Tergelitik membaca berita dari Indosport.com tanggal 5 Juni 2020 yang membuat berita dengan judul "Cerita Ardy B. Wiranata soal Dana Pensiun Kemenpora: Saya Ikhlas".
Dalam artikel tersebut diceritakan bahwa salah satu maestro atlet bulu tangkis Ardy B Wiranata, yang sudah mengantungi banyak medali dan gelar yaitu medali emas Indonesia Open enam kali berturut-turut (1990, 1991, 1992, 1994, 1995, dan 1997), medali emas Japan Open tiga kali (1991, 1992, dan 1994), Juara All-England 1991, medali emas SEA Games 1991, Juara Piala Dunia 1991, medali perak Olimpiade Barcelona 1992, saat ini sudah tidak lagi berdomisili di Indonesia. Ardy saat ini sudah menjadi warga negara Canada, dan menjadi guru di salah satu sekolah olahraga di Canada yaitu Glencoe Club.
Yang menarik dalam berita tersebut, Ardy menanyakan perihal dana pensiun untuk atlet yang berprestasi di Indonesia, walaupun memang Ardy sendiri, tidak lagi berhak untuk dana pensiun tersebut setelah melepaskan kewarganegaraan Indonesianya.
Namun tentunya Ardy menanyakan hal tersebut karena didorong rasa cintanya pada bangsa dan negara Indonesia serta khususnya perhatian bagi para Atlet Indonesia yang sudah dengan susah payah mengharumkan nama Ibu Pertiwi di kancah olah raga dunia.
Dalam realitasnya banyak sekali kita mendengar beberapa atlet nasional yang sudah membela nama bangsa Indonesia dalam kancah olah raga di Asia Tenggara, Asia ataupun bahkan dalam level dunia sekalipun mengalami kesulitan saat memasuki usia tua. Karena sebagai atlet pun memiliki "usia pakai" yang juga terbatas.
Tanpa keahlian dan pekerjaan yang sesuai, tentunya atlet professional akan mengalami kesulitan saat mereka memasuki usia yang sudah tidak produktif dalam cabang olah raga yang digelutinya tersebut.
Sebagai contoh mungkin banyak yang tidak mengenal salah satu atlet nasional cabang angkat besi yang punya nama Denny Thios, dia mencetak prestasi luar biasa di cabang angkat berat. Denny menduduki peringkat kedua PON XII 1989, dan membawa pulang medali emas kejuaraan dunia di Inggris, dan Swedia, serta juga pernah memecahkan tiga rekor dunia.
Sayangnya deretan medali dan prestasi yang diraih itu tidak berarti apa-apa. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Denny bekerja sebagai tukang las di sebuah bengkel kecil yang dimilikinya di Makassar dengan penghasilannya tak menentu.Â
Salah satu contoh paling gampang diingat adalah legenda tinju Indonesia Ellyas Pical, Jong Ambon kelahiran 1960 adalah petinju yang mengharumkan nama Indonesia di medio 1980-an dengan merebut gelar juara IBF kelas bantam yunior (atau kelas super terbang) dan kemudian mempertahankannya selama beberapa tahun melawan banyak lawan-lawan kuat dunia tinju internasional sampai tahun 1989.Â
Setelah kekalahan terakhir pun, Ellyas harus menyingkir  dari dunia olah raga yang dicintainya. Dan  dengan pendidikan dan keahlian yang terbatas, akhirnya  Ellyas harus pasrah untuk hanya menjadi penjaga keamanan dari sebuah klub malam pada usia tuanya.
Tragisnya Ellyas ditangkap pada 13 Juli 2005 oleh polisi karena terlibat transaksi narkoba di sebuah diskotik. Penangkapannya sempat menuai kritikan dari berbagai pihak yang menyoroti tiadanya jaminan hidup yang diberikan pemerintah kepada atlet yang telah mengharumkan nama negara. Ellyas  lalu divonis hukuman penjara selama 7 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.