Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tenaga Medis, Biarkan Perihmu Menjadi Amal Ibadahmu

20 Mei 2020   05:54 Diperbarui: 20 Mei 2020   05:55 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tribunnews.com

Tenaga medis mesti nahan rindu keluarga berapa lama lagi? Berapa APD lagi yang mesti dipakai tenaga medis, karena sekali pakai buang, berapa duit itu yang keluar? Tentu gak sedikit. Kalau sampai kekurangan APD lagi, bagaimana solusinya? Apakah dengan meneriakkan pemerintah gak menyiapkan APD? Tenaga medis mesti kerja berapa lama lagi supaya bisa istirahat? 

Berapa lama lagi juga tenaga medis perlu nenangin keluarga supaya gak khawatir? Padahal secara psikologis, setiap manusia perlu rehat dari pekerjaan yang rutin. Mana mungkin bisa istirahat kalau pasiennya semakin banyak? 

Jujur saja, saya sangat berempati pada kondisi tenaga medis dan keluarganya secara mental dan fisik. 

Demi sumpah dan tugasnya untuk melayani masyarakat, mereka rela menahan rindu tidak memeluk suami, istri, anak, dan orang tua. Demi tugasnya juga, letih lesu pun berusaha diterobos, demi supaya bisa segera kembali ke kehidupan normal, berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, serta bisa hang out dengan teman-teman tanpa rasa khawatir akan menularkan penyakit. 

Demi tugasnya juga bahkan ada tenaga medis yang terenggut nyawanya, meninggalkan keluarganya yang cuman bisa menangis ditinggalkan. Kalau tenaga medis yang meninggal itu ternyata tulang punggung keluarga, bagaimana? Apakah kita semua bisa bantu perekonomian keluarganya? Apa kita bisa kasih dukungan moril bagi keluarga tenaga medis yang telah ditinggalkan hingga rasa dukacita mereka pulih kembali? Paling banter, kita cuman bisa bilang turut berduka cita. 

Tapi mungkin pemerintah dan masyarakat yang sangat ingin keluar rumah, lebih merasa ada hal lain yang jauh lebih diperhatikan, dibandingkan keselamatan nyawa manusia. Mungkin mereka berpikir, "tenaga medis wis memang sudah harusnya melayani masyarakat, jadi gak perlu diperhatikan kebutuhan psikologisnya."

Mungkin juga memang solusi terbaik adalah pelan-pelan masyarakat diberikan stimulasi untuk menjalani new normal, yang bisa jadi mendekati sistem herd immunity, dimana orang-orang akan mengalami kekebalan virus kalau berhadapan langsung dengan si virus. Hanya saja menurut penelitian, risikonya, akan banyak korban jiwa yang bergelimpangan. Tapi sepertinya, ada saja orang yang lebih senang menjadi kebal virus, dibandingkan menyelamatkan diri dari virus korona yang ganas ini.

Jadi perekonomian di negara ini bisa kembali normal, masalah sosial, seperti kriminalitas ataupun kemiskinan terhindarkan. Nyawa hilang pun ya risiko. 

Sebagai penutup, kebetulan sekarang ini masa-masa umat Islam mengumpulkan ibadah, tidak terkecuali agama lain pun yang ikut bersimpati juga mengumpulkan ibadahnya dengan mengasihi dan menghormati sesama. Saya doakan semoga pengorbanan dan perihnya tenaga medis dan keluarganya menjadi pundi-pundi yang dikumpulkan sebagai amal ibadah.

Mungkin banyak yang kurang bisa menghargai usaha kerasmu, para tenaga medis. Tapi saya percaya dari apa yang pernah saya pelajari diagama, Yang Diatas gak pernah menutup mata untuk menghargai usaha keras orang-orang yang mengorbankan nyawa dan kebutuhannya demi keselamatan orang lain.

Semangat terus, Tenaga Medis. Saya beserta teman lainnya yang masih dirumah saja, senantiasa mendukung kalian ^^

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun