhi standar pasar industri, mengejar gengsi tinggi, dan popularitas semu. Maka dengan tujuan seperti ini tidaklah heran jika banyak lembaga pendidikan yang hanya mampu mencetak orang yang pintar saja tapi tidak punya intergritas moral dan berakhlak mulia.

Kedua, Paradigma pendidikan ketuhanan adalah sebuah pandangan yang menganut pandangan dunia ketuhanan dalam memandang manusia. Dimana model ini memandang manusia secara utuh dan menyeluruh. Melihat manusia dari dua asfek yakni asfek jasmaniah dan asfek ruhaninya.
Paradigma pendidikan yang kedua ini mengakui adanya Tuhan sebagai pencipta manusia serta mengakui sisi spiritualitas atau ruhani manusia disamping asfek jasmaninya. Dengan pandangan dunia seperti ini maka konsekuensinya akan mengapresiasi nilai-nilai moral dan ajaran agama dari manusia sebagai petunjuk Tuhan agar manusia berada pada jalan yang benar, maka dengan apresiasi terhadap nilai-nilai moral dan ajaran agama maka manusia akan terjaga dan bisa menjadi makhluk yang sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun