Perkotaan, kita tahu, adalah tempat di mana manusia hidup dikepung berbagai ironi. Di sana, mereka terus membangun fasilitas-fasilitas mewah, tapi kebanyakan warganya hidup di gang-gang sempit, berdesak-desakan satu sama lain. Mobil-mobil canggih memenuhi jalan, mereka memiliki mesin yang mampu dipacu hingga 300 km/jam.Â
Tetapi, secanggih apapun teknologinya seolah tak berguna karena macet, mereka harus menempuh jarak 20 km dalam waktu dua jam bahkan lebih. Jarak hampir sama yang bisa ditempuh kereta yang ditarik seekor kuda.
Sering kita saksikan di tiap-tiap sudut kota, di depan pusat-pusat perbelanjaan, di lampu merah ataupun di trotoar gedung perkantoran, ironi yang terpampang nyata menusuk-nusuk mata.Â
Dalam teriknya panas sekelompok anak berbaju kusam, dengan mata sayu dan tak beralas kaki menengadahkan tangan atas nama mencari makan. Sementara tak jauh dari tempat itu, seorang bapak dengan tampilan necis sedang tertidur pulas di atas kursi empuk ruangan ber-AC sebuah gedung milik rakyat yang ia wakili.