Mohon tunggu...
Nabilah FJ
Nabilah FJ Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Manusia yang suka jalan-jalan. Suka sejarah, sosial, dan budaya. Sekarang sedang mengejar impian di departemen humaniora.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Balai Pemuda Surabaya: Awal Mula Perkumpulan Para Kaum Elite Hingga Wahana Sosial Budaya Masyarakat

28 Desember 2023   19:20 Diperbarui: 28 Desember 2023   20:33 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surabaya pada masa silam hingga kini menjadi salah satu pusat peradaban masyarakat di pulau Jawa. Letaknya yang strategis membuat Surabaya menjadi kota yang penting dari masa Jawa klasik hingga modern. Surabaya yang berada di pesisir utara Jawa berperan penting atas keberlangsungan roda kehidupan masyarakat. Hal tersebut memicu pembangunan pelabuhan untuk mendukung kegiatan masyarakat di Surabaya.

Kota Surabaya menyimpan banyak kisah sejarah. Pertempuran besar pada penghujung tahun 1945 meletus di kota ini, hingga dijuluki sebagai Kota Pahlawan. Pada era kolonial Belanda, agaknya Surabaya menjadi daerah vital khususnya di pulau Jawa bagian timur. Pendudukan Belanda menjadikannya sebagai kota dengan banyak bangunan masa kolonial yang bertebaran di dalamnya, bahkan beberapa bangunan tersebut masih eksis hingga saat ini.

Salah satu bangunan peninggalan kolonial yang ada di pusat Kota Surabaya adalah yang kini dikenal dengan Balai Pemuda. Saat ini, kawasan Balai Pemuda dijadikan sebagai alun-alun Kota Surabaya dan di dalamnya dibangun beberapa bangunan modern seperti masjid dan gedung pemerintah. Dahulu Balai Pemuda merupakan tempat bagi para elite Belanda berkumpul. Mereka melakukan kegiatan hiburan di tempat ini seperti bowling, berdansa, pesta, dan lain-lain. Gedung yang dibangun pada 1907 ini dulunya bernama De Simpangsche Societeit atau yang juga disebut dengan Simpang Club.

Sebagai tempat kongkow para elite, Simpang Club haram dimasuki oleh bumiputera, kecuali mereka yang menjadi pelayan disana. Menurut informasi yang disampaikan oleh pemandu tur Bus SSCT, dahulu di depan gedung terdapat patung yang berbentuk anjing dengan tulisan "Anjing dan Pribumi Tidak Boleh Masuk". Rasisme tersebut tidak sampai disitu saja, para pelayan bumiputera diharuskan membawa nampan makanan diatas kepala mereka karena para londo itu tidak mau kalau makanan yang dibawa terkena napas dari mereka.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, De Simpangsche Societeit sempat jatuh ke tangan PRI (Pemuda Republik Indonesia). Selanjutnya tahun 1957, De Simpangsche Societeit kembali pada fungsinya semula yakni sebagai tempat perkumpulan. Namanya berubah menjadi Balai Pemuda seperti yang kita kenal sekarang. Tahun 1965, Balai Pemuda menjadi markas perkumpulan untuk menumpas G30S/PKI. Hingga akhirnya gedung ini menjadi cagar budaya, kemudian dipugar dan kembali difungsikan sebagai tempat kegiatan masyarakat Surabaya.

Gedung Balai Pemuda dimanfaatkan untuk fasilitas publik seperti perpustakaan kota, program Rumah Bahasa, Tourist Information Center, teater pertunjukan, dan sebagainya. Selain itu di kawasan Balai Pemuda dibangun pula Museum pameran, arena skateboard, dan tempat parkir untuk pengunjung yang semuanya berada di bawah tanah. Gedung Balai Pemuda juga disewakan untuk acara-acara seperti pameran seni, seminar, dan lain-lain.

Potret gedung Balai Pemuda masa kini agaknya membawa angin segar bagi masyarakat Surabaya terutama kalangan muda-mudi. Balai Pemuda yang juga alun-alun Surabaya menjadi salah satu destinasi rekreasi masyarakat, sebagaimana fungsinya di era kolonial yakni tempat hiburan bagi orang-orang Belanda. Bedanya, Balai Pemuda di masa kini dapat diakses oleh seluruh kalangan masyarakat tanpa membedakan golongan mereka. Arsitektur kawasan Balai Pemuda menjadikannya tempat yang cocok untuk berfoto ria  atau bahasa kekiniannya yakni tempat yang instagramable.

Pemanfaatan bangunan cagar budaya dari era kolonial ini sangat menarik bagi saya pribadi. Pemerintah daerah akhirnya mengambil alih dan merevitalisasi Balai Pemuda. Balai Pemuda benar-benar dijadikan sebagai "Balai bagi para pemuda" yaitu wahana hiburan, pendidikan, dan kesenian terutama bagi anak-anak muda. Revitalisasi terhadap De Simpangsche Societeit merupakan langkah yang sangat penting mengingat banyak bangunan peninggalan Belanda di berbagai daerah yang dilupakan dan ditinggalkan begitu saja. Hal ini menyebabkan bangunan-bangunan tersebut terbengkalai hingga rusak parah.

Dok. Pribadi: pameran lukisan di gedung Balai Pemuda (25/06)
Dok. Pribadi: pameran lukisan di gedung Balai Pemuda (25/06)

Langkah pemerintah mengubah fungsi bangunan menjadi pusat kegiatan masyarakat adalah cara yang pas untuk menjaga bangunan era kolonial supaya tidak hancur tergerus zaman. Bangunan-bangunan Belanda ini memiliki nilai kesejarahan yang tinggi. Masyarakat dapat "menjelajah" masa lalu dengan melihat bangunan-bangunan tersebut dan mampu membayangkan bagaimana peradaban pada masa itu. Peradaban era kolonial sudah menjadi bagian dari rentetan sejarah panjang berdirinya bangsa ini. Mungkin memori yang kelam meliputi masa-masa itu, namun tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang Belanda telah membawa banyak hal yang menjadi titik anjak berkembangnya bangsa ini menuju zaman modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun