Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Damainya Agama Ketika Tidak Berpolitik

22 Agustus 2019   02:09 Diperbarui: 22 Agustus 2019   02:18 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru saja saya menonton di YouTube Channel KompasTV, dimana Ustadz Abdul Somad merasa tidak perlu meminta maaf kepada umat nasrani karena beliau menyampaikan apa yang memang tertulis dalam Al-Quran. Dan hal tersebut juga beliau sampaikan kepada umat muslim saja dalam ceramah tertutup.

Di Line Channel, saya sempat menonton Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhi, melakukan konferensi pers bahwa MUI akan memanggil UAS untuk melakukan dialog dan tabayyun agar mendapatkan keterangan secara jelas mengenai video yang viral. Dan Wakil Ketua Umum MUI juga mengharapkan agar masyarakat tidak terprovokasi yang dapat menganggu harmoni kehidupan beragama. MUI akan mengambil jalan berdialog dan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah tersebut. 

Ketua PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), Albertus Patty, menyetujui dialog dan musyawarah bisa menjadi jalan penyelesaian permasalahan ini. Permasalahan seperti ini bisa diselesaikan dengan dewasa dan tenang, serta tidak perlu menimbulkan sikap yang anarkis. 

Ketua PGI secara garis besar mengatakan video ceramah Ustadz Abdul Somad tersebut menjadi intropeksi para tokoh lintas agama untuk lebih banyak bertemu dan berdiskusi sehingga bisa saling mengenal ajaran satu sama lain supaya tidak timbul kesalahpahaman.

Indahnya kerukunan antar agama kita sekarang ini dibandingkan sebelum-sebelumnya, dimana dulu penyelesaian kesalahpahaman agama berbuntut panjang hingga masuk pada jeratan hukum. Umat pun sempat terbawa emosi karena terlalu banyak informasi melalui sosial media mengenai isu perbedaan agama. 

Dari kejadian ini, saya sempat mengulang kembali apa yang terjadi beberapa tahun silam saat Ahok tetap harus di penjara karena telah menista agama. Posisi Ahok saat itu menjadi lawan politik dari gubernur Jakarta yang sekarang ini menjabat. Dalam politik apa saja bisa jadi dilakukan demi mendapatkan suatu jabatan. 

Kebetulan potongan video pidato Ahok di Kepulauan Seribu viral, dan membuat umat Muslim yang mendengar merasa tersinggung. Saat itu sama sekali tidak ada jalan untuk berdialog ataupun musyawarah. Salah tetap salah, penistaan agama harus tetap dihukum. Tidak pantas bagi Ahok yang bukan umat Islam berpidato membawa ayat Al-Quran, kemudian mengartikannya sembarangan.

Video viral Ustadz Abdul Somad dan Ahok, sebenarnya hampir sama. Sama-sama terjadi kesalahpahaman persepsi, menurut saya. 

Rangkaian yang berada dipikiran saya antara lain :

  • Ustadz Abdul Somad (UAS) mengklarifikasi bahwa ceramah tersebut sebenarnya terjadi sekitar 3 tahun lalu. Pidato Ahok di Kepulauan Seribu terjadi 1 bulan sebelum video tersebut viral.
  • UAS mengatakan bahwa beliau menjawab tentang Salib karena ada pertanyaan dari umat. Ahok menghimbau bahwa bila warga tidak memilihnya lagi karena adanya orang yang membohongi mereka dengan Surat Al-Maidah, beliau tidak mempermasalahkan dan program yang beliau tawarkan akan terus berlanjut walau tidak lagi menjadi gubernur.
  • UAS memberikan ceramah pada ruang tertutup dan hanya umat diruangan tersebut saja yang mendengarnya. Ahok memberikan pidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dan hanya warga disana saja yang mendengarnya.
  • UAS dianggap oleh umat Nasrani tidak paham dengan apa pengertian Salib sehingga menyebut Salib adalah Jin Kafir. Ahok dianggap bukan tempatnya mengartikan Surat Al-Maidah pada pidato untuk warga karena ada kata "dibohongi" dan "dibodohi". 

Dari rangkaian tersebut, dua kasus yang hampir sama, tapi mendapatkan penyelesaian yang berbeda jauh. Berbeda karena video Ahok yang viral digunakan untuk menjatuhkannya sebagai lawan politik, sedangkan UAS tampil sebagai pemuka agama, yang sama sekali tidak membawa kepentingan jabatan politik atau partai politik manapun. Sehingga berdialog dan musyawarah menjadi jalan untuk penyelesaian masalah ini.

Wajah asli agama kembali muncul yaitu penuh dengan kedamaian dan ketenangan. Ketika agama tidak dijadikan bahan berpolitik, rasanya jauh lebih damai dan indah. Umat beragama bisa saling bertoleransi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun